Pernahkah kamu mengalami suatu kondisi, yang mana pasanganmu tak kunjung melamar dirimu? Padahal secara usia sudah mencukupi, kedewasaan pun telah matang, dan masalah finansial baik-baik saja. Lantas apa yang bakal kamu lakukan ketika pasanganmu tak kunjung melamar dirimu?
Artikel ini mencoba melihat permasalahan dari kacamata perempuan. Jadi, cukup pas bila perempuan yang membaca tulisan ini, tapi tak menutup kemungkinan para laki-laki boleh membacanya, sebab agar lelaki lebih peka terhadap perasaan pasangannya.
Alasan saya menulis ini, sebab ada teman saya (perempuan) yang sebenarnya tak kunjung mendapat apa yang dia harapkan. Dia menjalin hubungan dengan orang lain, bukan saya lho, sudah cukup lama, semenjak dia berada di bangku kuliah hingga hari ini, bahkan sudah menyelesaikan studi sarjananya.
Harapannya sih gak muluk-muluk ya, dia ingin segera dilamar oleh dirinya. Bukan karena menutupi aib hamil pranikah atau sudah melakukan hubungan seks pranikah. Tetapi, karena sudah waktunya.
Teman saya ini, sebut saja Ani telah bekerja di salah satu bank plat merah dan Edo (pasangan Ani) pun telah bekerja pada perusahaan pertambangan milik pemerintah. Usia mereka sebenarnya masih dalam kategori wajar dan sebaya, selisih lima tahun. Tentu, Edo secara finansial tidak ada permasalahan yang berarti, tingkat kedewasaan pun telah dikantongi, dan usia pun sudah waktunya menikah.
Akan tetapi, Edo belum kunjung menunjukkan keseriusan atas status hubungan yang semakin hari semakin bergairah. Belum ada pernyataan akan melamar Ani.Â
Dengan kondisi demikian, Ani tentu bertanya-tanya. Sebab tidak ada hal yang aneh dalam hubungannya, semua sudah terbuka tanpa ada yang ditutup-tutupi, layaknya pasangan suami istri. Bedanya cuma satu, pasangan ini masih menjaga betul kehormatan masing-masing pasangan. Meski berhubungan sejak lama, bukan berarti apa yang belum menjadi haknya boleh diberikan kepada lawan pasangannya.
Hingga pada akhirnya, Ani memutuskan untuk melanjutkan jenjang pendidikan tinggi dirinya ke program magister. Terlebih, Ani terlalu banyak waktu luang untuk sekadar disia-siakan meski sudaha bekerja, makanya dia pilih melanjutkan pendidikan sebagai usaha menyibukkan diri sekaligus menunggu kata sakti dari Edo, perihal lamaran.
Mungkin bagi para perempuan, ajakan menikah dari seorang laki-laki atau pasangan dirinya, menjadi sebuah momen yang ditunggu-tunggu. Mengingat panjangnya perjalanan yang telah dilewati bersama, ocehan para tetangga, dorongan segera menikah dari orangtua, hingga ledekan perawan ora payu. Hal ini memang membawa dampak psikologis, sehingga seorang perempuan akan tertekan dan menjadi frustasi.
Bagi kamu, perempuan yang telah mampu mengatasi permasalahan tersebut, kamu adalah perempuan tabah. Mungkin, kamu mengerti bahwa pasanganmu belum siap untuk itu, mungkin masih ada target hidup yang belum tercapai dari darinya, bahkan ada perkara lain.Â