Di kampus, kegiatan kuliah biasanya disesuaikan oleh dosen ketika bulan puasa. Jadwal-jadwal yang seharusnya dekat dengan azan magrib diganti ke lain waktu. Alhasil, kosong. Tak ada kegiatan apapun.
Perut kosong pula. Kombinasi yang tepat untuk tidur. Dan itulah yang dilakukan teman saya. Saat magrib menjelang, dan azan berkumandang, si dia malah sempoyongan. Bukannya segar malah setengah sadar.
Pengalaman bangun kliyengan seperti itu juga dirasakan banyak orang dan bukan di saat puasa saja. Ada banyak alasan, mulai dari urusan spiritual, kejiwaan, hingga kesehatan. Tapi, pengalaman adalah guru yang utama bukan? Jadi, buat apa ikut mencoba.
Padahal, ada banyak kegiatan positif yang bisa dilakukan menjelang magrib. Akrabnya disebut ngabuburit.
Pertama, kita bisa isi dengan kegiatan keagamaan. Tadarus Alquran adalah salah satu contohnya. Kan di bulan Ramadan semua pahala dilipatgandakan. Lumayan lho, sejak asar sampai magrib. Bisalah sekali khatam. Hehe, bercanda. Ga perlu dipaksa seperti itu juga.
Selain tadarus, biasanya di masjid-masjid sering diadakan kajian menjelang berbuka. Ikut saja. Daripada bengong di rumah, yang didengar cuma lagu Sayang (Via Vallen). Datang ke majelis ilmu itu ada pahalanya juga. Apalagi sambil mendengarkan.
Bonusnya, bisa dapat jamuan buka puasa. Enak atau enak banget? Ya ueenaak tenan.
Kedua, kita bisa ngabuburit dengan berolahraga. Puasa ga boleh loyo. Stamina harus tetap terjaga. Nih ya, menurut metode OCD-nya Abang Deddy, berolahraga dalam keadaan puasa akan lebih efektif dalam membakar lemak. Hayo, siapa yang Ramadan goal-nya ingin kurus saat lebaran? Jangan malas olahraga ya.
Ketiga, ada kegiatan yang lebih santai. Menyiapkan menu-buka-puasa bersama. Bisa dengan teman sekosan. Atau dengan keluarga.