Mohon tunggu...
Bayu Danial
Bayu Danial Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penseur de la Sociale Culture et l'humanisme \r\n

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Media TV sebagai Alat Kapitalisme

23 Desember 2013   08:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:35 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Seiring berkembangnya jaman, nilai-nilai komersil semakin merajalela. Kiranya itulah yang terjadi pada industri pertelevisian di Indonesia. Sepengamatan saya, pada tahun 2006 hanya ada 6 atau 7 produk iklan yang ditampilkan ke layar kaca. Dan pada tahun 2013 ini jumlahnya meningkat dua kali lipatnya. Apalagi jika rate program acara TV itu meningkat atau banyak orang-orang yang menonton mungkin bisa mencapai tiga kali lipatnya, 21 produk komersil ketika break program acara. Bayangkan! Memang kita tidak perlu naif bahwa yang namanya hidup atau agar bisa survive menjalankan suatu program acara TV tentu saja butuh uang. Ya, semua memang butuh uang. Tapi enggak gitu juga kaleeeee....

Berikut saya susun poin-poin saja agar lebih ringkas.

§Peran media televisi telah tergantikan dengan adanya media Internet yang dapat “menembus” keterbatasan ruang dan waktu, pun saat ini untuk terkoneksi ke internet bukan barang yang mahal. Namun TV masih dapat berfungsi sebagai “penghibur massal” dengan tayangan-tayangan yang menarik.

§Produk-produk komersil yang ditawarkan semakin beragam, tidak terbatas pada produk makanan dan minuman atau juga rokok, melainkan menjadi lebih bervariasi. Ada kondom, pakaian dalam, jasa, properti, hingga kampanye politik dari calon kepala daerah. Dan yang paling baru media televisi juga dapat berevolusi menjadi alat propaganda. Sebuah ajakan. Menjelang tahun 2014, pemilik stasiun televisi swasta tersebut berlomba-lomba memanfaatkan media ini sebagai “alat tebar janji”. Contoh: saya calon presiden A dari partai kuning “mari kita bekerja, menjadikan Indonesia lebih baik bla bla bla.......bli bli bli........” bahkan ada juga yang bikin semacam kuis atau program TV dengan maksud-maksud tertentu.

§Dewasa ini, program-program acara di TV lebih cenderung kepada aspek hiburan tetapi minus nilai-nilai yang mengedukasi masyarakat. Apalagi jika ditonton anak kecil, tayangan yang kelihatan kurang baik tentu saja akan ditiru jika tanpa pendampingan orang tua. Berbeda jika dibandingkan pada waktu tahun 2005 dan 2006. Di tahun-tahun sebelumnya cukup banyak program TV yang tertarik dengan menyuguhkan aspek ilmu pengetahuan seperti program “GalileoGalilei”. Pun ada juga yang mengangkat nilai sosial – moral seperti sinetron komedi “Bajaj Bajuri”.

§Ditinjau dari segi Ekonomi, saya melihat dengan semakin banyaknya produk iklan yang tampil, ini akan mendorong pola konsumtif baru di masyarakat.

Memang apa korelasi nya iklan-iklan di TV dengan tingkat konsumsi masyarakat?

Well, menurut saya tentu saja ada. Dari sisi teknis peran media massa seperti ini cukup berpengaruh apalagi diiringi dengan daya beli masyarakat yang meningkat, bisa jadi setiap kamar dalam rumah terdapat satu pesawat televisi.

Oleh karena itu minimarket menjamur di mana-mana sebagai impilikasi dari produk-produk komersil yang ditawarkan itu, bahkan di desa-desa sekalipun. Pun dengan ditopang kebijakan pemerintah yang longgar, investasi semakin liberal. Para pengusaha asing semakin “bisa berusaha”. Maka kita tidak perlu heran jika melihat mal-mal, atau restoran-restoran asing dari berbagai negara ikut mengambil peran.

Pendapat yang saya utarakan dalam artikel ini memang terkesan spekulatif, tetapi saya kira hal tersebut sesuai dengan kondisi yang terjadi saat ini walau tingkat kebenarannya mungkin tidak sampai seratus persen.

Industri pertelevisian di Indonesia memang banyak mengalami perubahan, namun alangkah baiknya jika iklan tersebut dikurangi agar para pemirsa mendapat kenyamanan dalam menonton atau mendapatkan hiburan. Namun untuk merealisasikan hal tersebut sepertinya tidak mudah karena dewasa ini semua pihak dituntut untuk mendapat keuntungan lebih dan lebih. Ya, di Era serba modern seperti sekarang ini kapitalisme seakan-akan tidak dapat dibendung lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun