Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sungguh Petani Indonesia Belum Sejahtera dan Merdeka

18 Agustus 2020   06:15 Diperbarui: 18 Agustus 2020   06:15 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sama halnya dengan mendapatkan benih tanaman. Harga pupuk berlainan. Khusus petani kelompok tani memiliki harga sebesar 120—150 ribu rupiah per 50 kg. Bagi petani non kelompok tani dibuka angka 230—280 ribu rupiah per 50 kg. Ini terjadi sudah berlangsung cukup lama, sejak akhir Mei hingga saat ini—Agustus. 

Sebelum korona, harga pupuk masih 90—110 ribu rupiah bagi petani kelompok tani dan 120—150 ribu rupiah untuk petani non kelompok tani. Harga melambung saat korona. Padahal, petani kesusahan mencari sesuap nasi.

Ketiga, masalah harga jual.

Banyak tengkulak beragam pula harga yang dtawarkan. Tengkulak padi membanderol per kilogram gabah Rp4000—5000 saja. Tengkulak jagung pun variatif, ada yang memberi harga 800—3000 rupiah per kilogram jagung. Harga tersebut tak terpengaruh siapa petaninya, entah petani kelompok tani maupun petani non kelompok tani.

Itulah beberapa masalah pertanian Indonesia. Bukan lagi hama tanaman atau cuaca ekstrim sebagai faktor utama gagal panen. Namun, kebijakan pemerintah atau hanya permainan membajak sawah yang saling lempar lempung satu sama lain. Saya kurang paham betul. Akan tetapi, hal tersebut nyata terjadi pada kami—pata petani Indonesia.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah petani telah sejahtera? Sejahtera bagi petani besar. Pas-pasan bagi petani sedang. Menggeh-menggeh bagi petani mikro. Apalagi petani penyewa yang kudu bayar sewa. Tak sebanding dengan pendapatan saat panen. Merugi? Tentu.

Pos-pos pengeluaran petani lebih besar ketimbang pos pendapatan. Terutama petani non kelompok tani yang memang sedari awal memiliki perbedaan pengeluaran.

Untung bagi petani besar dan lahan milik sendiri. Sengsara bagi petani mikro dan penyewa lahan pertanian. Pusing tujuh keliling. Bahkan bakal mati berdiri jika terkena hama dan musim pancaroba. Kerugian pasti didapat. Gagal panen. Rugi sejagat.

Sungguh petani Indonesia belum sejahtera dan merdeka. Kita berharap petani Indonesia lebih sejahtera dan merdeka esok nanti.

Merdeka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun