Mohon tunggu...
Bayu Fitri
Bayu Fitri Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Seorang pengamat hiruk pikuk media sosial dalam hal gaya hidup, finance, traveling, kuliner dan fashion. Tulisan saya bisa dibaca di blog https://bayufitri.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Anak Keluarga Teh Manis

15 Oktober 2020   00:23 Diperbarui: 15 Oktober 2020   00:31 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku Anak Keluarga Teh Manis

Halo namaku Dewa, usiaku menjelang 20 tahun. Ayahku bernama Adi dan Ibuku bernama Eva. Aku adalah anak tunggal. Ajaibnya semua orang mengenal kami sebagai keluarga "Teh Manis". Mungkin kalian heran dengan julukan itu. Sekedar informasi julukan itu arti yang sebenarnya bukan kiasan. Mulai dari keluarga besar sampai tetangga sekampung selalu memanggil nama keluargaku dengan sebutan "Keluarga Teh Manis."

Untuk yang baru kenal banyak yang mengira teh manis adalah singkatan kata . Kemudian  kepanjangannya menjadi "teteh manis". Sayangnya tidak demikian. Itu  benar- benar sebutan karena kami bertiga senang mengkonsumsi teh manis. Lalu apa istimewanya? Sampai semua orang melabeli kami dengan "Keluarga Teh Manis?" 

Kalau hanya minum teh manis sepertinya semua orang melakukannya. Namun tidak untuk keluarga kami. Aku, ayah dan ibu sehari-hari jika dahaga hanya minum air teh manis. Bukan kopi, susu, jus, bahkan air putih pun tidak. Bukan sok atau gaya namun sejak mengenal minuman teh manis pada usia lima tahun sepertinya minuman di luar teh manis tidak bisa masuk ke kerongkongan kami.

"Hah...kok bisa?"

Jadi begini ceritanya. Kedua orang tuaku lahir di tempat yang berbeda. Hingga menjelang usia lima tahun, mereka  tumbuh normal seperti anak pada umumnya. Sama-sama mengkonsumsi ASI kemudian bisa minum air putih seperti biasa. Nah menjelang usia ke lima, ini  pertama kali ayah dan ibu merasakan minuman teh manis. 

Sejak itu mereka berdua menjadi penggemar berat minuman teh manis sampai dewasa. Selain minuman teh manis mereka tidak bisa  konsumsi minuman lain termasuk air putih. Katanya ketika minum air putih ada rasa mual dan ingin muntah.  Hal ini menurun ketika mereka menikah dan punya anak yaitu aku.

Kejadian berulang ketika usiaku menginjak lima tahun. Saat itu aku tidak sengaja minum teh manis ayah yang ada di meja. Sejak itu aku menjadi suka dengan air teh manis. Anehnya akupun tidak bisa meminum apapun selain teh manis termasuk air putih. Setiap aku minum air putih, rasa mual dan ingin muntah selalu menyerang. Itu membuatku sangat tersiksa. 

Bagaimana jika teh tawar? Tetap tidak akan bisa masuk ke kerongkongan kami. Harus teh manis. Jadi di rumah selalu ada  persediaan teh dan gula yang jumlahnya melebihi kebutuhan bahan pangan lainnya. Kalau kalian main ke rumah dan membuka lemari dapur ibuku, maka akan terlihat deretan bungkusan gula dan berbungkus-bungkus teh daun atau biasa disebut teh tubruk. 

Memangnya harus teh tubruk? Ya lebih enak saja menurut keluargaku dibanding teh celup. Namun kalau tidak ada teh tubruk tetap bisa kok kami minum dari air seduhan teh celup. Oya untuk mengkonsumsi teh manis ini, kami bisa konsumsi air teh dalam keadaan dingin atau hangat. Kami juga bisa mengkonsumsi teh instant atau teh kemasan yang banyak dijual di minimarket, warung dan toko. Yang penting rasanya harus "teh manis"

Karena kebiasaan itu, ayah, ibu dan aku saat remaja selalu membawa gula sachet setiap berpergian. Hal ini untuk mensiasati jika sedang diperjalanan kemudian haus dan mampir di warung atau rumah makan kemudian hanya tersedia air teh tawar maka tinggal menambah gula sachet yang dibawa dari rumah. 

Aneh tapi nyata. Begitulah keluarga ku. Ada satu cerita lucu ketika aku berusia 10 tahun dan diajak pulang kampung ke daerah Jawa Tengah. Dalam perjalanan darat ayah mengemudi mobil sembari membawa kami. Tak lupa ransum teh manis kemasan dan gula menjadi bekal perjalanan kami. Sampai akhirnya  ransum teh manis kemasan sudah habis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun