Fenomena jurnalisme online di Indonesia beberapa tahun belakangan ini memang menjadi “trend” tersendiri dikalangan pewarta Indonesia. Kemunculan portal-portal berita online menjadi salah satu sebab mengapa jurnalisme ini tumbuh menjamur seakan tak terbendung di era kemajuan teknologi dan Informasi saat ini.
Pada Jumat, 17 Maret 2017 kemarin tepatnya pada kelas Jurnalisme Online saya tertarik dengan beberapa materi yang disampaikan oleh pembicara tamu yang diundang untuk sharing pengalamannya berdinamika di media, khususnya media online. Giras Pasopati, salah satu alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta ini, melakukan sharing menganai pengalamannya bekerja di www.ccnindonesia.com melalui media skype dengan mahasiswa di kelas Jurnalisme Online.
Diawal pertemuan Giras menjelaskan dahulu apa itu jurnalisme Online. Jurnalisme adalah pekerjaan mengumpulkan dan menulis berita di media massa cetak atau elektronik; kewartawanan. Daring atau online yaitu dalam jaringan, terhubung melalui jejaring komputer, internet, dan sebagainya. Namun itu menurut KBBI, padahal menurutnya dikenyataan proses pengaplikasian jurnalisme online itu tidak sesimpel ada yang didifinisikan KBBI. Banyak tahapan lain yang dilakukan oleh media hingga berita yang disampaikan bisa disampaikan ke khalayak.
Di era kemajuan teknologi saat ini, mungkin sebagian besar khalayak lebih memilih mencari sebuah infoemasi melalui media digital. Selain simpel, informasi yang disampaikan juga up to date.Nah, inilah yang menjadi salah satu tantangan dalam jurnalisme online, kecepatan update berita dengan media sebelah kadang menjadi petaka apabila tidak dilakukan secara sesuai kaidah dan norma yang berlaku. Giras menjelaskan bahwa jurnalisme online adalah seni meramu 10 elemen tersebut dan menyajikannya kepada publik melalui media daring yang terus berinovasi. Berikut sepuluh elemen jurnalistik menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel :
- Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran
- Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga
- Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi
- Jurnalis harus tetap independen dari pihak yang mereka liput
- Jurnalis harus melayani sebagai pemantau independen terhadap kekuasaan
- Jurnalisme harus menyediakan forum bagi kritik maupun komentar dari publik
- Jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting itu menarik dan relevan
- Jurnalis harus menjaga agar beritanya komprehensif dan proporsional
- Jurnalis memiliki kewajiban untuk mengikuti suara nurani merek
- Warga juga memiliki hak dan tanggung jawab dalam hal-hal yang terkait dengan berita
Di Indonesia jurnalisme online memang bisa dikatakan baru ada sejak tahun 90an. Pada tahun 2014 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia merilis publikasi berjudul Media Online: Pembaca, Laba, dan Etika yang ditulis kedua awaknya, J. Heru Margianto dan Asep Syaefullah. Dalam publikasi itu disebutkan, media pertama yang tercatat hadir di internet adalah Republika Online (ROL - republika.co.id). Menurut laman profilnya, media ini tayang dua tahun setelah Harian Republika terbit, tepatnya pada 17 Agustus 1995.
Menurut Giras Era media baru saat ini sedang nongkrong di Indonesia. Media ini menawarkan ‘sensasi’ baru dalam menikmati sajian fakta yang diramu dengan laman interaktif, infografis, animasi hingga laporan khusus ‘longform’. Produk ini mengedepankan user interface sesuai perkembangan teknologi dan kedekatan interaksi dengan publik melalui sosial media, aplikasi dan gadget. Media baru ini antara lain, Katadata.co.id, CNNIndonesia.com, Beritagar.id, Tirto.id, Kumparan.com.
Longform, mungkin terdengar sangat asing di telinga kita. Longform merupakan cabang jurnalisme yang didedikasikan untuk artikel yang lebih panjang dengan jumlah konten beragam sisi. Biasanya artikel longform memiliki antara 1.000 dan 20.000 kata. Artikel longform seringkali mengambil bentuk penulisan nonfiksi kreatif atau jurnalisme sastrawi. Di Indonesia, gaya ini sudah mulai diaplikasikan di Beritagar.id, CNNIndonesia.com, dan Tirto.id.
Munculnya era artikel longform dalam jurnalisme online memberikan kesempatan lebih bagi para pelaku “jurnalisme baru”. Tom Wolfe, wartawan-cum-novelis, pada tahun 1960-an memperkenalkan genre jurnalistik bernama “new journalism” (jurnalisme baru). Pada tahun 1973, Wolfe dan EW Johnson menerbitkan buku antologi berjudul The New Journalism berisi narasi-narasi terkemuka dari generasi penulis antara lain Joan Didion, Truman Capote, Jimmy Breslin, dan Hunter S. Thompson.
Jurnalisme sastrawi adalah satu dari setidaknya tiga nama genre jurnalistik yang berkembang kemudian. Di mana reportase dikerjakan dengan mendalam, penulisan dilakukan dengan gaya sastrawi, sehingga hasilnya enak dibaca. Genre ini berbeda dari reportase sehari-hari karena dalam bertutur menggunakan adegan demi adegan (scene by scene construction), reportase yang menyeluruh (immersion reporting), menggunakan sudut pandang orang ketiga (third person point of view), serta penuh dengan detail. Gaya jurnalisme ini mulai menarik banyak perhatian pembaca.
Contoh dari jurnalisme baru longform :
Seperti yang saya sampaikan di awal bahwa media Online memiliki tantangan yang cukup sulit dilakukan apabila kita tidak terbiasa menjalaninya. Tantangan tersebut yaitu :
- Kecepatan, seringkali persaingan kecepatan antar media online membuat akurasi diabaikan. Kecermatan dan ketegasan redaksional sangat penting untuk memilih berita layak unggah. N
- Kedangkalan Berita, seringkali, hanya demi mengejar klik, media online mengunggah berita yang minim esensi, tapi penuh sensasi. Hal ini sebenarnya juga membahayakan kualitas literasi masyarakat. Contoh