Mohon tunggu...
Bayu Kariastanto
Bayu Kariastanto Mohon Tunggu... -

PhD in Development Economics, National Graduate Institute for Policy Studies (GRIPS), Tokyo-Jepang.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Atasi Krisis Likuiditas APBN, Gunakan Laba Bank Indonesia!

7 Desember 2015   11:47 Diperbarui: 7 Desember 2015   15:40 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi - APBN (print.kompas.com)

Data kementerian keuangan menunjukkan bahwa per 30 September 2015 anggaran telah terserap sebesar 62.9% atau hampir sama dengan penyerapan anggaran tahun 2014 yaitu sebesar 65.8%, sehingga penyerapan anggaran di akhir tahun 2015 diprediksikan hampir sama dengan penyerapan anggaran tahun 2014 sebesar 94%.

Dari sisi penerimaan, realisasi penerimaan khususnya dari pajak masih sangat rendah hanya sebesar Rp. 775 triliun atau hanya 53.8% dari target. Berdasarkan tren penerimaan pajak tahun-tahun sebelumnya khususnya tahun 2014, saya prediksikan sampai akhir tahun 2105 realisasi pajak hanya sekitar 75-80% dari target. Rendahnya penerimaan menyebabkan naiknya defisit APBN yang dibiayai dari penarikan hutang. Target penarikan hutang APBN 2015 telah terlampui di bulan September (118.6% dari target Rp.222.5 triliun) dan akan terus naik sampa akhir tahun.

Sebenarnya pemerintah harus melakukan penghematan APBN khususnya dengan memotong belanja yang kurang produktif seperti belanja barang. Dalam kondisi saat ini, penggunaan tingkat penyerapan anggaran sebagai indikator kinerja juga menjadi kurang relevan dan perlu diubah sehingga praktik penghamburan anggaran untuk menggenjot penyerapan di akhir tahun yang dapat diamati dari penuhnya hotel saat ini oleh acara kementerian/lembaga dapat dihilangkan. Sayangnya, dua pilihan kebijakan tersebut belum dilakukan oleh pemerintah dan saat ini dirasakan sudah terlambat untuk mengeluarkan kebijakan penghematan anggaran.

Permasalahan lain yang timbul dari postur realisasi APBN 2015 ini adalah rendahnya kas negara yang dipegang oleh Bendahara Umum Negara (BUN). Dari realisasi APBN 2015 per September 2015, kas yang dipegang oleh BUN kurang dari Rp. 5 triliun (selisih dari penarikan pembiayaan dengan defisit). Pada September 2014 saldo kas negara mencapai Rp.85.1 triliun dan akhir tahun 2014 sebesar Rp.29.9 triliun yang menjadi Saldo Anggaran Lebih (SAL). SAL penting untuk membiayai pengeluaran APBN di awal tahun saat penerimaan pajak belum masuk sedangkan biaya rutin seperti gaji PNS harus dibayarkan.

Rendahnya kas negara saat ini  dan kemungkinan SAL APBN 2015 akan memberikan tekanan likuiditas pada pemerintah khususnya di awal tahun 2016 yang akan memaksa pemerintah untuk menarik pembiayaan di awal tahun (front loading). Pilihan paling mungkin adalah pemerintah meminjam dari pasar keuangan, namun dengan kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed untuk pertama kalinya pada pertemuan Dewan Gubernur 16-17 Desember mendatang serta lemahnya kondisi likuiditas pemerintah, posisi pemerintah menjadi lemah sehingga yield yang diminta para pelaku pasar akan lebih tinggi. Terlebih jika kenaikan suku bunga The Fed berpengaruh besar terhadap likuiditas pasar keuangan nasional, tentunya meminjam dari pasar pun menjadi tidak akan mudah.

Penggunaan Surplus Bank Sentral

APBN 2016 wajib dilaksanakan, gaji dan biaya operasional Kementerian dan Lembaga harus tetap terbayarkan sehingga pelayanan negara kepada masyarakat tidak terganggu, namun pemerintah juga tidak perlu meminjam dari pasar diatas harga normal sehingga diperlukan langkah-langkah tidak biasa untuk menghadapi hal tersebut.

APBN India mengalami hal serupa dengan kita yaitu defisit dan tekanan likuiditas akibat kenaikan biaya pegawai dan pensiun. Sejak tahun 2013 seluruh surplus tahun berjalan (laba) the Reserve Bank of India ditransfer ke pemerintah dan menjadi penerimaan negara (sebelumnya tidak seluruh laba ditranfer ke pemerintah), bahkan Kementerian Keuangan India dan the Reserve Bank of India saat ini sedang mendiskusikan kemungkinan menggunakan sebagian akumulasi surplus bank sentral untuk membiayai kenaikan defisit APBN.

Best practice internasional juga menunjukkan bahwa laba atau surplus tahun berjalan bank sentral ditransfer ke kas negara dan menjadi penerimaan pemerintah. Di Amerika Serikat, the Federal Reserve mentransfer seluruh laba yang dikumpulkannya kepada the US Treasury. Di Inggris dan Irlandia seluruh surplus tahun berjalan bank sentral juga ditransfer kepada the Exchequer/Treasury walaupun terdapat klausul yang memperbolehkan bank sentral menggunakan maksimal 20% dari laba tersebut untuk memperkuat cadangan modal bank sentral.

Bagaimana dengan bank sentral di Indonesia? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia, surplus tahun berjalan Bank Indonesia tidak ditransfer ke Kementerian Keuangan untuk diakui sebagai penerimaan negara, melainkan dipupuk menjadi cadangan internal bank Indonesia, yaitu 30% untuk cadangan tujuan dan 70% untuk cadangan umum. Cadangan tujuan digunakan untuk pengembangan internal Bank Indonesia seperti untuk pengembangan aset, organisasi dan SDM, sedangkan cadangan umum digunakan untuk memperkuat modal Bank Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun