Dr. Agus Hermanto, M.H.I. merupakan seorang akademisi di salah satu perguruan tinggi Islam di Lampung dan merupakan tokoh dalam bidang lingkungan hidup, atau yang dikenal juga dengan istilah ekologi. Beliau dilahirkan di Lampung Barat pada tanggal 5 Agustus 1986. Dan pada saat ini tinggal di kota Bandar Lampung, tepatnya di jalan Karet, gang Masjid nomor 79, Sumberejo, Kemiling, Bandar Lampung. Dari pernikahannya dengan Rohmi Yuhani'ah, S.Pd.I., M.Pd.I., beliau dikaruniai tiga orang anak, yaitu: Yasmin Aliya Mushoffa, Zayyan Muhabbab Ramdha, dan Abdad Tsabat Azmana. Riwayat pendidikan formal beliau dimulai pada jenjang sekolah dasar, yaitu di MI Al-Ma'arif Lampung Barat dan lulus pada tahun 1999, kemudian di MTs Al-Ma'arif  Lampung Barat dan lulus pada tahun 2002, lalu melanjutkan pendidikan di MA Al-Iman Ponorogo dan lulus pada tahun 2006, kemudian menempuh pendidikan S1 di IAIN Ponorogo pada jurusan Hukum Keluarga Islam dan lulus pada tahun 2011, kemudian meneruskan S2 pada jurusan yang sama di UIN Raden Intan Lampung dan lulus pada tahun 2013, kemudian melanjutkan pendidikan doktoral pada jurusan dan universitas yang sama dan lulus pada tahun 2018.
Berbicara mengenai fikih ekologi, yang nampaknya pada saat ini belum ramai diketengahkan oleh para peneliti dan juga akademisi, merupakan suatu hal yang cukup menarik untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan istilah fikih ekologi adalah istilah yang terbilang baru karena merupakan gabungan dari dua kata yang berbeda, yaitu fikih dan ekologi, yang sebelumnya belum pernah dirumuskan atau ditemukan. Meskipun pada hakikatnya konsep dari fikih ekologi dalam ajaran agama Islam telah eksis, sebagaimana telah disinggung di dalam surah Al-A'raf ayat 56 yang artinya sebagai berikut:
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik." (Q.S. Al-A'raf/7:56).
Pengertian dari fikih sendiri ialah ilmu yang mempelajari tentang hukum syariah yang bersifat praktis dan diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Adapun pengertian dari ekologi adalah ilmu yang membahas tentang hubungan kesalingan antara manusia, hewan dan organisme lainnya sebagai unsur biotik dengan alam sekitar atau lingkungannya sebagai wadah atau rumah bagi ekosistem dan segala hal yang ada di dalamnya. Maka, pada dasarnya kajian fikih ekologi memiliki lingkup atau cakupan yang sangat luas dalam hal fenomena dan realitas alamiah yang terjadi di sekeliling kita yang dipandang melalui konsep maqashid as-syari'ah. Di sinilah kemudian tugas manusia sebagai khalifah fil ardh atau pemimpin di muka bumi ini perlu untuk diperhatikan kembali agar kemudian dapat diimplementasikan, agar semua hal yang dilakukan oleh manusia dapat menjadi washilah baginya untuk dapat beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah ta'ala. Lebih jauh lagi, penerapan konsep maqashid as-syari'ah yang terdiri dari lima prinsip, yaitu: hifdz ad-din (menjaga agama), hifdz an-nafs (menjaga jiwa), hifdz al-'aql (menjaga akal), hifdz an-nasl (menjaga keturunan), dan hifdz al-mal (menjaga harta) pada fikih ekologi merupakan hal yang juga penting untuk diaktualisasikan, agar dapat mencapai tujuan yang baik berupa kemaslahatan bersama, demi mewujudkan konsep Islam yang rahmatan lil 'alamin, Islam yang menjadi rahmat dan kebaikan serta kebermanfaatan bagi seluruh alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H