Mohon tunggu...
Ahmad Dwi Bayu Saputro
Ahmad Dwi Bayu Saputro Mohon Tunggu... Guru -

http://ahmaddwibayusaputro.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bujuk Rayu Setan

28 Mei 2018   00:45 Diperbarui: 28 Mei 2018   01:49 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah keluarga yang sedang mempunyai sedikit masalah, tiba-tiba ada bisikan dari telinga kiri, "Cerailah, carilah wanita yang lain. Di dunia ini, wanita itu banyak, tidak hanya ia saja." Diam sejenak dan seketika itu ada bisikan dari telinga bagian kanan, " ingatlah, sesungguhnya perceraian itu tidak dicintai oleh Tuhan." Hatipun menjadi bimbang. Apabila mengikuti suara telinga kiri, maka perceraian tentunya akan terjadi. Sebaliknya, jika telinga kanan sebagai dominan, maka pereceraian pun dapat digagalkan.

Ada seorang pria yang ingin menikah, ada bisikan dari telinga bagian kiri, "Jangan menikah dengan dia. Dia itu buruk. Masa mudanya penuh dengan dunia gelap, penuh dengan kesuraman." Telinga bagian kanan pun menyapanya, "Masa lalu itu tak penting. Pada intinya, jika kamu sudah yakin maka dekatilah. Jika menengok masa-lalunya, setiap orang tentunya mempunyai cerita yang berbeda-beda." Diamlah sejenak, mendekatkan diri kepada-Nya. Akhirnya, menemukan sebuah pencerahan. Menikah dan sampai sekarang sudah mempunyai dua orang anak.

Ada orang datang yang mau menyervis HP, ia segera mempersilahkan masuk dan menyanggupinya. Ditanya apakah bisa memperbaiki HP, jawabnya adalah bisa. Padahal ia belum pernah belajar menjadi tukang bengkel HP. Hanya latihan membongkar HP dan itu pun secara otodidak di rumahnya. Ada orang yang mau menyervis, belum ada yang mampu ia betulkan. Yang ada, HP nya kerusakannya semakin parah. Dulu lampu HP mampu menyala, namun sekarang malah mati total.

Ada orang yang menyanjungnya, ia merasa sangat bahagia. Ada tetangganya mengatakan kurang pintar, ia menolaknya. Menyebut namanya dengan tanpa gelar, ia marah-marah. Kalau ada tetangganya mempunyai hajat, boleh jadi ia tak akan datang oleh karena gelarnya dimaksud lupa tak disebutkan. Senangnya berada di depan dan menjadi pemimpin. Ada rapat pembubaran panitia, ia pun ingin selalu berada di depan.

Ada tetangganya menjadi imam di masjid, ia merasa panas. Ia merasa bahwa dirinya sudah lama menjadi isinya masjid. Imam masjid sebenarnya orang baru. Oleh karena dianggap mumpuni dan mampu mengayomi masyarakat, akhirnya diangkat menjadi imam utama di masjid. Ia merasa hatinya sangat marah. Merasa ilmu agamanya masih setinggi langit, padahal sesungguhnya masih dangkal. Membaca surat Al-Fatihah saja masih banyak yang keliru, namun mengakunya sudah paling pintar sendiri dan inginnya selalu berada di depan.

Memang benar apa yang disampaikan oleh KH. Anwar Zahid, bahwa seorang yang senang menggunakan ayat ketika sedang berbicara, sesungguhnya ilmu agamanya masih dangkal. Dan bahkan, boleh dikatakan masih pemula dalam belajar ilmu agama. Seorang yang sudah menguasai ilmu keagamaan, biasanya malah sering menggunakan perumpamaan. Misalnya saja, "Jadilah manusia yang seperti lebah", yang pada intinya mampu memberikan manfaat kepada orang lain.

Ada seorang pegawai bank yang berkeliaran untuk menagih hutang, ia kabur. Mengumpat di rumahnya tetangga dan bahkan esok harinya pergi ke luar kota. Ia tak mau menerima kenyataan hidup yang sesungguhnya. Kalau mempunyai hutang, ya harus tanggung jawab. Harus mau melayani tamu yaitu pegawai bank. Ia merasa malu dengan tetangganya dan dirinya sendiri  kalau ia mempunyai banyak hutang.

Senangnya di depan, merasa bisa, merasa paling pintar, tidak mau menerima kenyataan hidup yang sesungguhnya. Pengennya selalu menang sendiri dan tidak mau menerima kekalahan. Itulah bujuk rayu setan. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun