Huh, akhirnya!
Setelah 3 bulan mengalami stagnasi menulis di Kompasiana, kini tiba saatnya kembali berbagi pikiran melalui tulisan bersama para Kompasianer dan para Pembaca yang setia bersama Kompasiana. Selama 3 bulan pula halaman Kompasiana penulis mengalami kevakuman. Bukannya penulis melupakan Kompasiana. Ya, mau gimana lagi. Penulis harus bermeditasi untuk menyelesaikan naskah bersama penulis lainnya.
Setelah mengikuti sekolah menulis online bersama @ruangkar_ya barulah penulis bisa menyelesaikan naskah selama sebulan. Di sini diajarkan materi tentang menulis yang benar. Jadi, selain bisa menerbitkan buku, kita juga mendapatkan banyak ilmu tentang menulis.
Sekitar 50 orang penulis muda bergabung dalam sekolah menulis tersebut. Â Belajar dan harus berjibaku menyelesaikan tulisan. Tidak semua dari kami berhasil menyelesaikan naskah, Ada juga yang gugur dalam perang menulis kami kala itu.
Buku penulis berjudul "Agar Hidup Lebih Baik". Buku ini tentang belajar dari kehidupan masa lalu yang tak akan pernah kembali lagi. Namun, ada satu hal yang bisa kita lakukan, yaitu belajar darinya agar kehidupan di masa depan lebih baik. Karena siapapun! Aku, Kamu, Dia, Mereka dan Kita semua memiliki kesempatan untuk hidup lebih baik.
Oh iya, penulis tidak sendirian. Seseorang juga berhasil menerbitkan karyanya. Ia adalah teman baik penulis, lebih tepatnya sahabat penulis. Bukunya itu berjudul "Di Bawah Rintik Hujan". Adapun novel yang ia tulis ini berlatar tahun 90-an, berkisah tentang perjalanan hidup seorang gadis bernama Maya. Ia hanya gadis biasa, dari keluarga miskin nan melarat di perkampungan sumatera, tak berpendidikan pula. Ia di paksa merantau jauh ke tanah timur saat masih belia.
"Penjelasan langsung dari penulisnya ya!" terangku.
Kami berharap pemikiran ini bisa bermanfaat untuk kita semua. Yuk, banyak membaca agar wawasan luas seperti mata memandang dan rindu yang menembus jeruji hati yang kokoh. Melanglang buana hingga ujung dunia. begitulah perumpamaanku tentang membaca.