Mohon tunggu...
Bayu Amus
Bayu Amus Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menggemari makan enak, tertarik dengan kreativitas, dan hal-hal melebihi ranah logika. Mendalami User eXperience Design, serta menulis untuk Epicurina (epicurina.blogspot.com), Ufosiana (ufosiana.blogspot.com), dan Pipir Sawah Saiber (kangbayu.multiply.com).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Tinggi-Tinggi Membuat Pintar?

11 Desember 2009   05:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:59 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Banyak orang menyimpulkan pintar itu identik dengan serba tahu sehingga tidak pernah perlu bertanya. Ini paham yang sesat… orang justru bisa menjadi pintar dengan banyak-banyak bertanya. Dan setelah pintarpun, kebiasaan ini tidak boleh berubah

Suatu hari, diatas bis Reguler 213 menuju kantor…

Seorang pemuda yang berdiri dikoridor bis itu sebelah matanya tidak bisa menutup dengan pas… pandangannya dari mata ini juga terlihat “kosong”, dan ada kilatan yang aneh… jadi bisa saya perkirakan kalau matanya itu adalah mata keramik, sama seperti yang dimiliki oleh salahseorang rekan kerjaku dulu, di perusahaan yang lama. Temanku itu dulu, sebutlah Heri, kehilangan matanya dalam suatu peristiwa kecelakan…. Namun anehnya, walaupun memiliki hanya sebelah mata namun kemampuan kerjanya bagus… bahkan kerapian dan ketekunannya jauh diatasku yang pemalas ini. Aneh… heran… padahal Heri “hanyalah” lulusan dari perguruan tinggi swasta yang dulu keberadaannya pun aku tidak tahu.

Jadi apa sebenarnya perbedaan diantara kami? Dalam mengerjakan tugas yang membutuhkan ketrampilan khusus ini, ternyata ia memiliki kinerja yang lebih baik dariku. Padahal matanya hanya satu… yang mana dalam teori, berarti pandangannya itu tidak stereo, alias kemampuan melihat secara 3 dimensinya akan berkurang banyak.

Kembali ke masa-masa kuliah, dari pengamatanku sendiri aku melihat, bahwa tidak semuanya mahasiswa yang katanya disaring dengan ketat ini, memiliki semangat belajar yang tinggi… Dan akhirnya pun, setelah bersusah payah bergelut memperebutkan 86 kursi dari sekitar 5000an peminat, banyak diantara rekan-rekanku ini yang berguguran… Kalau bukan karena alasan klasik; dana, alasan lainnya yang umum adalah "hilangnya minat", dan alasan terakhir ini biasanya terjadi pada mereka yang berada di tingkat-tingkat akhir. Wow… mungkin kalau dari awal kursinya itu diserahkan pada peminat lain, akhirnya tidak akan seperti itu dan negara tidak keluar uang dengan sia-sia (jaman itu biaya kuliah sebagian ditanggung negara)… Tapi yah itulah dinamika hidup dimasa lulus SMA… berlomba-lomba ikutan ujian masuk Perguruan Tinggi, mengadu kemampuan diantara ratusan ribu lulusan lainnya, untuk mendapatkan pendidikan tinggi baik yang murah… karena kalau tidak, mungkin biaya tak akan terbayar, dan otomatis jika tanpa gelar, maka mencari pekerjaan yang layak di Indonesia adalah hal yang sangat sulit.

Tapi dari hasil pengamatanku pula, ternyata dari sekian banyak mereka yang lulus pun, tidak semuanya memiliki kualitas yang memuaskan… ada rekan yang lantas memilih pulang kampung untuk membuka warnet dengan modal dari orang-tua, karena merasa kalah setelah berjuang bertahun-tahun tidak mendapat kerja. Ada juga yang merasa kurang kompeten dibidangnya, lantas banting setir ke bidang lain (diketik sambil mengamati bayangan diri di cermin). Jadi kenapa koq setelah dididik sekian tahun kuliah, tidak menjamin tingginya kualitas lulusan?

Salahnya sistem penyaringan penerimaan mahasiswa

Terdapat suatu kesalahan dalam sistem penyaringan penerimaan mahasiswa di perguruan2 tinggi, yang menyebabkan hanya terujinya sebagian saja dari kualitas yang diperlukan bagi seseorang untuk bisa dididik dengan baik. Tapi apa sih buatan manusia yang sempurna? Semuanya penuh dengan tambal sulam dan bongkar pasang…

Jadi ketika seorang calon mahasiswa dinyatakan lulus ujian masuk, maka iapun dianggap memiliki sebagian besar dari faktor-faktor yang diperlukan baginya untuk memulai pendidikan sebagai seorang mahasiswa. Masalah apakah ia memiliki juga kemampuan untuk menamatkan, atau bahkan untuk berkembang menjadi ahli dibidangnya, adalah suatu hal yang akan diurus kemudian…

Dan bagi si mahasiswa sendiri, apakah penerimaan ini berarti perjuangan selesai?

Sayangnya ya! Banyak yang menganggap demikian… Padahal tahun-tahun ia menjalani kuliah adalah tahun yang membutuhkan kerja keras dan daya juang, bukan semata-mata karena ia adalah mahasiswa maka pe-ernya harus lebih banyak, tapi karena kelulusan tanpa kualitas, adalah seperti cangkang tanpa isi… si kulit mungkin saja indah, dan membantunya untuk mendapatkan banyak kesempatan di dunia kerja, terima kasih kepada prestasi baik yang telah dibangun oleh para senior kampusnya dari tahun ketahun… Namun bekerja, itu bukanlah pameran cangkang… kerja justru lebih, dan sangat terkait dengan “isi” dari si lulusan; yaitu kualitas wawasan dan skill (ketrampilan) dari si siswa. Jadi kala si lulusan dari perguruan terkenal ternyata nggak bisa kerja, tamatlah riwayatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun