Mohon tunggu...
G Bayuardi
G Bayuardi Mohon Tunggu... Dosen - Belajar membaca bijak dan menulis rapi

Ada di facebook: zegavon@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Api Kecil Itu

22 Maret 2016   13:18 Diperbarui: 22 Maret 2016   14:38 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Light me"][/caption]Akhir pekan, hari sabtu, hari seperti ini merupakan hari yang santai bagi sebagian orang. Namun tidak demikian dengan diriku sendiri. Aku tetap masuk kerja dengan absensi sidik jari empat kali sehari, buruh pabrik sekalipun tidak sebegitu banyaknya. Walaupun demikian aku tetap saja melakukan kegiatan rutin enam hari dalam seminggu. Entah besar atau kecil pendapatanku, bagiku bukan masalah, bukan juga karena aku sudah merasa kaya dan tidak butuh uang lagi. Tetapi lebih pada kebutuhan aktualisasi diri, walaupun bisa jadi hal ini sangat terlambat, mengingat aku sudah termasuk cukup umur (sebagian orang menyebutnya "tua"). Walaupun demikian, cangkang tanah yang membungkusku roh ku, serta bahasa tubuhku tidak terlalu menampakkan usiaku di bumi yang sesungguhnya. Hal yang sangat ku syukuri.

Hal yang demikian membuatku nampak tak pernah memiliki beban hidup. Entah karena aku tidak peduli atau karena[caption caption="I'm in the dark (hubpages.com)"]

[/caption] memang bisa mensyukuri dalam menjalani hidup. Aku lebih senang dikatakan sebagaimana pernyataan yang ke dua.  Di sela antara gerak dinamika hidup di tempat kerjaku, aku melihat fluktuasi aktivitas, kadang tampak santai, namun di lain waktu sangat terburu-buru dan memaksa. Sebisa mungkin ritme tersebut tidak mempengaruhi ketenanganku dalam menjalani kehidupan keseharian. Kesadaranku  (bisa jadi delusi) melihat segala yang dikejar begitu palsu, namun uang yang didapat adalah asli, begitulah aku memandang makhluk-makhluk itu. Drama naif, peran-peran teatrikal dan strategi jaman Belanda masih diterapkan dengan baik, gosip, hoax, ketidak sesuaian peran dan status, tersaji di depan mata. Aku tak merasa bahwa aku sangat luar biasa, hanya sedikit berbeda. Ya... Berbeda dalam sikap hati, dan meletakkan pikiran dan keinginan. Dan sepertinya hal itu tidak terlalu mencolok. 

Kondisi demikian kadang sangat melelahkan. Banyak sekali ketertarikan dalam bacaan, orientasi hiburan, dan sudut pandang, serta  seleraku sering kali tak bisa ku bagikan dengan semua orang. Hampir delapan tahun aku berada dan menetap di sini, proses adaptasiku pun berjalan lambat, sangat lambat. Adaptasi dengan cara  membuka diri, dan semua terseleksi, datang dan pergi, terasa sekali hal tersebut menyadarkan kesementaraan yang sangat cepat berlalu. Kadang aku begitu penasaran mengapa hal ini berulang, apakah karena bahasaku terlalu sulit? atau perbedaan ketertketertarikan terhadap objek yang sama. Mungkin juga aku yang aneh?! ah biarkan saja. 

Di tempat asing ini aku sempat putus asa, seakan tidak ada orang yang bisa mengerti, atau bisa jadi aku yang kurang memahami. Segala yang kupelajari seakan mati, segala yang kutanamkan mengenai etika seakan tak berguna, malah seringkali aku dianggap berlebihan. Alien, ya... Mungkin itu kata yang tepat, lebih sedikit halus dibandingkan aku mengatakan aku berada di suatu tempat salah jaman. Pertanyaan berikutnya, mengapa aku bertahan, mengapa bisa, dengan cara apa? Terdapat beberapa alasan. 

Alasan pertama, aku merasa memungkinkan untuk beradaptasi, cara beradab ataupun biadab, aku punya "script"Kelenturan menempatkan pada tempat dan konteks tertentu tanpa aku harus menggunakan topeng dan tanpa menjadi orang lain. "Script" tersebut aktif dengan sendirinya sebagai respon dari cara-cara beradab ataupun tidak beradab. Aku lihat beberapa diantara mereka bukan saja menjadi "alien", sebagian besar "alien" bermutasi dengan euforia keistimewaan bersiasat yang berperan sebagai "predator", dan tak jauh berbeda dengan predator lokal, membaur dan menyaru. Sebagai alien yang bertahan untuk tidak bermutasi sebagai pemangsa, merupakan cara yang cukup menguras jiwa, kadang tersudut. 

Adaptasi sebagai alien tak akan dapat bertahan tanpa ikatan benang-benang imajiner halus untuk membentuk suatu koloni tanpa bentuk. Harus tetap mempertahankan orientasi, pola pikir, dan suasana hati. Koloni merupakan tempat di mana kami "re-charging" ketabahan untuk menghindari pengaruh dan godaan bermutasi sehingga bertransformasi sebagai predator. 

Dan mereka merupakan api kecil, api-api itu ada di rumah, di tempat bermain dunia maya, dan sedikit di tempat kerjaku. Ada satu yang sampai hari ini masih selalu memicu kesadaranku, aku nggak ingin kehilangan dia, dia ada di samping kiri ku.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun