Mohon tunggu...
Bayu_Al
Bayu_Al Mohon Tunggu... Penulis - Terus Berkarya

Aku selambar daun terakhir, Mencoba bertahan diranting yang membenci angin. ••••••••••••• Aktif Organisasi Sosial dan Pelukis Senjiwanya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menari dalam Simfoni Kehidupan

14 Desember 2023   19:51 Diperbarui: 14 Desember 2023   19:52 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada panggung hayatilah,
kita eksekusi hari ini,
Layar perjalanan terbentang, memuat jalan-jalan yang dijalani.
Seperti setapak kaki yang pergih dan menghilang tak terlihat,
Kita juga tak tentu arah,
terpaut pada takdir yang terjalin.

Kita, manusia yang ada dalam eksistensi ini,
Terjalin menjadi bagian dari perjalanan yang bersemi.
Saling berpaut pada kombinasi wajah kemanusiaan,
Mengukir makna dan jejak di bumi yang kita pijak bersama.

Sebagai potret wayang, kita tampil di panggung hari ini,
Begitu tajam dan terang layar wajah yang memanggil jiwa.
Menjawab panggilan orang-orang yang terwayang oleh dalang-dalang,
Sebuah persembahan untuk mereka yang bertugas membawa cerita.

Namun kita tak hanya menjadi karakter yang diperankan,
Kita juga dalang dalam lakon kita sendiri.
Dalam setiap gerak dan suara yang kita pentaskan,
Kita menjadi pengarang takdir, dalam pertunjukan yang bergema.

Dalam kehidupan ini,
kita bermain wayang sekaligus diwayangkan,
Menyajikan kisah-kisah yang lahir dari setiap penjuru dunia.
Seperti wayang yang di dalangkan, kita pun berperan,
Menampilkan peran yang tak hanya berakhir di atas panggung.

Begitu dalam perjalanan ini,
kita terikat dan saling berhubungan,
Sebuah kontribusi bagi nurani manusia dan dunia yang kita tempati.
Kita eksekusi hari ini dengan makna dan refleksi,
Menari di panggung kehidupan, dengan semua peran yang ada.

Kita lanjutkan perjalanan ini, dengan hati yang tulus dan ikhlas,
Merangkai puisi-puisi perjalanan, tentang kita yang terikat pada jalan-jalan.
Tak pernah terhenti, seperti setapak kaki yang pergih dan menghilang tak terlihat,
Kita terus melangkah,
menyatu dalam irama yang tak terdengar oleh dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun