Mohon tunggu...
bayu sih hanggoro
bayu sih hanggoro Mohon Tunggu... -

sedang belajar menulis. Ikutan lomba iB Kompasiana blogging day, langsung ketagihan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Solidaritas Roker

6 Agustus 2010   06:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:16 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bukannya salah tulis.  Judul di atas memang ROKER dan bukan Rocker.  Karena yang saya maksudkan adalah ROKER = Rombongan Kereta, bukan penyanyi rock.

Sebagaimana masyarakat urban lainnya yang sehari-hari menglajo dari Bogor ke Jakarta, maka kereta rel listrik Jabotabek adalah lebih dari sekedar transportasi biasa. KRL adalah kemewahan sekaligus sekolah tentang kehidupan.  Iya.., kita bisa banyak belajar tentang hidup di kereta.

Saya batasi saja dulu.., kali ini tentang solidaritas.  Soldiaritas diantara para penumpang kereta rel listrik ini.  Kenapa saya sebut roker atau rombongan kereta ?  Pada umumnya, penumpang krl memiliki kelompok-kelompok atau rombongan.  Jangan lantas berpikiran suatu kelompok yang besar.  Tidak.  Paling tidak terdapat kelompok-kelompok yang terdiri dari 2 atau 3 orang.  Saling berkumpul dalam satu gerbong, lebih spesifik lagi di spot yang dekat.

Mengapa mereka perlu membentuk kelompok ? Berkendara menggunakan kereta itu mengasyikan.  Kami tidak perlu pusing dengan hilir mudik lalu lintas.  Tidak stress dengan kemacetan.  Tidak perlu takut kesenggol bikers.  Akan tetapi, di dalam kereta yang berjalan monoton seperti itu juga membosankan.  Perlu teman untuk mengobrol dan berbagi kebosanan.  Terlebih jika naik kereta api ekonomi, berkelompok akan menjadi lebih aman dari gangguan orang jahil.

Meski ada juga penumpang yang berjenis soliter dan tidak berkelompok.  Sah-sah saja dan tetap sampai di tujuan dengan aman.

Dalam kelebihan dan kekurangannya itu lah..muncul solidaritas di antara penumpang KRL.  Seringkali digembar-gemborkan bahwa penumpang KRL kelas ekonomi lebih solider dari pada penumpang kereta kelas di atasnya.  Bisa jadi demikian.

Penumpang KRL kelas ekonomi, saking solidernya, sebagian dari mereka rela untuk memilih naik di atas gerbong.  Kenapa ? Supaya para ibu dan anak-anak lebih punya ruang di dalam gerbong, katanya.  Penumpang di dalam gerbong pun demikian, menurut pada aturan tidak tertulis, bahwa bila sudah melewati beberapa stasiun, maka mereka yang mendapat kemewahan duduk harus berdiri memberi kesempatan kepada penumpang lain untuk bergantian duduk.  Disinilah pentingnya membentuk kelompok.  Bila ada orang tua atau ibu yang menggendong anak, biasanya mereka diusahakan untuk di"dorong" supaya mendekat ke tempat duduk, dan berharap penumpang yang dihadapkannya mau merelakan tempat duduknya.

Suasana solidaritas di kereta ac utama juga tidakjauh berbeda.  Solidaritas tetap menonjol meski dengan bentuk berbeda.  Seorang ibu paruh baya yang bentuk badannya besar (sampai menuh-menuhin bungkusnya) tidak akan membangunkan seorang pemuda yang kebetulan mendapatkan tempat duduk.  Padahal ibu tadi sudah berdiri dari stasiun bogor sampai Tebet.  Kasihan, kata ibu tadi.  Pasti itu pemuda rumahnya di jauh banget, jadi mungkin dia berangkat dari rumah sebelum sholat subuh supaya bisa dapat duduk di kereta, begitu pembelaan ibu tadi.  Dengan solidaritas yang akut demikian, maka di kemudian hari banyaklah penumpang yang membawa sendiri kursi lipat.  Alasannya supaya tidak perlu mengganggu penumpang lain yang sudah lebih dulu dapat duduk.  Kalau tidak punya cukup uang untuk beli kursi lipat, maka koran bekas pun jadi alas untuk lesehan.

Agak berbeda dengan penumpang kereta kelas ekonomi.  Penumpang kereta kelas ac utama, kebanyakan pendiam, atau sibuk dengan dirinya sendiri (main handphone, baca buku, juga tidur).  Ini juga salah satu bentuk solidaritas.  Jangan sampai membangunkan yang sedang tidur, kasihan.  Sedangkan di kereta kelas ekonomi, keriuhan adalah hal yang akrab.  Kalau kereta kelas ekonomi sepi, pasti di kira kereta hantu.  Mereka riuh supaya dapat melepas stress karena padatnya penumpang.  Ada yang mencoba melawak dan hanya ditertawakan oleh kelompoknya saja.  Ada yang menggoda temannya yang kebetulan punya penyakit latah.  Kadang memancing tawa seluruh penumpang di gerbong itu.  Hiburan gratis.

Dari kedua jenis kereta tersebut, ada pelajaran penting yang selalu mereka dapat.  Roker atau rombongan kereta dan seluruh penumpangnya, selalu diberi pelajaran untuk selalu sabar.   Mereka sabar dan solider terhadap kondisi kereta rel listrik yang sering terlambat dengan alasan gangguan sinyal atau wesel.   Mesti sabar dan solider dengan kondisi jumlah penumpang yang sudah melebihi batas kewajaran.

Hidup Roker.!!

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun