Pada era sekarang, hukuman mati diberlakukan dan sudah dieksekusi untuk terpidana narkotika dan terorisme. Hukuman mati merupakan sikap tegas dari pemerintah dan untuk menjaga kewibawaan hukum serta memberikan keadilan bagi masyarakat. Masyarakat masih menunggu keberanian dari hakim-hakim untuk menjatuhkan vonis hukuman mati dan mengeksekusi terhadap terpidana korupsi.
Korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Efek dari korupsi sangat menyengsarakan masyarakat. Butuh komitmen dari pemerintah untuk menjaga pejabat-pejabatnya agar terbebas dari korupsi. Masyarakat menunggu pemerintahan yang bersih, jujur dan adil. Masyarakat masih menunggu siapa koruptor yang akan dieksekusi hukuman mati. Apakah ada? Apakah pemerintah akan berani? Butuh waktu untuk menjawab itu.
Pertanyaan-pertanyaan itu tidak akan terjawab dengan memuaskan dan tidak akan ada koruptor yang dihukum mati. Ketika Covid-19 melanda Indonesia sekarang ini, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mewacanakan untuk membebaskan beberapa narapidana korupsi yang berusia di atas 60 tahun. Alhamdulillah pemerintah sangat memperhatikan nasib koruptor. Nah apakah pemerintah juga memperhatikan nasib narapidana lain dengan kasus biasa dan orang biasa.
Enak sekali nasib koruptor di Indonesia. Korupsi sebesar-besarnya dan nikmatilah sepuas-puasnya. Kalaupun tertangkap belum tentu dipenjara. Kalaupun dipenjara, pasti akan mendapat keringanan dari pemerintah dan menjadi prioritas mendapatkan pengurangan hukuman.
Disetiap musibah pasti akan ada hikmah. Bencana Covid-19 ini akan membukakan mata masyarakat, dimana letak pemerintah dan berpihak kemana pemerintahan sekarang ini. Koruptor akan bebas ketika Covid-19 belum tuntas diselesaikan pemerintah. Pemerintah sangat fokus dan menyenangkan koruptor. Berbanding terbalik dengan tenaga medis yang alat pelindung diri saja belum dipenuhi sesuai standar medis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H