Mohon tunggu...
Bayu Haryo
Bayu Haryo Mohon Tunggu... -

Nasionalis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Permen Kembalian dan Donasi vs UU Perlindungan Konsumen

14 April 2015   11:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:07 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image (c) republika.co.id

[caption id="" align="aligncenter" width="360" caption="image (c) republika.co.id"][/caption] Di antara para pembaca budiman pasti pernah mengalami masalah klasik yang sudah sering terkespos di mana-mana, yaitu kembalian permen ketika belanja di warung atau mart ; atau yang lagi trend yang masih berlangsung sampai sekarang adalah "kembalian 200 rupiah boleh didonasikan?" Pasal 15 Undang-Undang Perlindungan Konsumen jo. Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Bank Indonesia mengatur hal tersebut. Bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen ; setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan Peraturan Bank Indonesia. Unsur "pemaksaan atau cara lain" dalam Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat dilihat dari bagaimana kasir memberikan sejumlah nominal kepada kita selaku konsumen berikut beberapa butir permen sebagai penggenap dari kembalian. Di situ kita sering merasa tidak berdaya. Adakah di antara pembaca yang pernah memprotes hal ini? Itu baik! Bukan di persoalan nilai uang kita yang tidak kembali ke pada kita, melainkan lebih kepada persoalan lain yang lebih besar yaitu pembelajaran kepada pihak penjual. Hak kita sebagai konsumen jelas dilindungi oleh Undang-Undang. Mengapa hal ini bisa terus berlangsung hingga saat ini? Sebab kita sebagai masyarakat konsumen turut membiarkan hal itu terjadi. Dalam ranah Hukum Pidana, perbuatan ini merupakan delik aduan, di mana negara akan menuntut pelaku berdasarkan laporan / pengaduan pihak korban. Pun bila kita tidak ingin melangkah terlalu jauh dengan melibatkan hukum, setidaknya kita bisa sedikit bertahan dengan cara menolak kembalian permen tersebut, dengan tetap meminta hak kita biar pun mungkin hanya kurang seratus atau dua ratus rupiah. Namun sekali lagi bukan di persoalan besaran rupiahnya yang tidak seberapa, melainkan lebih kepada penegakan hukum di mana kita semua bisa terlibat aktif di dalamnya, dengan tidak membiarkan pelanggaran itu terus berlangsung. Ngomong-ngomong modus kembalian permen ini, sering juga terjadi di warung-warung kelas rumahan. Hanya saja bedanya, pemilik warung akan lebih sopan berbicara "ngapunten, Mas, kunduripun mboten wonten je, paringi permen mawon mboten nopo nggih?" (Maaf mas, kembaliannya kurang nih, pake permen aja ya). Oke lah, kalau caranya seperti itu mungkin kita bisa lebih ikhlas dan memahami, meskipun hal seperti itu juga seharusnya bisa diantisipasi oleh pemilik warung untuk selalu menyediakan receh kembalian. Lain permen, lain lagi dengan trend baru saat ini yang sudah berlangsung cukup lama : DONASI ! Padahal si kasir sudah bertanya lho, "apa kembaliannya boleh didonasikan?" Sebenernya kalo kita jawab "tidak" pun tidak apa, dan saya yakin sebagian besar dari kita menjawab "ya". Karena apa? rela? ikhlas? saya gak yakin deh. Atau mungkin gengsi? "alaaah dua ratus perak doank diminta", mungkin kita malu sendiri ya? Tanpa diminta, pasti Anda sudah bisa berpikir dengan logika Anda sendiri. Dalam satu hari ada berapa ratus transaksi dikalikan misal 200 rupiah atau 100 rupiah lah. Berapa hasilnya? Nah. Masih mau merelakan kembalian untuk donasi? Donasi ke pada siapa? ke perusahaan mart? ke anak yatim? Saran saya, jangan biarkan orang lain mempermainkan kita secara emosional. Untuk urusan amal ke panti yatim piatu, saya yakin Anda semua terutama yang Muslim tidak kurang-kurang sedekahnya. Maka pastikan sedekah lah pada orang yang tepat, bukan pada pemilik usaha mart-mart yang dengan mudahnya memberikan kembalian permen atau meminta 100-200 perak kembalian kita sebagai donasi. Jadilah konsumen yang lebih kritis dan cerdas, hak kita dilindungi Undang-Undang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun