Mohon tunggu...
Bayu Wikranta
Bayu Wikranta Mohon Tunggu... Freelancer - Tidak suka nulis. Sukanya ngetik.

Tergantung arah angin

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sanksi KPI yang Kerap Tak Berkaca pada Sudut Pandang Orang Awam

18 Mei 2020   21:47 Diperbarui: 18 Mei 2020   21:54 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi - https://www.memecomic.id/ 

Beberapa waktu lalu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberikan sanksi berupa teguran tertulis kepada Televisi Republik Indonesia (TVRI), setelah program acara Jendela Dunia kedapatan menayangkan adegan ciuman bibir antara pria dan wanita. Tayangan tersebut disiarkan pada 8 April 2020 di pagi hari pukul 09.44 WIB. 

KPI setelah melaksanakan rapat pleno, memutuskan program acara Jendela Dunia melanggar aturan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) tahun 2012. Ada delapan pasal yang dilanggar, terkhususnya pasal pembatasan dan larangan siaran yang bermuatan seksual. Pihak TVRI sendiri sudah merespon dengan surat permintaan maaf atas kelalaian dalam menayangkan program acara mereka.

Pelanggaran tayangan yang dilakukan stasiun-stasiun televisi, lalu diikuti sanksi dari KPI adalah dinamika dunia siaran yang sudah terjadi dari waktu ke waktu. Bagaimanapun, KPI selama beberapa tahun belakangan dalam menjalankan tugasnya seakan kurang mendapatkan dukungan yang baik di masyarakat. Sekalipun dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), yang mereka gunakan sebagai acuan dalam menjalankan aktivitas pengawasan, masyarakat mempertanyakan keputusan atau sanksi yang diberlakukan KPI pada kasus-kasus pelanggaran siaran tertentu. Kemungkinannya ialah masyarakat yang tidak paham bagaimana atau selayaknya siaran itu harus ditayangkan, atau KPI yang menerapkan pedoman siaran dengan tidak berkaca pada sudut pandang orang awam.

Sebagai konteks awalan, KPI menjadi perbincangan luas atau viral pertama kali dengan isu sensor pada tayangan kartun disalah satu stasiun swasta beberapa tahun lalu. Masyarakat begitu geram, mempertanyakan posisi dan regulasi KPI, sampai munculnya narasi-narasi #BubarkanKPI pada media sosial maupun internet secara keseluruhan. Ini dapat digadang menjadi pemantik utama dalam keberlangsungan lembaga penyiaran KPI dan stigma masyarakat pada mereka sampai sekarang. Melihat dari kasus program acara Jendela Dunia, KPI terasa tepat dalam menegakkan sanksi pada TVRI (walau adegan ciuman tersebut sudah terlanjur tersiar). Dibandingkan sensor yang tidak masuk akal pada atribut tayangan kartun, kali ini masyarakat sudah pasti lebih setuju dan tidak mempermasalahkan penerapan regulasi KPI. Sejatinya benar, tapi tetap ada beberapa hal menarik untuk didiskusikan lebih lanjut. 

Dengan pengamatan sederhana melalui beberapa media sosial seperti Instagram, dan Youtube, pendapat masyarakat pada KPI untuk kasus Jendela Dunia ini tetap beragam. Beberapa ada yang mendukung dan mengapresiasi tindakan KPI pada TVRI, tidak sedikit juga yang membandingkan tayangan dengan pelanggaran yang lebih parah (sinetron dan talkshow gosip) tanpa KPI melakukan sanksi apapun. Ada yang merasa bahwa adegan ciuman tersebut merupakan perwujudan tanda kasih sayang, sampai kembali munculnya bahasan masa lampau mengenai sensor pada kartun yang begitu kontroversial. 

Foto Ilustrasi - https://www.memecomic.id/ 
Foto Ilustrasi - https://www.memecomic.id/ 

KPI sudah melaksanakan kegiatan mereka sebaik mungkin, tapi apresiasi dari masyarakat nampaknya belum sepadan. KPI yang menyediakan regulasi sebagai acuan penayangan program untuk stasiun-stasiun televisi, membuat tidak sedikit stasiun televisi bermain aman (agar tidak terkena sanksi), yakni dengan melakukan sensor-sensor tayangan dengan kurang pertimbangan. Efeknya meluas sampai pada titik dimana masyarakat lebih memilih untuk tidak menonton televisi lagi. Wajar saja, lembaganya sudah penuh stigma, tayangan yang diberikan tidak menarik (bisa akibat sensor), serta penerapan regulasi yang terasa kurang adil dan masuk akal.

KPI yang kini berusia hampir 18 tahun dan telah pengalami penggantian kepengurusan sebanyak 5 periode, tidak hanya berurusan pada siaran-siaran untuk konsumsi publik. Permasalahan kompetensi dan kinerja yang muncul dipantik bukan dari tubuh internal KPI semata, melainkan adanya kontestasi ekonomi politik yang melibatkan elit stasiun televisi, pemerintah, dan lembaga-lembaga penyiaran lainnya. Beberapa diantaranya seperti masalah dalam memilih keanggotaan KPI, stasiun televisi swasta yang tidak setuju dengan RUU yang menempatkan KPI sebagai lembaga regulator penyiaran, ditambah pemerintah yang tarik ulur dalam mengoptimalisasi kekuatannya pada UU Penyiaran. KPI kini malah semakin tersudut oleh masyarakat luas dibawahnya ketika menjadi salah satu pilihan tempat peraduan terakhir. Tapi KPI masih punya waktu dan jalan untuk memperbaiki semuanya. 

Jika permasalahan ditingkat atas terasa rumit dan berkelanjutan, mulai saja terlebih dahulu untuk kembali mengambil hati dan persepsi yang baik dari masyarakat. Masyarakat dengan jumlah besar akan selalu menjadi penggerak mumpuni dalam hal apapun. KPI harus menjadi lembaga yang semakin memihak dan mewakili masyarakat dengan memastikan penyelenggaraan penyiaran berjalan dengan sehat, berkeadilan, dan bermanfaat. Sehat tanpa harus mengawasi tayangan dengan sifat-sifat totalitarian, berkeadilan untuk statiun televisi dan penikmatnya, serta melihat tayangan bermanfaat atau tidaknya dengan gambaran yang lebih luas. Poin-poin ini harus diimplementasikan kepada publik secara matang, sehingga masyarakat benar-benar disungguhkan dengan tayangan yang berkualitas, tanpa adanya pengurangan-pengurangan isi konten yang diperdebatkan, dan kembalinya dukungan serta persepi baik dari masyarakat kepada KPI sebagai lembaga regulatornya.

Sumber :

Cnnindonesia.com. (2020, 30 April). Ditegur KPI Soal Cuplikan Ciuman Bibir, TVRI Minta Maaf. Diakses pada 4 Mei 2020 melalui https://www.liputan6.com/citizen6/read/3924215/5-cara-menulis-daftar-pustaka-dari-internet-wajib-tahu-agar-tidak-salah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun