Maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) belakangan ini menimbulkan keprihatinan tersendiri. Terlebih jika KDRT sampai memakan korban jiwa.Â
Korban KDRT umumnya ada pada pihak perempuan dan anak-anak. Keduanya berada di posisi yang lemah.Â
Untuk perempuan sebagai korban KDRT faktor ketergantungan secara finansial atau ekonomi pada pelaku KDRT masih jadi pertimbangan utama untuk bertahan.Â
Faktor selanjutnya ada upaya mempertahankan figur ayah yang harus ada untuk anak-anak yang dilahirkannya.
Selebihnya pada stigma norma masyarakat akan status perempuan yang bercerai dari suami. Status janda buat perempuan masih menjadi momok yang menakutkan dan menjadi bahan omongan tak berkesudahan di masyarakat.
Selesai pada Diri
Sebagai manusia dewasa, baik laki-laki maupun perempuan ketika memutuskan untuk membina hubungan ke jenjang suami istri selayaknya sudah harus selesai pada segala jejak persoalan diri.
Bagi yang punya luka trauma masa kecil dan aneka trauma psikis lainnya hendaknya menyembuhkan diri sendiri lebih dulu sebelum memutuskan untuk menikah.
Menikah atas dasar cinta dan janji sehidup semati plus satu iman belum cukup menjadi bekal untuk mengarungi perjalanan sepanjang hayat.Â
Manisnya janji pernikahan akan bertemu dengan pahitnya kenyataan jika kedua belah pihak dihadapkan pada trauma masa kecil yang bisa kembali bagaikan bom waktu.Â
Jadi selesaikan dulu berbagai macam persoalan yang ada dalam diri termasuk semua trauma masa lalu. Pasangan yang ditemui setelah dewasa bukan sebagai jalan pintas untuk menyembuhkan persoalan diri.Â