[caption id="attachment_294219" align="alignleft" width="202" caption="Bayu S. Hidajat - Gosali Pamor Siliwangi (GPS)"][/caption] [caption id="attachment_294283" align="alignleft" width="200" caption="Amas Sambas - Gosali Pamor Siliwangi (GPS)"][/caption] Pada hari Kamis, tanggal 14 Oktober 2010, bengkel seni tosan aji Gosali Pamor Siliwangi, kembali kedatangan tamu dari komunitas pencinta Kujang dan Pencak Silat, Tangtungan Project, Jakarta. Tangtungan Project Communitty yang diwakili oleh, Bama Putra, Yossy, Ispri, dan Yanto, kali ini sedang mencari identitas mengenai Kujang, yaitu senjata pusaka milik masyarakat Jawa Barat. Saya dan rekan-rekan dari GPS: Amas Sambas, Wachid, Septian, dan Rudini, menyambut dan mendukung baik gagasan dari Tangtungan Project. Dengan senang hati kami menyambut proses pengambilan gambar yang dilakukan dari pukul 07:00 sampai dengan pukul 16:00, di Gosali Pamor Siliwangi, Kampung Lio, Ciwidey, Kabupaten Bandung. Seperti biasanya pada proses pembuatan ini, Saya bertindak sebagai pengarah teknis pembuatan material, Amas Sambas sebagai Pandai, Wachid dan Rudini sebagai Panjak serta Septian sebagai juru puput. Untuk sementara tayangan video singkat ini sudah dipublikasikan pada Group Komunitas Tangtungan Project dan anda dapat menyaksikannya dengan Klik disini. Sejarah Singkat dan Profil GPS Sejak GPS didirikan, 17 Agustus 1996, waktu itu ideanya datang dari saya sendiri dan disambut serta didukung penuh oleh Susanto Widjaja dan Sri Sulastri Anggraini, terutama dari sisi idealisme dan financial. GPS punya misi dan idealisme yang pertama adalah research project untuk membangkitkan kembali budaya pembuatan material Baja Pamor (Damascus Steel) yang langsung diaplikasikan pada senjata etnis Jawa Barat, Kujang. Waktu itu istilah kami adalah "Kujang Pamor", Budaya pembuatan senjata kujang pamor, pada saat itu di Jawa Barat, sudah punah. Saya dan rekan-rekan GPS merasa peduli untuk melestarikan budaya ini di Jawa Barat. Alasan saya sangat sederhana sekali, pada waktu itu. Pertama budaya pembuatan material baja pamor, begitu pesatnya berkembang di Eropa dan Amerika. Kedua dan senjata etnik Kujang begitu memiliki nilai estetika dan sarat akan nilai budaya dan philosophic, khususnya bagi masyarakat Jawa Barat. Sudah sepantasnya saya melestarikannya budaya ini khususnya Baja pamor dan Kujang Pamor. Sebelum kami melakukan research sekitar tahun pertengahan 1995, saya sempat bertemu dengan para sesepuh sunda di Bandung diantaranya adalah, Bapak dan Ibu-ibu sesepuh Sunda diantaranya adalah: Pemda Jabar, Gedung Sate., Tatang, Ali Hassan, dan Eddy, dari Kodam III Siliwangi, Kepala Museum Wangsit Mandala Siliwangi, Kepala Museum Sri Baduga, Cece dan Indon (Cucu Rd. dewi Sartika) dari Yayasan Sejarah Timbanganten, serta tokoh masyarakat lainnya yang tidak disebutkan satu persatu. Waktu itu yang paling realistis datang justru dari Kodam III Siliwangi, saat itu Pangdamnya di Jabat oleh May. Jend. Tayo Tarmadi. Beliau waktu itu menempatkan saya sebagai pembuat cindera mata resmi Kodam III Siliwangi, berupa "Kujang Pamor". Sumbangsih dan support Kodam III Siliwangi ini saya abadikan dalam sebuah ornamen ukiran Kujang Pamor, produk pertama GPS, yang dibuat khusus untuk ukuran display dengan ornamen "Macan Kuru", Ukiran pertama dibuat oleh Atep dan dilanjutkan oleh Jajang Toed. Perkembangan GPS dan Kujang Pamor Walaupun mungkin lambat dalam pengembangannya tetapi GPS saat ini telah melahirkan Amas Sambas, sebagai Mpu Pertama yang sekaligus pendiri yang masih tetap eksis untuk pengembangan GPS, Achid sebagai Mpu Kedua. Saat ini GPS sedang menggembleng Rudini (21 tahun) dan Heru Tosan Ajie yang saat ini masih duduk di bangku SMPN 1 Pasirjambu Ciwidey kelas 3, tiada lain keduanya adalah putra dari pasangan Bpk. Amas Sambas dan Ibu Sopiah. Hampir sebagian besar kujang pamor yang ada sekarang, dibuat di daerah Ciwidey, ini merupakan kebanggan tersendiri bagi kami dan rekan-rekan GPS. Tercatat diantaranya adalah Kang Dadang Caribow, Teddy Permadi, Jajang Rambo, dan seniman lainnya telah turut mengembangkan material baja pamor (damascus steel) dan Kujang Pamor. Data ini kami pantau dari perajin ukiran Jajang Toed, didaerah Ciwidey, yang banyak menerima pesanan pembuatan sarung berukir dari bahan kayu. GPS sedang mengembangkan material bahan dasar baja pamor lainnya sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh para penggemar dan pencinta baja pamor dan kujang pamor. Ketika kami berbincang dengan Bama Putra dari Tangtungan Project, beliau memberi saran kepada kami bagaimana agar dari sisi biaya kujang pamor dapat terjangkau oleh seluruh lapisan msyarakat. Saya menjawabnya dengan tegas pertanyaan realistis dari Bama Putra. GPS akan mengembangkan material baja pamor dari material barang bekas (recycling produk) atau produk daur ulang, tanpa menghilangkan nilai estetika dari material baja pamor yang merupakan bahan penting dari baja pamor tersebut. Perkembangan di bidang Material Science & Engineering, memungkinkan kita untuk melakukan ini. Kami bangga dengan gagasan Tangtungan Project yang sangat realistis. Dibalik ini semua GPS dan Tangtungan Project, ingin Kujang Pamor ada dihati seluruh masyarakat Jawa Barat secara khususnya dan bangsa Indonesia pada umunya, bahkan mungkin mimpi kami Kujang Pamor akan dikenal secara global, tidak saat ini bangsa lain lebih mengenal senjata etnik Kukri dari resimen Gurkha, dari pada kujang pamor, pada hal dari sisi estetika, fungsi, dan anatominya jelas memiliki keunggulan tersendiri. Harapan dan Mimpi GPS GPS punya harapan agar kujang pamor ada dihati masyarakat Jawa Barat pada khususnya. Masyarakat harus mengenal, menegetahui, secara utuh mengenai Kujang Pamor. Pusaka ini adalah milik kita bersama masyarakat Jawa Barat. Kita wajib melestarikan dan bahkan mengembangkan budaya warisan para leluhur terdahulu dan harus tetap terpelihara untuk generasi muda yang akan menggantikan kita semua. Seniman, Budayawan, Akademisi, Praktisi, Tokoh masyarakat dan LSM, sudah saatnya bersatu menuangkan idea yang bebas, jujur, santun dan kreatif, tentang kujang pamor. Berikan mereka kebebasan untuk berkreasi tentang kujang pamor. Biarkan orang-orang muda untuk kreatif, kebetulan saat ini kujang pamor belum ada pekem yang jelas. Biarlah kreasi orang muda mendapat tempat dan dihargai di mata masyarakat. Sebagai ilustrasi mengapa budaya keris terpelihara dengan baik di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Salah satunya para seniman dan orang-orang yang memiliki minat dan perhatian pada budanya keris begitu diberi kebebasan dalam berkreasi. Para Mpu terdahulu tetap dihormati dan dihargai tetapi para Mpu Muda juga diberi kesempatan berkarya dan berkreasi. Dari sini lah lahir Keris Kamardhikaan, yang secara garis besar adalah keris-keris yang dibuat setelah Era Kemerdekaan. Kita haruslah jujur kemampuan seseorang tidak dilihat dari sisi usia, begitupun ilmu pengetahuan begitu jujur dan penuh etika. Untuk itu GPS akan berbagi dengan dengan siapapun juga yang tertarik dengan teknik pembuatan baja pamor yang diaplikasikan pada Kujang Pamor. Komitment inilah yang ada dihati kami para pendiri dari GPS sebab jika ini berkembang kelak di Jawa Barat akan lahir Mpu-Mpu muda yang lebih creative dan inovative. Saat ini dengan segala kerendahan hati GPS hanya memberikan dasar pengetahuan tetapi kelak pengetahuan ini harus lebih berkembang ditangan generasi penerusnya. Insya Allah budaya kujang pamor, akan terpelihara dan tetap lesatari. GPS tidak akan patah arang dalam mengembangkan budaya teknik pembuatan kujang pamor, sesuai dengan kemampuan kami tentunya secara bertahap dalam pengembangannya, walaupun dalam perjalanannya ada rintangannya, kami menganggapnya adalah bagian dari perjuangan dan proses dalam menuju perkembangan kearah kedewasaan. Saran dan bantuan apapun dari pihak manapun akan kami terima dengan sukacita dan senang hati. Mungkin para pemerhati bisa bayangkan, ketika saya ingin menerbitkan sebuah buku pada sebuah penerbit saya diminta untuk mencari sponsor. Penerbit memberikan alasan ini karena buku ini sudah dapat dipastikan tidak akan laku dipasaran. Untuk itulah GPS menyambut baik setiap komunitas pencinta Tangtungan Project untuk mengajak bersama memecahkan persoalan ini. Saya tidak akan menyalahkan siapapun mungkin Tangtungan Project memiliki komunitas yang sangat luas dan dari berbagai lapisan. Memang kalau kita sepakat dan menempatkan Kujang Pamor ini sebagai warisan budaya Masyarakat Jawa Barat, tentu saja Pemda Jawa Barat yang seharusnya melindungi budaya ini bahkan kalau perlu sampai ketaraf mematenkan Kujang Pamor, sebagai warisan dan milik Masyarakat Jawa Barat. Jangan sampai kelakmenjadi kebakaran jenggot manakala budaya ini di klaim oleh Malaysia (Mohon maaf bukan saya berpikiran dan syakwasangka negative). Dasar ini karena saya tahu percis bagaimana budaya dipelihara dengan baik di malaysia, ini pengalaman kami ketika saresahan Keris kamadhikaan di Bentara Budaya, jakarta. Betapa teraturnya system disana. Masyarakat, akademisi dan pemerintah, memiliki kecintaan dalam memelihara budayanya dan ini merupakan cerminan bangsa yang maju dan berbudaya. Untuk itu GPS mengajak kita semuanya khususnya komunitas Tangtungan Project, untuk memulai menyebarkan dan memelihara dan mencintai budaya Kujang Pamor. Dengan segala kerendahan hati Saya dan Amas Sambas serta crew GPS, mengucapkan terima kasih untuk liputan video ini. semoga tayangan video ini dapat membuka mata hati kita untuk melestarikan dan mengembangkan budaya kujang Pamor dan baja pamor. Niat dan itikad baik rekan-rekan budaya pamor, itu sangat positive, dan memiliki idealisme tinggi. Saya yakin Kang Bama, Yossy, Ispri dan Yanto, bisa bekerja penuh semangat, strategy dan management yang profesional akan membawa kami kedalam membangkitkan masyarakat Jawa Barat dalam mencintai, melestarikan dan mengembangkan budaya Kujang Pamor dan Baja Pamor. Dengan segala kerendahan hati dari gubuk sederhana yang selama ini kami jadikan sebagai tempat kami berkreasi dan berkarya, Kami: Bayu S. Hidajat, Amas Sambas, Wachid, Rudini, dan Septian, mengucapkan terima kasih untuk liputan Tangtungan Project. Saran dan kritik tetap kami perlukan setelah membaca artikel ini. GPS sadar dengan kritik yang membangun GPS akan semakin besar dalam merajut ilmu dan berbagi pengetahuan. Saya lebih suka menulis, Kang Bama, dan terbukti seperti yang anda katakan bicara didepan kamera, perlu dilatih dan jam terbang kali, yaa ?!, karena "keterbatasan bakat" saya .... Kali ini saya tuntaskan artikelnya, Kang, walaupun sambil ngantuk....hehhehehhe........Terima kasih :-)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H