Malika, Diandra dan Ayudia adalah 3 mahasiswi idaman di kampus. Mereka adalah teman dari lahir yang memutuskan untuk kuliah dengan program studi yang sama. Suatu hari di bulan maret, malika pergi bersama seorang laki-laki. Di pusat kota, tempat masyarakat berolahraga, mereka menghabiskan sore hari bersama. Bercerita tentang pahitnya hidup sebelum bertemu antara satu sama lain.
Di sisi lain, Diandra sedang bermengung di depan jendela. Ia sedang merindukan kekasihnya yang jauh. Teringat masa-masa indah yang telah dilalui. Namun, ia juga ingin mengulang kisah beradu pendapat, berantem dengan kekasihnya, bahkan marah besar waktu itu ingin ia ulang. Bukan kerana marahnya, tetapi karena adanya kekasih didekat Diandra. Begitulah rindu, ia membunuh pikiran manusia, kemudian menguasai hatinya, sehingga setiap orang yang sedang ia hampiri akan terbawa suasana diluar ekspektasi.
Ayudia, wanita pendiam yang sering kali mengingatkan malika tentang sifatnya yang buruk. Ayudia tidak menyukai sifat malika yang ingin membuat orang lain iri padanya. Terutama perihal hati dan kekasih. Hal itu terkesan, ia hanya memanfaatkan laki-laki yang ia deketi. Bukan benar-benar karena cinta dan rasa di hatinya. Namun, hanya karena pandangan orang lain.
Malika kini sudah mulai membaik, ia tidak lagi melakukan hal-hal yang jahat seperti itu. Ia sekarang telah bersama Dimas, laki-laki yang telah lama mendekatinya, bahkan sebelum mengenal Malika, Dimas sudah mengaguminya!
Dimas mengetahui sifat malika dengan baik. Sehingga, ia bisa memahami setiap perbuatan yang Malika lakukan. Marah Malika adalah rasa manis di hatinya, ngambek Malika adalah kesempatan untuk mengambil hatinya secara keseluruhan. Senyum Malika adalah kesempatan terakhir untuk melihat bidadari.Â
"Ah.. Begitu senang malika, dia dicintai laki-laki muda seperti Dimas."
Dimas dan Malika menghadapi situasi sulit, mencekam dan menengangkan. Mereka saling mempertahankan ego, tidak ingin meminta maaf, meski mereka berdua memang salah. Saling tuding-menuding. Salah menyalahkan. Namun, herannya mereka tetap saling mempertahankan satu sama lain. Apakah memang benar, ini cinta yang lahir di antara dua anak manusia yang saling berbeda.
Malika yang memiliki jawaban atas hal tersebut, karena dialah rumah untuk Dimas, jiwanya adalah taman untuk bermain bersama, sembari menikmati segelas susu cokelat. Malika hanya mengatakan, "ini karena Dimas, bukan karenaku."
Jika kita tanyakan kepada Dimas. Dimas hanya diam dan hanya bisa menatap Malika. Jika dimas di paksa untuk berbicara, dia hanya memandang Malika dan tersenyum. Artinya, Dimas hanya diam, dan diam!
Malika merasakan Dimas adalah pemilik hatinya, sedangkan Dimas merasakan malika adalah dingin yang mendinginkan, panas yang menghangatkan, dan mata teduh untuk dia pandang sesering kali.