Mohon tunggu...
bayu bagus permadi
bayu bagus permadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

"Sebagai penulis, saya percaya bahwa kata-kata adalah kekuatan untuk menyampaikan emosi, menggugah pikiran, dan membangun koneksi antarmanusia."

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menangani Stigma terhadap Kesehatan Mental di Kalangan Remaja

12 Desember 2024   22:07 Diperbarui: 12 Desember 2024   21:16 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
( Pelukan orang tua kepada anak ( Sumber : AI)) 

Kesehatan mental remaja seringkali menjadi topik yang tabu untuk dibicarakan, terutama di banyak budaya yang masih memandangnya dengan stigma negatif. Padahal, masalah kesehatan mental yang tidak ditangani dengan baik dapat berdampak jangka panjang pada kehidupan mereka. Di era digital ini, tekanan sosial dan tantangan baru semakin mempengaruhi kesehatan mental remaja, yang sering kali tak terdeteksi. Artikel ini akan membahas pentingnya mengatasi stigma terkait kesehatan mental remaja, bagaimana cara menciptakan lingkungan yang mendukung, serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk memastikan mereka mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.

1. Memahami Stigma Kesehatan Mental

Sebagian orang melihat orang dengan gangguan mental dengan cara yang negatif. Ini dikenal sebagai stigma terhadap kesehatan mental. Stigma dapat menghalangi remaja untuk mendapatkan bantuan atau berbicara tentang masalah mereka. Hal ini seringkali disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang kesehatan mental serta stereotip sosial yang menganggap gangguan mental sebagai tanda kelemahan atau kegagalan. Keluarga, teman sebaya, atau bahkan tenaga medis yang tidak terbiasa dengan masalah kesehatan mental dapat menyebabkan Stigma.

Remaja sangat dipengaruhi oleh teman sebaya mereka, dan pandangan sosial yang salah kaprah tentang kesehatan mental seringkali tertanam dalam diri mereka. Stigma ini dapat sangat membahayakan, menyebabkan remaja merasa malu atau takut mengakui keadaan mereka. Untuk mengubah pola pikir ini, remaja dan keluarga harus dididik tentang kesehatan mental.

2. Dampak Stigma terhadap Kesehatan Mental Remaja

Bagi remaja, Stigma terhadap kesehatan mental dapat berdampak negatif secara emosional, sosial, dan fisik. Salah satu efeknya adalah penurunan rasa percaya diri, yang pada gilirannya menyebabkan isolasi sosial. Remaja yang merasa malu atau takut mengakui masalah kesehatan mentalnya cenderung menghindari berinteraksi dengan teman sebaya atau anggota keluarga mereka, yang pada gilirannya memperburuk kondisinya.

Selain itu, stigma membuat orang lebih sulit untuk mendapatkan bantuan profesional. Remaja yang mengalami masalah mental mungkin enggan mengunjungi konseling atau pengobatan. Akibatnya, masalah yang awalnya dapat diselesaikan dengan cepat berubah menjadi masalah jangka panjang seperti depresi, kecemasan, atau bahkan pemikiran untuk melukai diri sendiri. Oleh karena itu, stigma yang menghalangi orang untuk meminta bantuan sangat berbahaya, dan sangat penting untuk menghentikan siklus ini agar remaja dapat mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.

3. Menyebarkan Edukasi untuk Mengurangi Stigma

Untuk mengurangi stigma terhadap kesehatan mental di kalangan remaja, edukasi sangat penting. Pertama, topik kesehatan mental harus dibahas secara terbuka di sekolah, keluarga, dan komunitas. Remaja dapat mengurangi ketakutan atau kebingungan yang seringkali mengiringi masalah kesehatan mental dengan mengedukasi mereka tentang tanda-tanda gangguan mental dan pentingnya mencari bantuan jika diperlukan.

Selebritas atau tokoh berpengaruh yang dapat memberikan contoh positif dapat berpartisipasi dalam kampanye kesadaran publik untuk memberikan pendidikan. Mereka memiliki kemampuan untuk berbicara secara terbuka tentang pengalaman mereka dengan kesehatan mental untuk mendorong remaja untuk menjadi lebih terbuka. Selain itu, pelatihan guru dan konselor di sekolah sangat penting untuk membantu mereka mengenali gejala gangguan mental pada siswa mereka. Dengan cara ini, stigma dapat mulai berkurang, dan remaja akan lebih termotivasi untuk mencari bantuan.

4. Menciptakan Lingkungan yang Mendukung 

Sangat penting untuk mengatasi stigma terhadap kesehatan mental dengan membuat lingkungan yang mendukung di rumah, sekolah, dan masyarakat. Di rumah, keluarga harus berkomunikasi secara terbuka tentang masalah dan perasaan remaja. Membantu remaja berbicara tentang masalah kesehatan mental yang mereka hadapi dapat dilakukan dengan menghilangkan sikap menghakimi dan menunjukkan empati.

Sekolah tidak hanya harus memberikan pendidikan kepada siswanya, tetapi juga harus menyediakan layanan konseling yang mudah diakses dan tidak perlu takut dikucilkan. Program kesehatan mental remaja dapat meningkatkan kesadaran dan mengurangi perasaan terisolasi. Selain itu, peran yang dimainkan oleh teman sebaya juga sangat penting dalam menciptakan suasana yang positif di sekolah. Teman-teman yang membutuhkan bantuan dapat berperan aktif dalam mengurangi stigma dengan membantu mereka.

Kesimpulan

Meskipun mengatasi stigma terhadap kesehatan mental di kalangan remaja merupakan tantangan besar, tindakan yang diambil dengan benar dapat menghasilkan perubahan besar. Pendidikan, komunikasi yang terbuka, dan lingkungan yang mendukung sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong remaja untuk meminta bantuan. Dengan menghilangkan stigma, mereka dapat memperoleh dukungan yang mereka butuhkan untuk menjaga kesehatan mental mereka. Untuk memastikan bahwa stigma secara bertahap terkikis, memberi ruang bagi remaja untuk berkembang dengan sehat secara emosional, inisiatif ini membutuhkan peran aktif dari orang tua, pendidik, masyarakat, dan media.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun