Mohon tunggu...
Bayu Mustaqim Wicaksono
Bayu Mustaqim Wicaksono Mohon Tunggu... Teknisi - Bayu

Mempelajari kapal, mengerjakan pesawat, menyukai kereta api, menggunakan sepeda, dan memilih mobil sebagai alternatif terakhir alat transportasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menduduki Dewan IMO dengan Keunggulan Ekonomi

12 Mei 2015   20:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:07 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia telah mengakui Indonesia sebagai negara dengan peran yang besar di bidang kemaritiman. Terbukti, Indonesia sudah delapan belas kali dipercaya oleh negara-negara di dunia untuk menduduki Council of Internatinal Maritime Organization ‘Dewan IMO’. Sejak mencalonkan pertama kali pada tahun 1973, Indonesia sudah delapan belas kali terpilih. Hanya pada periode  1980—1981 dan 1982—1983, Indonesia gagal menjadi anggota Dewan. Yang perlu menjadi catatan, Indonesia hanya terpilih untuk kategori negara yang memiliki kepentingan khusus dalam transportasi maritim atau navigasi dan yang dengan keterpilihannya dalam Dewan akan memastikan keterwakilan seluruh kawasan geografis di dunia.

Indonesia belum pernah terpilih dalam kategori negara yang memiliki kepentingan besar atas penyediaan layanan perkapalan atau perdagangan internasional melalui laut. Artinya, keunggulan Indonesia dalam kemaritiman hanya sebatas keuntungan geografis, bukan keunggulan ekonomi.

Oleh sebab itu, Indonesia harus mampu untuk menjadi negara maritim dengan kekuatan ekonomi, sesuai visi poros maritim Presiden Joko Widodo. Untuk mencapai posisi sebagai poros maritim dunia, praktik dan proses pembangunan maritim di berbagai aspek, seperti politik, sosial-budaya, pertahanan, infrastruktur, dan terutama sekali ekonomi harus dilakukan (Rahmawaty, 2015).

Pada masa sebelumnya, Indonesia kehilangan potensi pendapatan yang sangat besar akibat terbengkalainya pembangunan bidang maritim. Menteri Susi Pujiastuti menaksir, potensi hasil tangkapan ikan saja, hilang senilai 300 trriliun rupiah karena kesalahan pengelolaan. KPK pun menyebutkan, dari 7000 triliun rupiah potensi pendapatan negara yang hilang, sektor maritim dan energi menjadi penyumbang terbesarnya.

Pengalihan subsidi bahan bakar minyak sebagai dana infrastruktur (khususnya maritim) dinilai tepat. Dua puluh lima pelabuhan akan dibangun untuk menunjang konektivitas Indonesia. Rencana positif itu diharapkan akan menaikkan nilai logistictics performance index (LPI) Indonesia. Zaldy Masita, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) mengungkapkan bahwa masalah area kepelabuhanan memang menjadi sumber terbesar masalah logistik. Sebagai catatan, pada tahun 2014 World Bank mengumumkan nilai LPI Indonesia berada pada peringkat ke-53 dari 160 negara, masih di bawah Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Dan jauh di bawah Singapura yang menempati posisi ke-5.

Ditunjang oleh infrastuktur maritim, pemerintah berencana menggenjot ekspor Indonesia hingga tiga kali lipat dan menaikkan rasio produk manufaktur yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Pada tahun 2011, Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor ke-21 terbesar di dunia.

Krisis di negara maju tujuan ekspor yang sudah mereda dapat memacu kinerja ekspor. Lagipula, kini Indonesia telah mampu melepaskan diri dari ketergantungan terhadap pasar Amerika Serikat dan Eropa. Tidak mustahil bagi Indonesia untuk masuk dalam sepuluh negara dengan volume perdagangan terbesar melalui laut, yang akan secara otomatis menempati Dewan IMO.

Naiknya volume perdagangan juga menggairahkan industri perkapalan. Selain itu, Indonesia telah menerapkan asas cabotage—yang mewajibkan pengangkutan barang antartempat di Indonesia menggunakan kapal berbendera Indonesia dan diawaki orang Indonesia. Pemerintah baru-baru ini juga telah memberikan keringanan fiskal bagi industri galangan.

Tahun-tahun mendatang dipastikan jumlah kapal berbendera Indonesia akan meningkat pesat. Sayangnya, penurunan harga komoditas global membuat perusahaan pelayaran kehilangan pasar karena produsen cenderung mengurangi produksi dan penjualan.

Namun, masa ini sebenarnya bisa dipakai oleh industri pelayaran untuk melakukan investasi penambahan armada. Kapal-kapal yang diproduksi sekarang dan kemungkinan selesai dua tahun mendatang siap digunakan seiring banyaknya kontrak pengangkutan, ketika harga komoditas mulai berbalik naik.

Dengan jumlah kapal berbendera Indonesia yang meningkat, peran Indonesia sebagai negara bendera pun akan lebih kuat. Bisa saja Indonesia terpilih menempati Dewan IMO sebagai salah satu negara dengan layanan perkapalan terbesar. Dengan masuknya Indonesia dalam Dewan IMO baik sebagai penyedia layanan perkapalan maupun pengguna transportasi laut terbesar, eksistensi Indonesia sebagai negara maritim semakin tidak terbantahkan. Peran dalam bidang kemaritiman pun menjadi lebih besar.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun