Mohon tunggu...
Bayu Ardiansyah
Bayu Ardiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta

Bayu Ardiansyah merupakan mahasiswa Kimia FMIPA UNS. Ia berasal dari Bekasi. Ia memiliki hobi bermain catur, membaca, dan menulis. Ia memiliki ketertarikan untuk menekuni bidang kepenulisan ilmiah dan bahasa.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelisik Judi Online

27 November 2024   08:37 Diperbarui: 27 November 2024   08:43 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bagaimana mungkin pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital yang tugasnya memblokir situs-situs ilegal malah menjadi tersangka judi online? Oknum-oknum tersebut justru membina situs-situs judi online untuk memperoleh keuntungan hingga 8,5 milyar. Lantas, siapa yang dapat dipercaya untuk memberantas judi online di Indonesia?

Berdasarkan pengakuan tersangka kepada Polda Metro Jaya, tersangka sengaja membina atau menjaga 1.000 dari 5.000 situs-situs judi online untuk tidak diblokir. Tersangka memperoleh keuntungannya dari pihak-pihak terkait hingga 8,5 juta per situs. Penyebab kasus ini dapat terjadi kemungkinan besar adanya simbiosis mutualisme antara pihak-pihak bandar dengan oknum-oknum pegawai KOMDIGI tersebut. Bandar judi online menginginkan agar situs-situs mereka tetap dapat diakses walaupun hanya sebagian kecil, sedangkan oknum-oknum tergiur dengan tawaran untuk memperoleh keuntungan lebih dengan membina sebagian kecil situs-situs judi online sekaligus mereka tetap menjalankan tugas dan wewenangnya dengan memblokir sebagian situs-situs tersebut.

"Pagar makan tanaman" dapat menggambarkan kasus oknum pegawai KOMDIGI yang membina situs-situs judi online. KOMDIGI yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat malah diisi oleh oknum-oknum yang memanfaatkan posisinya untuk kepentingan pribadi. Hal ini menimbulkan ironi di masyarakat mengenai bagaimana pihak yang memiliki wewenang justru menyalahgunakan wewenangnya. Oleh karena itu, kepercayaan masyarakat dapat berkurang terhadap pemerintah.

Kasus ini merupakan contoh pelanggaran terhadap Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014b. Badan dan/atau pejabat pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang, larangan itu meliputi larangan melampaui wewenang, larangan mencampuradukkan wewenang, dan/atau larangan bertindak sewenang-wenang. Oknum-oknum pegawai KOMDIGI tidak hanya lalai dalam melaksanakan wewenangnya, tetapi juga dengan sengaja menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi.

Kasus ini dapat menjadi penyebab masih banyaknya rakyat Indonesia yang masih melakukan judi online. Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) UU 1/2024, pelaku yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memuat perjudian dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Kasus ini menjadi "kesempatan dalam kesempitan" ketika masyarakat memanfaatkan situs-situs judi online yang dibina oleh oknum-oknum pegawai KOMDIGI. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran dari rakyat Indonesia sendiri mengenai kerugian dari judi online.

Data PPATK menyatakan bahwa total transaksi judi online di Indonsia per Maret di Indonesia mencapai 600 triliun rupiah. Hal ini merupakan ancaman serius bagi perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat mengingat banyaknya penjudi yang nekat mengorbankan banyak hal untuk bermain judi online. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah tegas dalam memberantas judi online di Indonesia.

Di sisi lain, terungkapnya pegawai KOMDIGI sebagai tersangka pembina situs-situs judi online menjadi langkah awal menuju kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi. Perlu digaris bawahi bahwa tersangka kasus ini adalah beberapa oknum atau tidak semua pegawai KOMDIGI terlibat. Menteri KOMDIGI Meutya Hafid juga menegaskan untuk tetap mengedepankan prinsip keterbukaan dengan dukungan Polri mendalami kasus tersebut.

Kasus ini perlu ditelusuri lebih dalam apakah oknum-oknum tersebut bergerak dalam jumlah kecil, small group atau apakah ada pihak tertentu di atasnya yang melakukan supervisi seperti sebuah sindikat. Kasus ini perlu menjadi bahan pembelajaran untuk semua birokrasi untuk bersih-bersih internal bertepatan dengan pemerintah baru. Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa ancaman yang dihadapi bangsa ini bukan hanya dari luar, tetapi kita harus mengakui adanya ancaman dari dalam bagi bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun