Keriuhan kecil terjadi di minggu pagi yang cerah itu. Ayah akan mengajak Robi sekeluarga untuk jalan-jalan. jangan salah, ini bukan jalan-jalan biasa. Ini jalan-jalan dengan mobil baru. Ya, Ayah baru saja membeli mobil baru. Tentu saja Robi amat menantikan momen ini. Demikian juga dengan Mama dan Andi, adik Robi.
Ada sedikit rasa gelisah dalam hati Robi di balik keceriaan pagi itu. hari senin besok ada ulangan biologi di sekolah. Hari minggu ini semestinya bisa dimanfaatkan Robi untuk mengulang dan membaca kembali pelajaran yang mungkin keluar saat ulangan besok. Tapi, Robi juga tidak ingin melewatkan kesempatan untuk jalan-jalan dengan mobil baru.
Robi sendiri sudah bilang kepada Ayah dan Mama kalau besok ada ulangan dan mencoba menawarkan alternatif hari lain untuk jalan-jalan dengan mobil baru. Namun, Ayah dan Mama sepertinya sudah bulat tekadnya untuk tetap pergi di hari minggu ini. Apalagi Andi terus menerus merajuk supaya hari minggu ini bisa jalan-jalan.
“Mah, hari ini mau ke puncak kan? Jadi kan mah?” rajuk Andi
“yahh .. jangan ke puncak dong mah. Nanti pulangnya kemaleman. Belum macetnya lagi. Robi kan besok mau ulangan. Nanti ga sempet belajar dong ..” Robi mencoba mengutarakan rasa keberatannya.
“iya .. iya .. nanti kita lihat dulu di jalan. Semoga aja ngga macet,” kata Mama mencoba netral.
“asyik hari ini jadi ke puncak .. hore .. hore .. syalala ..” ujar Andi setengah bersorak dan berjoget dengan senangnya tanpa peduli dengan Robi yang sedikit khawatir.
“hu uh .. pokoknya Robi ngga mau ke puncak. Robi ga mau pulang kemaleman. Kan kita bisa pergi ke gramedia mah. Robi juga pengen beli kaset dan video game. Awas pokoknya kalo jadi ke puncak ..” sahut Robi sambil bersungut-sungut dengan sedikit kesal.
“emang kamu belum belajar rob. Adik kamu pengen banget ke puncak. Mama dan papa juga pengen sih refreshing ke puncak biar adem. Masa mau ke kota mulu sih ..”
“tapi kan Robi besok mau ulangan mah. Robi kan mau baca dan ngulang pelajaran dikit biar besok siap dan bisa ngerjain soal ulangan. Apalagi ini pelajaran biologi, banyak yang musti dihapalin .. kalo kemaleman pulangnya takutnya ga sempet belajar. Capek juga lagi ..”
“ya udah coba kamu bawa deh buku biologinya .. siapa tau bisa baca di jalan atau bisa baca di puncak sana .. kan suasananya adem tuh. Gimana rob?”
Tanpa menjawab pertanyaan Mamanya Robi ngeloyor ke kamar mAndi. Robi semakin gondok saat melihat adiknya masih bersenandung riang, merasa keinginannya akan dituruti oleh Mama dan Ayah. Tampaknya Robi kesal karena Mama lebih memperhatikan adiknya ketimbang dirinya. Padahal Robi merasa bisa membuat Ayah dan Mama bangga apabila besok bisa mendapatkan nilai ulangan yang bagus. Tentu saja untuk mencapai itu, Robi harus mempersiapkan diri dan belajar hari ini.
“awas kamu ya Andi .. pokoknya Robi ga mau ke puncak. Biarin aja nanti mau pulang sendiri kalo jadi ke puncak .. mau di rumah aja. Ulangan besok kan lebih penting ..” gumam Robi dalam hati.
Saat ini Robi memang sedang semangat-semangatnya belajar. Robi masih terbawa semangat karena baru saja diterima di SMA negeri yang lumayan favorit di kotanya. Sebagai murid baru di sekolah yang baru dan dengan teman-teman baru, Robi seperti menemukan semangat baru. Robi langsung bertekad untuk selalu giat belajar dan berusaha untuk mendapatkan nilai yang bagus. Sekaligus juga menjadi kebanggaan bagi Ayah dan Mamanya. Kekhawatiran yang ditunjukkannya pagi ini seolah sedikit menggambarkan semangatnya itu.
***
Keluarga Robi pun berangkat dengan mobil barunya. Ayah duduk di depan di samping pak kusir yang sedang bekerja .. eh kok malah nyanyi sih. Ayah memang sengaja menyewa supir yang masih tetangga karena belum bisa menyetir sendiri. Mama dan Andi duduk di bagian tengah sedangkan Robi di bagian belakang mobil yang kursinya menyamping seperti angkot. Robi mencoba membolak-balik halaman bukunya tapi agak sulit buatnya membaca di saat mobil sedang melaju seperti ini.
Ayah dan Mama masih belum jelas menentukan tujuan kepergian ini. buat Ayah kemana aja ga masalah, yang penting semua bisa mencoba mobil baru.
“jadinya mau kemana ini pak?” tanya bang supir kepada Ayah seolah mengingatkan kalo sedari tadi Ayah dan Mama belum menyebut tujuan kepergian ini. oiya, Ayah dan Mama biasa menyebut bang udin kepada supir tetangga mereka ini. bang udin biasa membawa truk pasir atau mobil bak terbuka untuk salah satu toko bangunan.
“gimana mah, jadinya mau kemana hari ini?”
“pengennya sih ke puncak yah, tapi Robi ga mau katanya besok mau ulangan. Robi pengennya nyari kaset dan game ke gramedia, katanya.”
Robi hanya mendengarkan saja sambil masih mencoba membaca beberapa baris kalimat dalam buku biologinya. Meskipun sebenarnya agak sulit buat Robi untuk menghapal, Robi tetap berusaha membacanya.
“kan katanya tadi mau ke puncak yah. Iya kan mah ..” Andi ikut nimbrung yang justru membuat Robi makin gelisah.
“jadi gimana rob? Mama dan Andi pengennya ke puncak. Yah .. semoga aja ga macet jadi bisa cepet pulang ..”
Robi tidak menjawab dan wajah murungnya semakin gelisah. Ayah pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke puncak. Keputusan yang membuat hati Robi semakin mangkel dan gondok. Berbeda dengan Andi yang terlihat begitu bergembira seolah tidak peduli dengan kegelisahan kakaknya.
“ya udah bang, kita jadi ke puncak”
“oiya yah .. Mama ada perlu pengen beli makanan ringan buat di jalan bisa mampir sebentar ga di toko depan sana?”
“ya udah kita berhenti dulu di depan ya bang udin.”
Melihat gelagat ini muncul ide di benak Robi, hatinya sudah bulat. Kebetulan, saat itu mereka belum terlalu jauh dari rumah mereka. Dan, saat mobil mereka berhenti dan parkir di pinggir jalan, Robi buru-buru keluar dari mobil melalui pintu belakang.
“udah deh mah .. Robi mau balik pulang aja. Mau belajar di rumah aja.”
Brekk .. pintu mobil pun tertutup. Ayah dan Mama hanya dapat melihat punggung Robi yang telah berjalan balik ke arah rumah.
“Robi .. kamu mau kemana ..” seru Ayah dengan setengah berteriak. sementara Mama yang memang sudah turun dari mobil untuk membeli keperluannya tak kalah kagetnya.
Ayah dan Mama pun kaget tidak menyangka Robi akan bertindak nekat seperti itu. antara kaget, sedih, dan sedikit kesal melihat kelakuan dan kekerasan hati Robi. Hari yang semestinya menjadi hari yang spesial buat mereka menjadi buyar seketika. ada sedikit rasa sesal juga dalam hati mereka.
“Mama pergi aja deh sama Andi, biar Ayah nyusul Robi.”
Ayah pun segera berjalan menyusul Robi, sementara Mama dan Andi tetap pergi ditemani oleh bang udin. Robi berjalan dengan hati yang agak lega namun tetap diliputi oleh rasa kesal. Perasaannya seolah berkata Ayah dan Mama tidak adil dan tidak mau mendengarkan keinginannya. Ayah hanya mengikuti tak jauh di belakang Robi. Kunci rumah telah dipegangnya. Ada sedikit rasa sesal dan bangga dalam hati Ayah namun Ayah tetap tidak suka dengan cara Robi yang seolah tidak mau kompromi.
Hari yang semestinya indah itu ternyata berjalan tidak seperti yang mereka bayangkan sebelumnya. Sebuah pelajaran telah mereka dapati untuk bisa lebih saling memahami di antara mereka sebagai sebuah keluarga.
***
Kini setelah sekian lama berlalu, Robi tetap tidak akan pernah melupakan kejadian unik itu. penyesalan timbul dalam hatinya kini saat menyadari dirinya yang saat itu begitu keras hati sampai-sampai mengabaikan keputusan Ayah dan Mamanya. Tapi, kekerasan hatinya itu pula yang membuatnya teguh dalam menggapai cita-citanya. meskipun belum seluruh dari obsesinya yang bisa diraih sampai saat ini, namun keteguhan hatinya tetap mendekatkannya pada tujuan besar dalam hidupnya.
Hanya satu kata, “tetap berjuang sampai akhir.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H