Mohon tunggu...
Beni Saputra
Beni Saputra Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Investasi Terbesarmu adalah Perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Remaja: Mengapa Aku Harus Selalu Tersenyum?

14 Juli 2022   19:15 Diperbarui: 14 Juli 2022   19:22 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini begitu berat di rasakan olehku, kesendirian yang tak kunjung memudar membuatku bersedih berkepanjangan. Mengapa tidak? Di usiaku yang telah memasuki kepala dua. Aku di tempa, di tekan, dan di haruskan memahami orang-orang yang berusaha menjauh dariku.

Aku mulai bingung. Entah itu tentang aku yang tak lagi baik di mata mereka ataukah mungkin mereka bosan denganku yang tak pernah berubah dalam segi berbicara, berpakaian atau juga termasuk kebiasaanku.

"Tak bolehkah aku mengeksplor diriku sendiri pada kalian?" tanyaku bingung dengan nada melemah.

Ada banyak kesakitan yang akan di alami oleh seseorang ketika ia beranjak dewasa. Biasanya hanya merengek dan meminta kepada orang tua. Kini, ia harus berusaha sendiri menyambung hidup, mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Berbagai kesibukan tersebut membuat seseorang sibuk dengan dunianya sendiri. tak jarang orang-orang yang ia kenal berusaha mendikte bahwa ia telah memiliki sifat pongah (sombong).

Memahami kehidupan Harus secara komperensif. Dunia dipenuhi hal-hal menyenangkan dan menyedihkan. Tak bisa di pandang dengan sebelah mata. Terlebih untuk diriku yang telah mencapai usia dewasa.

Banyak hal menyakitkan yang akan terjadi. kesedihan, penghianatan, penindasan, sikap acuh tak acuh, kejengkelan orang lain dan rasa benci yang besar dari sudut pandang mereka. 

Satu hal yang tak bisa kita kendalikan. Yaitu, sikap orang lain. Jadi, satu-satunya yang harus di perhatikan itu adalah diri kita sendiri. tata ruang hati ini sesuai keinginan kita. Toh, yang akan tinggal di ruangan ini nantinya juga kita sendiri, bukan orang lain.

   Teruntuk diriku, kamu hebat sudah berada di fase sekarang. Kamu tak boleh bersedih, semuanya sudah di lakukan dengan versi terbaik. Kamu harus tetap tersenyum, bahagia dan selalu mengucap syukur.

"Terima Kasih sudah melakukan yang terbaik, aku bangga padamu, diriku!" mantra hebatku ketika kecewa.

Diriku adalah orang pertama yang harus mendapat perlakuan istimewa. Ketika bersedih, aku orang nomor satu yang harus bertanggung jawab. Ketika terluka, aku dokter ahli yang akan menangani sakitku sendiri. Di dalam benakku. aku, aku dan aku yang teristimewa.

Banyak alasan untuk tetap tersenyum. Sedikit sekali alasan untuk menuangkan air mata ini. Lalu, bagaimana caranya untuk tetap tersenyum? 

Tentang air mata yang tumpah kemarin sore, tatapan orang-orang yang membenciku, penghinaan terhadap keluarga miskin di pinggiran desa, hubungan percintaan yang diakhiri secara sepihak dan beberapa kesempatan pahit lainnya. Ini tidak lain 

Agar kita terus berusaha melukis senyum di wajah yang merindukan tawa yang membahagiakan.

"Hari ini kamu sudah berusaha, hari ini pula kamu harus tersenyum. Aku akan mengiburmu dengan leluconku, tersenyumlah dan bersemangatlah kembali. Aku dan semua makhluk di bumi ini menyayangimu. Ada banyak cara untuk sembuh dari setiap luka yang kamu terima. Salah satunya adalah menerima luka itu dengan hati yang lapang"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun