Lahan basah adalah ekosistem unik yang mencakup berbagai jenis lingkungan seperti rawa, payau, gambut, dan kawasan pantai yang tergenang air, baik secara permanen maupun periodik. Keberadaan ekosistem ini memberikan manfaat ekologis, ekonomi, dan sosial yang sangat besar, menjadikannya salah satu elemen penting bagi keberlanjutan lingkungan dan kehidupan manusia.
Lahan Basah sebagai Penyangga Ibu Kota Nusantara, pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur yang dikenal sebagai Ibu Kota Nusantara (IKN) merupakan langkah strategis untuk menciptakan pusat pemerintahan baru yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Lokasi yang dipilih sebagian besar berada di wilayah dengan ekosistem lahan basah, seperti rawa, gambut, dan hutan mangrove. Pentingnya Lahan Basah bagi IKN Lahan basah memiliki fungsi ekologis yang sangat penting dalam menjaga stabilitas lingkungan, terutama dalam konteks pembangunan kota besar seperti IKN. Salah satu fungsi utama lahan basah adalah kemampuannya dalam mengendalikan banjir. Kawasan Kalimantan Timur rentan terhadap curah hujan tinggi, dan lahan basah berfungsi sebagai spons alami yang menyerap air berlebih saat musim hujan. Hal ini sangat penting untuk mencegah genangan air yang dapat mengganggu aktivitas perkotaan.
Selain itu, lahan basah di kawasan ini memiliki kemampuan menyimpan karbon dalam jumlah besar, terutama dari gambut. Dengan potensi penyerapan karbon yang signifikan, ekosistem ini membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendukung target IKN untuk menjadi kota berkelanjutan dan rendah emisi. Lahan basah juga menyaring polutan dari air permukaan, sehingga membantu menyediakan sumber air bersih bagi penduduk kota.
Adanya ancaman yang terjadi pada lahan basah dalam penyangga Ibu Kota Nusantara,meskipun memiliki peran penting, keberadaan lahan basah di sekitar IKN menghadapi berbagai ancaman. Perubahan fungsi lahan untuk infrastruktur, permukiman, dan aktivitas industri dapat mengurangi luas lahan basah dan mengganggu fungsi ekologisnya. Pengeringan gambut untuk keperluan konstruksi juga dapat memicu emisi karbon yang signifikan dan meningkatkan risiko kebakaran lahan. Selain itu, eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali dapat merusak keseimbangan ekosistem. Misalnya, hilangnya mangrove akibat pembukaan lahan di kawasan pesisir dapat meningkatkan risiko intrusi air laut ke daratan, merusak kualitas air, dan mengancam produktivitas tanah di sekitarnya.
Strategi Pengelolaan Lahan Basah agar lahan basah dapat terus mendukung pembangunan IKN, diperlukan strategi pengelolaan yang berbasis pada prinsip keberlanjutan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah menetapkan kawasan lahan basah tertentu sebagai zona konservasi yang dilindungi. Hal ini akan memastikan bahwa fungsi ekologisnya tetap terjaga meskipun pembangunan kota berlangsung. Dengan pendekatan berbasis teknologi juga dapat diterapkan untuk memantau kondisi lahan basah secara real-time, misalnya menggunakan teknologi drone atau satelit untuk mendeteksi perubahan lahan. Di sisi lain, kearifan lokal masyarakat setempat, seperti cara tradisional menjaga hutan mangrove dan rawa, dapat diintegrasikan dalam pengelolaan lahan basah. Pemerintah juga harus memastikan bahwa pembangunan infrastruktur di IKN tidak merusak lahan basah secara berlebihan. Misalnya, pembangunan jalan dan gedung harus dirancang dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap aliran air alami dan keberadaan flora serta fauna di ekosistem tersebut.
Untuk memastikan lahan basah dapat terus berfungsi sebagai penyangga lingkungan bagi IKN, diperlukan pengelolaan berbasis prinsip keberlanjutan. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah menetapkan kawasan tertentu sebagai zona konservasi. Kebijakan ini penting untuk melindungi fungsi ekologis lahan basah meskipun pembangunan terus berlangsung. Pendekatan berbasis teknologi juga dapat diterapkan untuk memantau kondisi ekosistem secara berkala.
Teknologi seperti pemetaan satelit dan sensor lingkungan dapat membantu mendeteksi perubahan ekosistem dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Selain itu, pemerintah perlu mengintegrasikan kearifan lokal dalam pengelolaan lahan basah. Tradisi masyarakat setempat, seperti cara menjaga hutan mangrove dan rawa, dapat menjadi inspirasi dalam merancang kebijakan berbasis komunitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H