Mohon tunggu...
Bayu Aktami
Bayu Aktami Mohon Tunggu... Dosen - *

*

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik dan Akal Sehat?

12 Juni 2019   12:29 Diperbarui: 12 Juni 2019   12:39 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pasca Pileg dan Pilpres 17 April 2019 dan pengumuman resmi KPU tentang hasil Pileg dan Pilpres pada 20 Mei yang lalu, kelihatannya ketegangan politik tidak menurun. Ada upaya-upaya mendelegitimasi hasil penghitungan suara dari KPU dengan ancaman akan adanya people power, walaupun akhirnya ditempuh jalur konstitusional melalui Mahkamah Konstitusi (MK). 

Namun rentetan peristiwa terkait Pileg, tapi terutama Pilpres, ini ternyata tidak berhenti sampai di situ. Upaya-upaya penangkapan orang-orang yang dituduh makar terkait dengan kerusuhan 21-22 Mei terlihat semacam suatu serangan balik (politik) terhadap mereka yang berupaya mendelegitimasi hasil penghitungan suara KPU. 

Pasti ada dalih-dalih yang bersifat konstitusional dan pertimbangan-pertimbangan terkait pertahanan dan keamanan negara, namun aroma politik (setidaknya interpretasi politis) tidak dapat hilang begitu saja dari tindakan penangkapan tersebut. Apalagi dibarengi dengan publikasi yang terang-terangan atas suatu hal yang masih dalam tahap proses penyidikan, yang membentuk penilaian hukum oleh publik sebelum proses hukum itu sendiri putus. Pertanyaannya adalah: kapan ketegangan politik ini akan selesai?

Situasi ini mengingatkan kita pada apa yang sering terjadi di negara kita ini pula tentang pertandingan sepak bola. Dua tim yang pasca pertandingan rusuh akibat tidak menerima hasil pertandingan. Wasit dituduh berlaku curang dan berat sebelah. Walaupun tuduhan itu dalam beberapa kasus terbukti, namun dalam banyak kasus tidak dapat dibuktikan. Sehingga yang terjadi adalah ketidakpercayaan terhadap perangkat pertandingan. 

Wasit dapat saja serta merta dituduh curang tanpa perlu pembuktian apakah kecurangan itu benar terjadi atau hanya prasangka belaka. Tidak ada kepercayaan lagi kepada mana yang benar dan yang tidak. Orang bertindak berdasarkan prasangka bukan lewat suatu pertimbangan yang rasional lagi. Tuduhan-tuduhan dilekatkan dengan tidak proporsional, sudah ada vonis sebelum proses hukum selesai. Tidak hanya dalam kaitannya kasus makar ini saja, tuduhan kecurangan oleh KPU itu pun juga suatu prasangka yang sudah digembar-gemborkan, padahal proses oleh MK belumlah lagi dimulai.

Jadi, semua hal ini untuk menegaskan bahwa politik atau bahkan penegakan hukum kita tidak berdiri atas dasar pertimbangan yang sehat, semua dilakukan atas dasar prasangka yang kebenarannya sudah diterima terlebih dahulu tanpa taat pada azas pengujian dan pembuktian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun