Semua orang menginginkan kebenaran dari orang lain. Tidak ada satupun anak manusia yang menerima kebohongan, dusta, hoax ataupun imitasi. Contohnya saja seorang Ibu-ibu yang membeli cincin emas untuk anaknya di sebuah toko. Cincin yang ia beli adalah barang imitasi.Â
Sontak saja respons dan mimik wajahnya berubah, langkahnya pun tampak begitu kuat ingin kembali menukarkan barang tersebut kepada penjual. Tentunya ia tidak terima dengan perlakuan penjual tersebut yang berusaha menipunya dan marah-marah. Ya, sama tau aja, gimana ibu-ibu jika sedang marah. Hehe..
Tidak hanya itu saja, banyak orang tidak cermat dalam menggunakan kata-katanya dalam memberikan sebuah pernyataan. Sebenarnya, harus kita pahami bahwa persoalan yang belum jelas jangan terlalu cepat untuk di hakimi atau di tanggapi.Â
Ingat! Apa yang masih ada di dalam pikiran, itu sepenuhnya milikmu. Namun, bila terlontar keluar. Ia menjadi milik si pendengar. Untuk mengatakan tidak jadi anda sudah tidak bisa lagi. Lidah tidak bertulang. Ia sering jadi sumber masalah. Tapi, jarang bisa menyelesaikan masalah.
Apakah yang dimaksud dengan kebenaran? Bisakah kita mendapatkan kebenaran? Jawabannya, tergantung dari sudut mana kita melihat kebenaran itu. dalam kajian Filsafat Ilmu ada beberapa teori. Apa saja?
1. Teori korespondensi
Kebenaran terjadi apabila ada kesesuaian antara peryataan dan kenyataan. Atau sesuai Fakta. Contohnya, Jakarta adalah Ibu kota Indonesia. Ini benar karena kenyataannya memang begitu. Jadi, harus sesuai dengan kenyataan ya!
2. Teori koheresi atau konsistensi