Sama halnya dengan mendapatkan benih tanaman. Harga pupuk berlainan. Khusus petani kelompok tani memiliki harga sebesar 120—150 ribu rupiah per 50 kg. Bagi petani non kelompok tani dibuka angka 230—280 ribu rupiah per 50 kg. Ini terjadi sudah berlangsung cukup lama, sejak akhir Mei hingga saat ini—Agustus.Â
Sebelum korona, harga pupuk masih 90—110 ribu rupiah bagi petani kelompok tani dan 120—150 ribu rupiah untuk petani non kelompok tani. Harga melambung saat korona. Padahal, petani kesusahan mencari sesuap nasi.
Ketiga, masalah harga jual.
Banyak tengkulak beragam pula harga yang dtawarkan. Tengkulak padi membanderol per kilogram gabah Rp4000—5000 saja. Tengkulak jagung pun variatif, ada yang memberi harga 800—3000 rupiah per kilogram jagung. Harga tersebut tak terpengaruh siapa petaninya, entah petani kelompok tani maupun petani non kelompok tani.
Itulah beberapa masalah pertanian Indonesia. Bukan lagi hama tanaman atau cuaca ekstrim sebagai faktor utama gagal panen. Namun, kebijakan pemerintah atau hanya permainan membajak sawah yang saling lempar lempung satu sama lain. Saya kurang paham betul. Akan tetapi, hal tersebut nyata terjadi pada kami—pata petani Indonesia.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah petani telah sejahtera? Sejahtera bagi petani besar. Pas-pasan bagi petani sedang. Menggeh-menggeh bagi petani mikro. Apalagi petani penyewa yang kudu bayar sewa. Tak sebanding dengan pendapatan saat panen. Merugi? Tentu.
Pos-pos pengeluaran petani lebih besar ketimbang pos pendapatan. Terutama petani non kelompok tani yang memang sedari awal memiliki perbedaan pengeluaran.
Untung bagi petani besar dan lahan milik sendiri. Sengsara bagi petani mikro dan penyewa lahan pertanian. Pusing tujuh keliling. Bahkan bakal mati berdiri jika terkena hama dan musim pancaroba. Kerugian pasti didapat. Gagal panen. Rugi sejagat.
Sungguh petani Indonesia belum sejahtera dan merdeka. Kita berharap petani Indonesia lebih sejahtera dan merdeka esok nanti.
Merdeka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H