Di sudut pabrik yang bising, di antara deru mesin dan percikan api dari las, Arman berdiri dengan clipboard di tangan. Matanya tajam mengawasi pekerja yang sibuk, memastikan setiap prosedur keselamatan dipatuhi. Sebagai seorang Health, Safety, dan Environment (HSE) officer, tugasnya bukan hanya mengawasi, tapi juga menjaga nyawa mereka yang sering kali abai pada bahaya.
Tapi hari itu berbeda. Ada sesuatu di dadanya yang berat, semacam firasat buruk yang tak mampu ia jelaskan.
Saat ia melewati area produksi, ia melihat Rudi, seorang operator mesin yang dikenal ceroboh, bekerja tanpa menggunakan sarung tangan tahan panas.
Rudi! Sarung tanganmu mana?" tegur Arman keras.
Rudi terkekeh, "Ah, sebentar aja, Pak. Cepat kok ini."
Arman menghela napas. Ia mendekat dan menyerahkan sepasang sarung tangan dari sakunya. "Jangan pernah remehkan keselamatan, Rud. Kecelakaan terjadi dalam hitungan detik."
Rudi menerima sarung tangan itu dengan raut bersalah, sementara Arman melanjutkan inspeksinya.
Sore itu, alarm tanda istirahat berbunyi. Arman hendak menuju kantin ketika ia melihat tumpukan besi yang tampak tidak stabil di dekat gudang. Nalurinya langsung bekerja.
Ia melangkah cepat ke sana, memeriksa setiap sudutnya. Tali pengaman yang harusnya mengikat besi-besi itu longgar, seperti tidak dikencangkan dengan benar. Arman menggeleng. Jika besi ini jatuh, bisa membahayakan siapa pun yang ada di sekitarnya.
Ia mengeluarkan radio komunikasinya.