Terdapatlah kisah di sebuah negeri penyamun. Negeri yang kekayaan alamnya, dirampok habis-habisan. Sebuah negeri yang gemar berhutang, untuk memenuhi hajat hidupnya. Para penguasa serta rakyatnya, doyan suap-menyuap. Mungkin kalau orang tua dan balita, sudah lazim suap-menyuapi. Akan tetapi, praktek suap-menyuap ini, dilakukan negeri penyamun sampai mereka bangkotan. Hanya sebagian kecil penduduk dari negeri penyamun, yang tidak sudi, melakukan kegiatan yang membunuh jiwa mereka.
Dari jutaan penduduknya, negeri penyamun hanya memiliki nol koma nol-nol-nol sekian persen penduduknya yang jujur, bersih, taat dan patuh terhadap aturan negerinya. Selidik punya selidik, kelompok minoritas ini mempunyai rahasia yang mereka pegang teguh. Diajarkan secara terus menerus tanpa henti, terhadap lingkungan terdekatnya. Hal tersebut dilakukan, untuk mencegah perilaku buruk penyakit menular dan sistemik yang sedang dihadapi bangsanya pada waktu itu.
Mereka mengajarkan, bahwa untuk bisa membersihkan diri dan terbebas dari penyakit ganas tersebut, para orang tua yang bijak menganjurkan kepada anak-anak mereka, agar selalu menghindar dari perbuatan korupsi yang dilakukan oleh diri mereka sendiri. Apabila mereka terbukti melakukan perbuatan hina tersebut, maka mereka harus menghukum dirinya sendiri disaksikan oleh keluarga yang mereka cintai.
Hukuman pun beraneka macam dan tergolong berat. Mulai dari potong tangan, hingga membunuh nyawanya sendiri. Haram hukumnya mencari-cari kesalahan orang lain. Mereka yang terbukti bersalah dalam komunitas masyarakat tersebut, harus menanggung derita yang tak terperikan. Dan itu lebih baik untuk menyelamatkan harga dirinya, daripada sibuk kasak-kusuk mencari kambing hitam untuk melemparkan kesalahan kepada orang lain.
Alhasil, dalam jangka waktu satu dekade saja, negeri penyamun berubah menjadi negeri yang tunduk dan patuh terhadap hukum. Negeri ini tidak lagi berani bermain-main dengan kekuasaan. Pejabatnya hidup sederhana. Rakyatnya mewah bergelimang harta. Tapi kemewahan rakyat negeri ini, disumbangkan kepada pejabat-pejabatnya yang jujur, sebagai bentuk terima kasih atas perlindungan keamanan dan kepastian hukum yang mereka terima.
Tapi generasi pejabat negeri bekas penyamun, telah berubah! Mereka tidak lagi memiliki mental-mental korup. Mereka malu akan sejarah masa lalu bangsanya. Mereka ingin membangun peradaban baru, prestasi baru, demi gilang-gemilang kejayaan bangsanya. Dan rakyat pun terharu. Melihat ketulusan sikap pemimpin bangsanya. Mereka bahu membahu menelurkan berbagai macam ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi diri mereka sendiri. Mereka terlalu sibuk, untuk mencari-cari kesalahan orang lain baik itu masa lalu, kini, dan yang akan datang. Mereka menyibukkan pikirannya, dengan berbagai kegiatan yang berguna demi diri mereka dan bangsanya. Akhirnya, berkat kasih sayang Tuhan-Nya yang mereka percayai, negeri bekas penyamun berhasil sembuh dari penyakit yang menggerogotinya selama ini.
Kini negeri bekas penyamun, memberikan ilmunya kepada bangsa-bangsa lain di dunia. Untuk bisa maju dan disegani, adalah dengan menghargai diri sendiri. Tidak gampang menyalahkan orang lain, berlaku jujur, hidup sederhana, tidak berhutang, menggalakan kemandirian melalui perdagangan, dan memberi hukuman yang seberat-seberatnya bagi mereka yang melakukan korupsi. Itulah definisi sukses dari negeri bekas penyamun. Pembaca yang budiman, tahukah anda siapa negeri bekas penyamun itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H