Siang tadi, sambil menikmati istirahat, saya didatangi seorang perempuan hitam manis. Penampilannya rapi dan elegan layaknya seorang wanita karir. Memperkenalkan diri sebagai perwakilan dari salah satu yayasan yang fokus pada pendidikan. Yayasan yang sangat terkenal menurut saya karena dimiliki juga oleh kelompok usaha besar yang memiliki gedung megah di kawasan jalan Sudirman Jakarta Pusat.
Setelah perkenalan yang singkat tadi, Fitri, sebut saja demikian namanya (supaya ada personifikasi), menawarkan saya untuk ikut berdonasi bagi pendidikan remaja Indonesia, terutama di kawasan Indonesia Timur. "Selamatkan Satu Orang Remaja", nama slogannya.
Untuk dapat menjadi peserta donasi, dan dianggap saya memiliki satu orang anak asuh, saya harus memberikan uang minimum Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). Sebagai hadiahnya saya mendapatkan satu booklet berisi banyak voucher diskon untuk ke Gym, karaoke, atau restoran.
Mungkin karena saya lebih memperhatikan si hitam manis tadi dari pada penjelasannya yang memusingkan saya, karena tidak menjelaskan program yayasan pendidikan bonafid tadi tetapi justru lebih banyak menjelaskan cara penggunaan voucher, saya jadi bingung.  Terus terang saya bingung, teman cantik ini mengajak saya untuk menjadi donatur dalam program "Selamatkan Satu Orang Remaja" demi masa depan bangsa, atau menjual voucher diskon..?
Saya pun makin bingung, karena setelah saya serahkan uang seratus ribu dan menerima satu booklet voucher diskon tadi, saya tidak mendapat tanda bukti lain lagi sebagai tanda bahwa saya sudah ikut menyumbang dalam program mulia demi masa depan bangsa tadi.  Ketika saya konfirmasikan kepada Fitri, si hitam manis tadi, ia juga bingung. Ia bingung kenapa saya minta tanda bukti donasi, padahal sudah di kasih satu booklet voucher diskon. Akhirnya ia menjawab diplomatis (khas-nya para sales), "saya akan sampaikan nanti ke pimpinan".
Saya merasa rela menyumbang ke yayasan bonafid tersebut sesuai slogannya yang sungguh-sungguh menggugah semangat kebangsaan saya. Akhirnya, si Fitri pergi. Tinggal saya sendirian, membolak-balik buku diskon tadi, mempelajari informasi apa saja yang tercantum di sana.
Dengan sungguh-sungguh saya cari-cari apa yang menjadi program nyata dari yayasan tersebut, tapi tidak ada. Yang saya temukan hanya voucher-voucher diskon yang mengajak saya untuk membelanjakan lebih banyak lagi uang untuk kepentingan konsumtif, bukan untuk kepentingan pendidikan atau program keren lain untuk kepentingan bangsa.
Akhirnya, saya temukan juga kenyataannya! Ternyata, dari seratus ribu yang saya keluarkan tadi, hanya sepuluh ribu rupiah saja yang akan diserahkan ke yayasan bonafid tadi! Lho..? sisanya kemana ? Gak tahu..?
Saya coba cari tahu ke website resminya, tapi gak ketemu juga keterangan tentang program penjualan buku voucher ini. Saya coba cari tahu tentang partner yang tertera namanya di buku diskon, hanya ada keterangan yang kurang lebih sama dengan yang ada dibooklet. Saya tidak mendapat tambahan informasi yang lebih jelas.
Saya coba cari alamat email untuk bertanya, yaaahh semacam customer care atau "kontak kami", tapi gak ada juga. Apa yang tertera di booklet hanyalah nomer customer service. Tapi saya tidak mau membuang pulsa hanya untuk mengklarifikasi hal ini. Akan lebih murah menggunakan email.  Lagi pula saya memposisikan untuk "dijawab sukur, enggak ya gak apa-apa".. toh saya rela tadi mengeluarkan uang seratus ribu untuk belanja satu booklet voucher diskon, yang sepuluh ribu rupiahnya untuk kepentingan masa depan bangsa.
Saya hanya menyayangkan cara yang kurang cantik ini, tidak seperti Fitri yang menjualnya.  Mestinya, yayasan bonafid tersebut mampu mengemas program pencarian dana yang lebih apik. Lebih mendorong masyarakat untuk berhemat dan lebih besar menyumbang untuk membantu pendidikan para remaja yang merupakan masa depan bangsa. Yang lebih penting adalah penjelasan yang rinci tentang program apa yang dipersiapkan yang akan dilaksanakan dengan mendapatkan dana dari cara mencari donatur seperti ini, misalnya : berapa sekolah yang akan dibangun, berapa remaja yang akan di bantu per tahunnya, berapa jumlah kebutuhan minimum setiap remaja tersebut sesuai jenjang pendidikannya, sudah berapa remaja yang dibantu, sudah menjadi apa para remaja yang pernah dibantu, dan informasi-informasi aktual lainnya.  Informasi-informasi itu jauh lebih penting dan lebih mendorong masyarakat (paling tidak saya sendiri) untuk menyumbang lebih besar.