Mohon tunggu...
Bayu Gustomo
Bayu Gustomo Mohon Tunggu... -

Musik, Bola, dan rileks

Selanjutnya

Tutup

Catatan

"Polemik Belajar Di Negeri Yang Gemah Ripah Loh Jinawi ini"

31 Agustus 2011   20:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:19 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai kajian bila memang perlu untuk kita mengkajinya. Sebagai wacana bila cerita ini memang pantas untuk kita ceritakan dan bicarakan. Namun kita perlu membuang apa yang ada dalam tulisan saya ini bila tak ada unsur yang berarti bagi kita dan masa depan negeri ini.
Kadang dalam kehidupan kita, sering menjumpai seorang anak sekolah pada saat malam hari menjelang waktu Isya' tak bergegas membaca buku pelajaran sekolah. Tiada kunjung menuju rumah untuk belajar. Ada apa gerangan?????

"Sering ada jawaban karena tak ada buku, sebab orangtua belum mampu membelikannya". Itu jawaban yang memang patut untuk mendapatkan toleransi. Namun jika pada kenyataannya terungkap sebuah kenyataan yang sangat sulit kita terima sebagai alasan yang tepat???

Ketika seorang anak pada kebingungan dengan belajarnya, yang membutuhkan buku. Saat mereka butuh sarana untuk menyiapkan masa depan agar hari depannya cerah. Agar mereka mampu menjadi generasi yang ampuh untuk negeri yang dicintai. Tapi pada kenyataanya apa yang dilakukan oleh si Bapak saat melihat anaknya dalam situasi terjepit. Membutuhkan dukungan sarana penunjang guna terwujudnya cita-cita.

Sang Bapak malah sibuk dengan deretan angka undian, berhadiah yang besar jumlahnya juga menggoda bathin untuk memiliki. Mereka kadang lupa ada sebuah tanggung jawab untuk menjaminkan kemajuan pada anak-anaknya. Mereka menggilai deretan angka yang mereka anggap mampu meningkatkan taraf hidup dalam waktu sekejap. Togel, undian judi nomor yang begitu kental menjadi budaya dan jalan pintas agar cepat kaya. Ternyata mampu membakar sebuah cita-cita luhur generasi muda. Sebuah pengaduan nasib yang tak pasti, membuang hasil keringat dari proses bekerja. Tak sadar investasi terbesar dalam hidup manusia adalah mendidik anak. Memintarkan seorang manusia.

Kenapa mereka, para Bapak itu tidak memilih untuk menabungkan uangnya?" Lalu setelah jumlahnya cukup untuk membelikan anaknya buku. Bukankah itu lebih pasti, lebih rasional, lebih dapat kita terima dengan akal pikiran yang waras???? Daripada harus menaruhkan hasil kerja belum tentu pasti ada hasil positif, mendingan sepenuhnya tersalurkan untuk sang anak dan pendidikannya. Pasti anak akan tambah pintar, bertambah ilmunya bahkan bisa lebih daripada itu. Mampu menjadi orang penting negeri ini. Dan pastinya akan lebih membanggakan bila semua itu dapat terwujud..............

Inilah kelemahan kita tapi kadang kita tak menyadarinya

Lalu di sudut lainnya seorang anak yang butuh pendamping dalam belajar, butuh teman berbagi bila ada kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah. Sering para orangtua juga lalai dalam hal sepele tapi sangat berperan penting dalam tumbuh kembang anak. Menuju kemajuan dalam perkembangan dirinya. Si Ibu malah asik menikmati sinetron yang jelas-jelas bukan hal itu yang harus didahulukan. Yang jelas-jelas hal semacam itu bukan cara tepat untuk mendukung anaknya. Sementara si Bapak malah sibuk di warung-warung kopi, tanpa mampu untuk sedikit menunda kegiatan tersebut untuk mengamati anaknya dalam belajar. Ibu malah antusias dengan cerita sinetron yang mengharu birukan perasaan. Dengan alur cerita, "ini anaknya itu, itu anaknya ini".

Saking asiknya dengan cerita yang konon bisa memotivasi orang untuk mempunyai rasa kemanusiaan yang tinggi. Kadang sampai tak sadar. Sampai lupa bahwa "anakmu itu butuh teman dalam belajar".

Butuh dukungan untuk menata masa depannya. Karena masa depan mereka bukan sesuatu yang datang secara tiba-tiba, melainkan proses yang terbentuk dari ketelatenan, kedisiplinan, juga kesabaran yang tak ada batasnya. Anak akan berkembang bila ada perhatian terhadap proses belajarnya.

Ini cuma sebagai bahan perenungan dan pemikiran kita semua. Kadang hal yang ironi semacam ini sering terjadi pada masyarakat kita. Tak perlu kita berkecil hati dengan kenyataan ini, asal kita berusaha keras untuk merubahnya. Kita bangsa yang punya potensi besar untuk maju dan berkembang. Sumber Daya Manusia yang melimpah jumlahnya, Sumber Daya Alam nyaris semua tersedia di sini.

Dan bagaimana pula jika TUHAN menghendaki negeri ini maju??

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun