[caption id="attachment_190011" align="aligncenter" width="448" caption="Slank, sejak 1983"][/caption] 1996. Sebelum Bim-Bim benar-benar membubarkan Slank, seorang fans telah mengiriminya surat ancaman bertinta darah. Dia akan dibunuh jika Slank sampai dibubarkan. 1997. Formasi baru Slank mencatat penjualan album tertinggi lewat nomor "Balikin." "Itu bukan lagu Slank," demikian pernyataan fans lagi. 1998-2011. Generasi Biru semakin meluas, bendera mereka berkibar di mana-mana, dan Slank telah menjajaki pasar Amerika. 2012. Di antara Slanker Wangi yang kerap bermunculan, rock and roll flamboyan, suara-suara yang merasa kehilangan itu terus bergema, bahkan semakin mendesak, "Balikiiiiin!" Tak sedikit penggemar yang kecewa sepeninggal trio BIP (Bongky, Indra, Pay). Bagi mereka, pada saat itulah Slank mampu menciptakan kreativitas abadi melalui sebuah gaya bermusik orisinal di dalam jiwa anak muda yang "slenge'an tapi gak kurang ajar." Namun, kenyataan yang terjadi membuat semua orang harus mengakui bahwa drugs, popularitas, dan kekayaan benar-benar menghancurkan Slank formasi ke-13 tersebut. Bim-Bim mendokumentasikan kekacauan itu dalam album ke-6, Lagi Sedih, di mana seharusnya menjadi proyek solonya dengan bantuan Kaka, namun urung karena ancaman seorang Slanker yang menulis surat bertinta darah kepadanya. Akhirnya, album yang banyak dikenal berkat lagu Tong Kosong, Foto Dalam Dompet, dan Koepoe Liarkoe itu rilis di bawah bendera Slank (1996) dengan merekrut Gitaris Reynold dan Ivanka sebagai pemain bass. Belakangan album ini dinilai sebagai album yang paling disenangi Bim-Bim daripada album-album Slank lainnya. "Dari album-album lainnya, album inilah yang menurutku paling disenangi Bim-Bim. Dia bisa membuktikan, paling tidak pada dirinya sendiri, bahwa Slank mampu bertahan sekalipun diitinggalkan para personel lainnya," Bunda Iffet, manajer Slank, menyatakan dalam Rock 'n Roll Mom: Kasih Bunda Iffet Membebaskan Slank Dari Narkoba. Reynold menghilang pada akhir 1996 ketika Slank telah menandatangani kontrak manggung. Ia pergi karena tak kuat mengikuti ritme Bim-Bim, Kaka, dan Ivanka yang kerap dikendalikan rangsang narkotika. Sumber lain menyebutkan dia tertekan karena kerap dibanding-bandingkan dengan sosok Pay. Kehadiran Reynold diragukan mampu menggantikan posisi, atau lebih tepatnya kemampuan Pay sebagai gitaris Slank. Dengan alasan yang senada pula, ketika tengah melangsungkan konser, Ivanka sempat mengumumkan permintaan maaf kepada Slanker karena menggantikan posisi Bongky pada bass. Kepergian Reynold pada akhirnya mendorong Slank mencari gitaris baru. Ivanka menawarkan Abdee Negara dari Flash, dan muncul nama Mohammad Ridwan Hafiedz (Ridho) dalam serangkaian audisi. Keduanya segera diujicoba sekaligus diminta untuk memenuhi kontrak manggung. Mereka tampil pertama kalinya di Bandung, September 1997. Keduanya sama-sama tertekan. Latar belakang yang bersih dari narkoba ternyata membawa frustasi ketika harus berdampingan dengan jadwal latihan, konferensi pers, dan kebiasaan disiplin awak Slank lainnya (Bim-Bim, Kaka, dan Ivanka) yang kacau. Ridho bahkan sempat menyatakan niatnya untuk mundur. Dalam sebuah percakapan, Bunda Iffet pernah bertanya; "Ridho ... apakah kamu tertekan berada di antara teman-temanmu?" "Akhir-akhir ini ya, Bunda. Bayangkan saja, jadwal latihan nggak pernah tepat, seringkali aku dan Abdee latihan sendirian di studio, terus power Mas Bim-Bim, Kaka, dan Ivan nggak maksimal kalau nggak dibantu peralatan teknis." Ridho menganggap bahwa Slank telah menjelma menjadi sosok yang diidolakan oleh anak muda, terutama Slanker. Slank dicontoh, menjadi inspirasi, dan Ridho meyakinkan kepada Bunda Iffet yang saat itu mulai turun tangan mendampingi setiap konser Slank bahwa, "Idola seharusnya memberikan contoh yang baik, bukan yang jelek." Namun pendekatan Bunda Iffet yang berkesan baginya seperti membiarkan Bim-Bim, Kaka, dan Ivanka terus mengonsumsi narkoba, membuatnya goyah untuk tetap berada di dalam Slank. Bunda Iffet, yang mengetahui kegelisahan gitaris kelahiran Ambon itu-juga sangat khawatir kejadian cabutnya Reynold kembali terulang-menyatakan sikap tegas. "Kalau kamu datang untuk minta keluar, Rid, terus terang Bunda tidak akan pernah mengizinkan," katanya. "Bunda perlu kamu. Bukan hanya untuk mengisi tempat di Slank. Bunda justru butuh kamu untuk mengembalikan Bim-Bim, Kaka, dan Ivan lepas dari ketergantungan obat." Itulah sepotong kisah tentang upaya Bunda Iffet menyelamatkan Slank dari cengkraman serbuk hitam. Tak lama setelah Slank menyatakan diri bersih dari narkoba, era rock and roll yang lebih fashionable pun dimulai. Di Atas Semua Golongan Perdebatan sengit yang sepertinya tak sanggup untuk diakhiri siapa pun sering menyeruak. Ada yang kuat-kuat menyatakan bahwa Slank dulu (era BIP) lebih bernyawa, baik dalam lirik maupun lagu, atau dalam kreativitas kemasan album. Namun, ada pula yang menyatakan fanatisme kepada Slank sampai kapan pun. Slank masa diperkuat BIP dinilai lebih mampu melahirkan lagu-lagu abadi, seperti sebut saja Terlalu Manis, Mawar Merah, Kamu Harus Pulang, atau Generasi Biru. Meskipun tampil urakan dengan kaus oblong dan jins butut sobek-sobek, namun di sanalah jiwa "slenge'an tapi gak kurang ajar" bersemayam di jiwa para personel Slank dan Slanker. Apalagi para personel waktu itu mudah ditemui di markas mereka di Gang Potlot, tidak seperti sekarang yang sukar ditemui akibat kesibukan para personelnya yang semakin banyak-yang sinis dilontarkan beberapa Slanker dengan, "Udah terlalu nge-artis." KE MANA SLANK YANG DULU? Sebuah tulisan besar pernah menghiasi Potlot. "Slank yang dulu belum kawin, belum punya anak ... " jawab Bunda Iffet kepada media dengan nada setengah bercanda, yang mengesankan bahwa terdapat perubahan realistis di dalam diri para personel Slank. Hal itu berarti juga Slanker harus memahami siapa idola mereka sekarang. Dalam beberapa kesempatan, orang-orang menyebutkan, "Udah enggak asyik lagi", "Lagunya aneh", "Suara Kakak udah abis", dan seterusnya. Terkadang akibat terseret "virus romantisme" terlalu jauh, ada juga yang mengutarakan, "Lebih mantep pas dulu make narkoba ..." untuk menegaskan perbedaan kreativitas lirik, lagu, dan album Slank dulu dengan sekarang. Namun, pada kenyataannya Slanker membelah diri sendiri berdasarkan apa yang mereka percaya dan akui. Di antaranya ada yang berterus terang bahwa dari segi lirik, lagu, maupun album, boleh jadi Slank sekarang tak sebagus Slank dulu. Tapi dengan kejelian yang cukup menarik, mereka berpandangan bahwa Slank sekarang harus dilihat dari segi positifnya dalam hal memelopori sejumlah pergerakan sosial dan budaya di Indonesia. Ketika Slank menjadi salah satu ikon perlawanan korupsi-beberapa kali juga terlibat kegiatan amal untuk kanker, HIV/AIDS, pendidikan, anti pembajakan hak cipta, dan korban bencana-mereka memandang bahwa Slank sekarang telah melampaui kemajuan yang lebih berarti. Salah satu komentar di dunia maya mengungkapkan;
"Coba bandingin SLANK dan SLANKERS waktu jaman Bongky PAY INDRA dulu...? aku pikir dulu malah mereka termasuk Tonk kosong juga... karena lagunya yang banyak ngritik orang lain tapi mereka sendiri malah pada bahlul... sok-sok an mikirin bangsa... mikirin diri sendiri aja gak karuan....sampe kena narkoba...itu kan ngerusak generasi muda (terutama slankers yang ngikutin) pada waktu itu SLANK yang sekarang dan SLANKERSNYA bagus KArena SLANK sekarang mang berjiwa sosial...." (Sebuah komentar masdan yang dikutip dari blog White Gun. Lihat, Ke Manakah Slank-ku Dulu?)
Realitas lain yang cukup menarik adalah meski terdapat Slanker yang kecewa, Slanker baru pun tampak bermunculan. Mereka justru berpendapat, "Suara Kaka sekarang lebih mantep ..." dibandingkan dengan album-album mereka dulu ketika terjerat narkoba. Banyak Slanker juga menilai upaya Slank dalam menjamah pasar internasional, khususnya Amerika, sebagai langkah yang amat mengagumkan. Sebagai band indie, menjadi pemain utama di pasar dalam negeri dapat dikatakan sudah merupakan prestasi yang membanggakan, apalagi jika pencapaian tersebut disambung dengan upaya berekspansi ke dunia musik internasional. "Ini mimpi kita dari dulu ...," ujar Kakak Slank dalam sebuah wawancara di majalah Rolling Stones Indonesia, Maret 2008. Apakah mimpi untuk menggapai reputasi internasional membuat Slank melupakan Slanker di Indonesia? Dalam wawancara itu juga diungkapkan ambisi Slank untuk go international, dimana mereka membutuhkan "ongkos mimpi" yang cukup banyak. Salah satunya adalah dengan menerima tawaran menjadi bintang iklan. Alih-alih sibuk mengumpulkan "ongkos mimpi" tersebut, Slank juga harus memastikan bahwa mereka tetap seniman-seniman yang peka dengan kondisi bangsa. Tantangan mereka jelas adalah kemapanan yang cenderung membuat orang lupa. "Kami mau beriklan tapi tetap ada beberapa persyaratan. Pertama, nggak boleh terlalu komersil ke produk. Kedua, ada pesan dari Slank. Misalnya dengan Jinggo, oke kami terima tapi mereka harus bikinin program. Contohnya, mengenal budaya Indonesia," jelas Abdee. Bim-Bim sendiri terang-terangan menyatakan bahwa jika mau, Slank bisa mendapatkan uang untuk membiayai rekaman tanpa harus menjadi bintang iklan. Caranya adalah dengan mendekati salah satu partai. "Tapi hati nurani kami nggak segitunya. Kami melihat juga dengan muka kami dipajang di mana-mana, Slankers marah nggak?" Namun Slank tak memungkiri bahwa mereka kini tak slenge'an lagi, bahkan lebih rajin berdandan. Menurut Bim-Bim, penampilan urakan adalah tujuan dari membangkang terhadap keteraturan otoriter orde baru. Ketika rezim tersebut runtuh seiring reformasi 1998, mereka tak harus tampil urakan lagi. Tugas mereka kini adalah penyebaran virus cinta dan kedamaian, sekaligus di dalamnya meneriakkan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Slank, belakangan lebih melakukan upaya "potong satu generasi" seperti yang dinyatakan oleh Bim-Bim terhadap bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Slank menawarkan Generasi Biru yang hidup di Pulau Biru, dan baru-baru ini menelurkan si Kupu Biru dalam album I SLANK U. Biru bermakna seluas langit dan lautan. Tujuan mereka semakin tak terbendung, yakni agar semakin banyak masyarakat luas yang terjangkit virus Slank. Agar Slanker tidak hanya dari kalangan pembawa bendera (baca: Slank Bendera), tapi juga Slank Wangi yang sebenarnya cenderung lebih berpendidikan, memiliki tingkat ekonomi lebih baik, oleh karena itu lebih "bertenaga" untuk menerima serta melakukan ide dari gerakan sosial-budaya. Sejarah mencatat bahwa perubahan sosial masyarakat tak akan pernah terjadi tanpa didukung oleh kelas menengah yang matang dan peduli. Meskipun berbagai alasan telah dikemukakan, upaya menilai Slank jelas bukanlah perkara yang mudah. Opini Slanker sendiri justru sering kali berujung menjadi pangling. Hal ini seperti menjelaskan realitas penuh warna yang terdapat di dalam perjalanan karir Slank yang sebentar lagi memasuki usia tiga dekade. Slank dulu dan sekarang bisa jadi adalah dua entitas karya yang harus dinikmati secara berbeda. Slank dulu dan sekarang bukanlah sekedar genre, lirik, aransemen, atau album, tapi melliputi segala hal yang terjadi di dalam kehidupan bangsa ini. Slank akan terus berubah, demikian pula Slanker. Slank sekarang muncul karena ada masa lalu. Slank dulu dan sekarang adalah Slank. Sumber:
- Rolling Stone Indonesia, Maret 2008
- Rock 'n Roll Mom: Kasih Bunda Iffet Membebaskan Slank Dari Narkoba, 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H