Pemberitaan media massa, banjir akan ikon Lumajang yang tumbang kemarin sore. Pasalnya, penghuni sepuh Alun-alun Lumajang itu terbelah tiga bagian. Roboh ke arah utara dua bagian dan ke arah selatan satu bagian. Membentang panjang ditengah jantung kota. Lantas apa sebab dan dosa siapa ini?
Pohon beringin di Alun-alun Lumajang itu tumbang. Saya mendapat kabar itu melalui status Whatsapp teman-teman. Awalnya saya tidak percaya, pohon segagah itu bisa tumbang dengan mudah. Namun dugaan saya salah, kejadian tak terduga itu dibenarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Lumajang dan sejumlah media massa, baik cetak maupun elektronik.
Penyebab tumbangnya jantung kota Lumajang tersebut adalah hujan lebat dan angin kencang. Walau secara kasat mata, dedaunan pohon beringin ikonik Lumajang itu tidak begitu lebat seperti dulu, waktu saya masih SD. Mungkin karena usia pohon yang sudah tua, akhirnya ajal menumbangkannya.
Perlu diketahui bahwasanya pohon beringin itu sudah berumur 141 tahun. Sangat tua dan renta bila usia itu disematkan pada manusia. Â Pohon beringin tersebut sudah menjalani berbagai macam upaya pemeliharaan, perawatan, dan pemugaran. Mulai dari menebang ranting yang sudah rapuh, pemanfaatan biopori sekitar area pohon, dan pelebaran cakupan akar tanaman.
Ternyata upaya tersebut kurang optimum pada kekokohan batang tanaman yang menopang juluran ranting dan dedaunannya. Hanya mampu memperlebat daun yang meranggas diwaktu kemarau.
Seputar fakta
pohon beringin (klik disini). Link tersebut akan terhubung dengan karakteristik atau morfologi pohon beringin. Namun, bila kita melihat fakta sejarah pohon beringin Lumajang yang tumbang kemarin (Minggu, 17 Januari 2021) akan beda cerita. Yuks kita intip sedikit!
Pohon beringin itu adalah saksi kampanye partai Golkar dan PDI-P pada zaman orde baru. Menurut pitutur masyarakat asli Lumajang, kedua partai itu memiliki gambaran jelas di bawah pohon beringin tersebut. Pasalnya mereka mengibaratkan partai berlambang pohon beringin akan memberikan pengayoman yang lebih sejuk ketimbang partai berlambang kepala banteng.Â
Pohon beringin di Alun-alun Lumajang dipercayai memilki keterikatan dengan hal-hal mistis. Pasalnya tampilanya pun cukup menyeramkan. Yang diduga menjadi sarang para pusaka orang-orang berilmu di zamannya.Â
Ikon Lumajang itu pula merupakan satu-satunya beringin tertua dan terbesar di seluruh area alun-alun. Memberikan kerindangan dan kesejukan bagi para masyarakat kota Lumajang, baik keseharian maupun kegiatan car free day.
Masyarakat Lumajang yang diwakilkan oleh Bupati Lumajang akan menanam kembali benih beringin di tengah alun-alun Lumajang atau pada area pohon beringin yang tumbang.
Lihatlah, pekarangan rumah kalian! Bila gersang tak ada sebatang tanaman satu pun, tanamilah. Jika berlantai beton, potlah tanaman-tanaman kecil agar jauh lebih hidup dan asri.
Melalui peristiwa tumbangnya pohon beringin di Alun-alun Lumajang yang sekaligus ikon kota Lumajang, kita dapat belajar hal penting.
Pertama, alam akan memberi pertanda bahwa lokasi tersebut sudah tak layak dihuni oleh alam. Daerah resapan air, tertutupi oleh beton-beton mulus.Â
Manusia yang senantiasa menutup permukaan bumi, tanpa meninggalkan celah sejengkal pun adalah awal kerusakan alam. Itulah alasan mengapa halaman rumah saya dibiarian belumpur ketika hujan dan berdebu ketika kemarau.
Kedua, setiap tanaman memiliki daya dukung tersendiri pada alam. Ada yang membutuhkan bantuan manusia untuk menjadikannya jauh lebih perkasa dan elok. Salah satunya para pepohonan keras, seperti beringin.Â
Sebab bukan kali pertama pohon beringin tua di Lumajang tumbang. Salah satunya adalah beringin kembar di jalan raya Kelampukarum. Pohon beringin di timur jalan roboh dan tak lagi menaungi lokasi sungai beringin.
Ketiga, manusia harus selalu memprioritaskan alam demi keberlangsungan hidup dimasa depan. Alam dapat mendatangkan manfaat juga pula bencana bagi kita, manusia.
Kebakaran hutan yang lagi-lagi terjadi dan alam yang terus mengamuk merupakan pertanda, manusia harus melindungi bukan mengekploitasi alam.
Upaya peduli dan cinta alam adalah bentuk awal komitmen melindungi alam dari kerusakan akibat ulah manusia. Dapat diajarkan sejak dini oleh para orang tua. Mulai mengajari si kecil menanam bunga di halaman.
Sebab sebuah pohon pastilah memiliki sebutir biji untuk dapat melanjutkan kehidupan nenek moyangnya. Untuk itu, langkah penanaman kembali pohon beringin ditengah kota Lumajang adalah impian semua masyarakat Lumajang dan kalian semua yang bakal rindu berat dengan kenyamanan suasana kota Lumajang.
Pohon beringin itu bukti bahwa alam tengah bercerita kepada manusia. Perihal kefanaan dan kelestarian tanaman di muka bumi.
Tidak akan pernah ada kekekalan dalam diri manusia, namun manusia dapat terus bereproduksi untuk melanjutkan perjalanan kehidupan.
Mari tanamkan benih kebaikan dalam diri setiap insan supaya dapat memberi kemaslahatan di hari esok. Ayo menanam benih pohon di halaman rumahmu!
Referensi berita.
Bayu Samudra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H