Mohon tunggu...
Bingar Bimantara
Bingar Bimantara Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Mager

Seorang anak petani yang sekarang berjuang menjadi sarjana. Sering patah hati namun tak pernah putus harapan. Berusaha menyibukkan diri agar tidak luntang-lantung di kos.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Cerita Bagaimana Seekor Tongkol Membawaku Pulang dari Madura

29 Desember 2018   13:26 Diperbarui: 29 Desember 2018   15:34 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alhamdulillah saya ucapkan atas kepulangan saya hari ini. Satu semester penuh saya berguru pada para mahaguru sekalian. Waktu satu semester tak genap 6 bulan. Lebih tepatnya sekitar 4 bulan lebih sedikit. Lebih banyak waktu liburan dan jam kosongnya. 

Aktivitas yang lebih banyak duduk di warung kopi dan rapat-rapat kurang berfaedah. Kadang melembur sampai pagi bukan mengerjakan tugas namun berdiskusi dengan layar Smartphone melihat content-content dewasa, Astagfirullah. Jujur itu tidak sering hehehehe.

Hari ini ceritanya aku pulang. Sudah kangen rasanya dengan emak dirumah. Berbeda dengan anak-anak lain aku lebih menyukai panggilan emak dari pada ibu. Keliatan kalau ndeso ya hehehe. Pernah seketika aku berfikir untuk merubah panggilan emak waktu kecil. Merubahnya nya menjadi ibu, atau mami, atau mama. Tapi aku menyerah melakukan itu, lingkunganku (kampung)) tidak terima panggilan penuh kelas sinetron tersebut. Akhirnya aku sudahi itu dan kini aku tetap memanggilnya emak. Aku berharap nantinya aku akan dipanggil bapak hehehe 

Selesei tamat berguru dan tidak pulang ke rumah aku hanya dua pinta. Pertama aku sampai dengan selamat dan kedua tidak dikutuk batu karena tidak pulang satu semester penuh. Kutukan emak itu nyata. Ia begitu nyata bila kamu macam-macam kutukan terhebatnya bisa menghentikan jatah bulanan. Akupun hanya bisa diam dan menurutinya. "Enggeh Mak," 

Sebenarnya naik kapal bukan transportasi terbaik. Lebih enak bila naik kendaraan sendiri. Tapi ini bagian menuruti kata emak dirumah yang melarangku naik motor untuk kuliah. Namanya Tongkol. Tongkol kapal yang beroperasi di Selat Madura. Masih penasaran kenapa dinamai Tongkol. Dari bentuk dan warna tidak mencerminkan ikan tongkol. Dari sisi barang bawaan tidak ada penumpang yang membawa ikan tongkol. Dilihat dari kecepatan entah juga secepat apa ikan tongkol melaju. Ini yang masih menjadi tanda besar, asal muasal nama Kapal Tongkol tercipta.

Kamal-Perak adalah rute si Tongkol. Jangan salah eja atau di bolak balik dan berfikir kosa kata lain untuk nama ini. Salah eja sedikit bisa menimbulkan kerancuan hehehe. Penjualan di kapal banyak. Salah satunya penjual gantungan kunci. Menjual gantungan kunci yang berderit. Mengeluarkan suara yang berdercit.

Berputar-putar memberikan testimoni satu-satu ke kursi kepada calon pembelinya. Alhasil hampir separuh pengunjung kapal tua muda mendapatkan gantungan yang berdercit. Tahulah bila apa yang akan terjadi, suara pencetan gantungan kunci yang mengeluarkan decitan. Sontak seluruh kapal dipenuhi suara decitan. Tapi sayang testimoni ini gagal, karena calon pembeli tidak membeli gantungan decitan ini. 

Tak selang aku mengamati penjual gantungan berdercit aku menemukan bidadari. Entah asalnya dari mana dan mau kemana tapi ia sungguh membuatku terkesima. Astagfirullah aku ingat ada si bawel di Lamongan. Untung saja bawel ini sudah pulang lebih dahulu hehehehe. Tidak melihat kelakuanku. Lantas aku memalingkan badan  walaupun aku genit aku cukup setia kok hehehehe dan meneruskan mengamati manusia-manusia yang asik sedang dalam obrolannya.

Akupun duduk dan Tongkol sudah berlabuh. Aku tak habis pikir bila aku pulang dengan naik tongkol. Bagaimana pula keluarga menanyai aku. "Pulang naik apa nak? Tanya emak. "Tongkol Mak" jawabku. Ia mungkin akan heran dan aku biarkan emak bingung berpikir keras. Semoga ini tidak masuk kategori durhaka hehehe.

Akhirnya aku biarkan emaku berpikir keras tentang apa itu Tongkol. Walaupun aku masih berfikir dan membayangkan, bagaimana bila emak masak tongkol sebesar kapal ya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun