Mohon tunggu...
Bona Bosanova
Bona Bosanova Mohon Tunggu... wiraswasta -

Siapa diri ku aq tak tahu.. aku adalah dimana tempat ku berada.. aku ada karena aku diharapkan... aku pergi ketika telah ku sempurnakan setapak jejak jalan hidupku.. dan kemudian melangkah lagi melanjutkan kisah hidupku yang lain...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Cium Aku

5 Agustus 2014   17:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:22 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Andai saja kamu tidak secantik itu, aku pasti mau. Bagiku kecantikan adalah kelemahan wanita. Kadang kesombongan dan keangkuhan juga lahir darinya. Meski aku tak suka kecantikan.. tapi kecantikan kamu beda. Kamu baik.

Dua tahun lamanya kita kenal dan tak pernah merubah hatiku mengagumimu. Aku terlalu gugup jika dekat. Yang terjadi kemudian aku akan berusaha tak menunjukkan perasaan itu. Sedikit bicara, meski pandanganku tetap  tak mau melepasmu begitu saja. Kita beda kantor. Jadi tak setiap hari  aku bisa datang sekedar mengenalmu lebih dalam. Harapanku pun tak berlebihan.. hanya ingin bisa akrab denganmu. Tapi apa mau dikata.. aku sudah terbiasa menghindari perempuan cantik seperti kamu. Telah terbiasa memuja dengan hanya mengagumi.. terbiasa mencintai dengan tidak masuk lebih jauh.

Sampai hari itu tiba. Kita teman tapi tak sedekat itu. Kita rekan tapi berbeda pekerjaan. Ketika mungkin untuk kita sejalan apakah aku akan mempertahankan prinsipku tetap tidak suka? Bagai angin mendayu membelai lembut tubuhku di hamparan laut ketika pagi mengembun.. kamu ucapkan kata yang tak pernah aku duga. Di kehidupan sebelumnya kamu pernah bertemu orang seperti aku. Tak hanya itu, kalian belajar untuk menyatukan hati, meski tak lama. Kehadiranku membuka lagi lembaran cerita cinta kamu yang belum usai. Mengingatkan kembali pada sebuah kenangan yang ingin kamu tulis untuk kedua kali. Ketika ku sadari mungkin untuk bisa denganmu… bibirku kaku, jantung mengejang berhenti berdetak. Ku coba hirup udara menyadarkan diri apakah ini mimpi ataukah salju di tengah panasnya Jakarta yang menipu. Aku tak berdaya ketika semua itu benar nyata kamu ucapkan. Tanpa beban aku pun mengeluarkan segala kecintaanku yang telah lama aku simpan. Nafas dan jantungku mulai teratur. Jiwaku makin tenang. Kamu begitu mengisinya setelah selama ini aku dalam kehampaan.

Aku melalui waktu setelah itu tanpa seharipun tanpamu. Berusaha secepat mungkin menyesuaikan diri, menghindari konflik, dan menjaga hubungan ini agar selalu nyaman. Aku tak tahu dengan kamu, tapi setiap detik yang kita lewati akan selalu aku simpan dalam kenangan terindah dalam album memori aku.

Sempat keraguan hadir.. Apakah keyakinan kita cukup untuk membawa perjalanan ini ketempat yang kita inginkan. Anggap saja aku lelaki klasik… yang masih percaya pada sebuah ciuman akan menterjemahkan perasaan kamu yang tak pernah aku tahu. Tanpa ciuman itu aku akan tetap dalam warna terbatas yang tak bisa membuatku melihatmu lebih dalam. Sayangnya ciuman itu juga kelemahanku. Jika aku lakukan maka sepenuh hatiku akan tumpah ke kamu. Perasaan aku akan semakin kuat. Itu bisa membawaku pada cinta tak terbatas dan tak lagi ada kata berhenti menyalurkan kebaikan dalam cinta yang telah kita rangkai. Jangan cium aku.. atau sekedar menyentuhku. Sebuah ketakutanku sejak awal yang ketika itu terjadi tak bisa lagi aku hidup tanpamu.

Hari-hari membuatku yakin. Begitu tulusnya kamu bersamaku. Bukan karena kamu cantik.. atau karena banyak yang tertarik denganmu.. kebaikan hatimu pun tak cukup untuk buat ku yakin. Cara kamu menerima aku apa adanyalah yang membuatku luluh.. Sekarang aku berani berbagi hidup. Sekarang aku berani menutup mata dan membaca masa depan kita dengan kenyakinan.. Kita memang tak pernah tahu apa yang akan terjadi kemudian. Tapi sekarang aku tahu setiap detik detak jantung kamu.. setiap hembus nafas kamu.. tanpa kamu katakanan sepatah katapun aku tahu.. sejak ketakutanku hilang dan mempertemukan bibir kita untuk pertama kalinya..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun