"Ada lebih banyak kebijaksanaan di dalam tubuhmu ketimbang di dalam seluruh filosofimu" -Friedrich NietzscheÂ
Siapa yang tak mengenal Immanuel Kant, terlebih lagi bagi mereka yang mempelajari filsafat dan mereka yang 'berfilsafat'? Seorang filsuf Abad ke-17 dari Jerman yang meyakini bahwa filsafat adalah sumber dan pokok bagi segala ilmu pengetahuan.Â
Beliau juga membagi persoalan kajian filsafatnya ke dalam empat ranah: metafisika, agama, etika, dan antropologi. Dan masih banyak lagi pemikiran-pemikiran penting dan berpengaruh darinya yang turut serta mewarnai perkembangan pemikiran Abad Pencerahan, abad ke-17.Â
Begitu pula, siapa yang tak mengenal Muhammad Hatta, terlebih lagi saudara setanah airnya? Namanya tak akan pernah lepas dari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Wakil Presiden Indonesia yang juga pernah menjadi bagian dari BPUPKI, PPKI, hingga Panitia Sembilan. Nama sosok kelahiran Aur Tajungkang, Bukittinggi ini dijadikan nama jalan di kota Haarlem Belanda, Hattastraat. Diasingkan dari Banda Neira hingga Boven Digul, perjuangannya untuk kemerdekaan Indonesia tak pernah surut.Â
Tapi, untuk mengawalinya, mengapa Kant dan Hatta? Jelas sebuah perbedaan yang kontras, karena di satu sisi Kant terkenal lewat pandangan filsafatnya, sedangkan Hatta terkenal lewat pandangan politiknya.Â
Tapi, sejatinya keduanya sama-sama memahami filsafat dan politik. Kant adalah salah satu orang yang mempopulerkan pandangan Montesquieu terkait pemisahan kekuasaan (Legislatif-Eksekutif-Yudikatif). Beliau mengistilahkannya dengan Trias Politica. Ketiganya dianggap sebagai cabang dari kekuasaan. Kant juga menekankan bahwa politik ada untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani, dan politik ada agar setiap orang puas terhadap pengaturannya.Â
Begitu pun dengan Hatta. Filsafat justru adalah salah satu tema yang paling disukainya dan buku-buku tentangnya banyak mengambil porsi dalam perpustakaan pribadinya. Ketika dalam pengasingannya pun, beliau mengkaji seputar filsafat dan mengajarkannya kepada penduduk setempat.Â
Salah satu karya Hatta adalah Alam Pikiran Yunani, menjelaskan terkait filsafat pada masa Yunani dan ditulis ketika beliau berada dalam pengasingan yang mengerikan di Boven Digul.Â
Mengerikan disini bukan berarti disana beliau mengalami kekejaman, tapi rasa kebosanan yang luar biasa. Lokasinya benar-benar terpencil di tanah Papua, terkurung hutan rimba dan paya-paya bernyamuk.Â
Tanah terdekat yang dapat dijangkau sejauh 50 jam pelayaran dengan kapal motor, yaitu di Tual, Maluku. Disana, satu pondok kecil beratap seng dihuni 14 orang. Persediaan pangan juga terbatas. Dan, tak dapat lagi dilukiskan dengan kata-kata.Â