Mohon tunggu...
Bayu Gawtama
Bayu Gawtama Mohon Tunggu... wiraswasta -

Life-Sharer - School of Life

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tergantung Dimana (Posisi) Kita

27 September 2013   18:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:18 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir satu jam tak bergerak di antrian kemacetan pasti bikin jenuh bahkan kesal. Dalam kondisi demikian, kekesalan bisa meningkat jadi kejengkelan plus umpatan ketika tiba-tiba sebuah angkot dengan seenaknya menyerobot jalan di sebelah kanan yang berlawanan arah. Alhasil, di ujung jalan bisa dipastikan akan menambah kemacetan.

“Dasar angkot!” dari penumpang lain kadang juga terdengar makian yang lebih kasar, penghuni kebun binatang bisa disebut-sebut.

Sebagian besar kita pernah dibuat kesal oleh ulah sopir angkot yang main serobot jalan, umpatan kekesalan serta merta terluap begitusaja. Sebagian lainnya masih bisa menahan umpatan, cukup berdecik tanda kesal atau bergumam. “Yah namanya juga angkot, dari lahir memang sudah seperti itu”. Komentar lainnya cukup bijak, “Maklumlah, kejar setoran, kalau nggak begitu darimana mereka dapat setoran” meskipun tindakannya tetap merugikan pengguna jalan yang lain.

Oke, kita kerap bersikap seperti itu kepada para sopir angkot yang memang sering merugikan orang lain. Semoga sikap yang sama juga kita tunjukkan kepada para sopir angkot itu saat kita tengah jadi bagian penumpangnya. Semestinya kita juga menegur sopir angkot yang main serobot jalan orang, mengambil jalan yang tak semestinya dilalui.

Kadang, standar ganda berlaku juga dalam situasi seperti ini. Kita menuding sopir angkot tak disiplin, ugal-ugalan, mengambil hak orang lain, jalan seenaknya demi keuntungan sendiri, tak pertimbangkan kepentingan pengguna jalan yang lain melalui aksi serobotnya. Tentu tudingan itu keluar saat kita berada di kendaraan lain.

Namun standar berbeda justru lahir saat kita berada dalam angkot tersebut. Tiba-tiba kita mendukung aksi serobot si sopir angkot karena merasa diuntungkan, terhindar dari kemacetan, serta lebih cepat tiba ditujuan. Bahkan kita bisa jadi bagian “pembela” saat sopir angkot dimaki-maki pengendara lainnya. Jadi, kedisiplinan boleh jadi tergantung dimana kita berada saat itu.

Contoh lain adalah kendaraan roda dua alias motor, yang boleh dibilang sebagian pengendaranya senang meliuk-liuk diantara kendaraan saat lalu lintas padat merayap. Ya memang kelebihan sepeda motor begitu, tubuhnya yang ramping memudahkan pengendaranya untuk memanfaatkan sedikit celah untuk menerobos, melewati semua kendaraan roda empat.

Para pengendara roda empat atau yang di kendaraan lain kadang juga dibuat kesal dengan ulah pengendara motor yang seolah tak mau kalah, sudah jelas dikasih sign untuk berbelok, masih saja satu dua pengendara motor memacu kendaraan meliuk di depan mobil yang hendak berbelok atau memutar. Kesal? Ya, biasanya begitu. Seketika kita mengumpat si pengendara motor. Namun di waktu yang berbeda saat kita mengendarai motor, kadang kita pun berulah yang sama dengan pengendara motor itu.

Nyatanya memang demikian, semoga di masa yang akan datang kita bisa lebih baik. Ayo!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun