Tanggal 12 Maret 2011 merupakan momen bersejarah bagi Syafiq, salah satu sahabat karib saya. Ya, pada tanggal tersebut ia beranikan diri untuk nikah muda di umur dua puluh dua. Ibarat main bola, skor sudah 1-0 untuk keunggulan Syafiq tentunya.
Setelah itu, menyusul sahabat karib lainnya menuju pelaminan juga. Sedangkan saya sendiri baru menikah tahun 2014 di umur dua puluh enam. Saya yang nikah belakangan, akhirnya masuk golongan "khatamul ikhwan". Namun, kalau dilihat dari konsep umur versi Badan Pusat Statistik (BPS) di mana pemuda adalah penduduk berumur 16-30 tahun, insya Allah saya masih masuk golongan kategori nikah muda juga. Cakep!
Berdasarkan data BPS, pada tahun 2014 pemuda laki-laki lebih banyak yang belum menikah, sebaliknya pemuda perempuan lebih banyak yang sudah menikah. Persentase pemuda laki-laki dengan status belum menikah (66,93 persen) adalah sekitar dua kalinya persentase pemuda laki-laki yang sudah menikah (32,22 persen).Â
Sebaliknya persentase pemuda perempuan yang berstatus belum menikah (41,12 persen) lebih rendah daripada persentase pemuda perempuan yang berstatus menikah (56,84 persen). Nah, menjadi bagian dari sedikit pemuda laki-laki yang sudah menikah, maka sudah sepatutnya saya harus banyak bersyukur sedangkan isteri saya sudah sepatutnya harus banyak bersabar. Karena syukur dan sabar merupakan soulmate yang harus ada dalam keluarga agar nantinya berbalas surga.
Kembali ke laptop...
Demi menghadiri pernikahan sahabat karib saya ini, saya bersama beberapa sahabat JOSH (JOmblo Sampai Halal) rela menempuh jarak kurang lebih 900 kilometer dengan armada kebanggaan murah meriah, kereta malam jug gijag gijug gijag gijug. Waktu tempuh kurang lebih 24 jam dengan rincian Jakarta-Surabaya 15 jam, istirahat sebentar 3 jam, dan Surabaya-Jember 6 jam.
Saya coba bandingkan dengan armada lain dengan bertanya kepada Mbah Google. Jika perjalanan menggunakan bus lewat Jalur Pantura, maka membutuhkan waktu  sekitar 19 jam. Sedangkan kalau ada yang mau sekalian olahraga menggunakan armada kaki sendiri (alias jalan kaki) lewat Jalur Pantura, maka membutuhkan waktu "hanya" 182 jam atau setara hampir 8 hari perjalanan.
Namun, pikiran tersebut sirna dalam sekejap karena ternyata panitia dan mobil jemputan sudah siap berangkat menuju lokasi. Akhirnya, saya pun hanya sempat baluran minyak wangi dan gosok gigi pake odol hasil jarah bukan punya sendiri.
Dalam perjalanan menuju lokasi, salah seorang panitia mencolek saya. Harap tenang, yang nyolek jenggotan juga kayak saya, jadi dia nggak pakai jilbab. Apa sih.Â
Panitia: "Mohon maaf kalau buru-buru karena acara akan dimulai bada Ashar. Oh iya ini Mas Bayu kan?"