Pariwisata dibuka, kabar gembira tentunya. Semua orang rindu berwisata, menikmati alam segar, memandang eksotika Pertiwi, menelisik tiap jengkal rasa Nusantara, dan mewarta perjalanan menakjubkan.
Situasi korona yang sudah berlangsung 4 bulan lebih, melumpuhkan sektor pariwisata. Segala wisata. Hingga wisata pijat plus-plus. Bagaimana tidak? Kita sendirilah yang menjadi distributor virus mematikan ini.
Mendengar kabar pariwisata mulai dibuka. Asyik sekali. Empat bulan lamanya, kita semua terkurung di balik pintu rumah sendiri. Bayangkan, tagihan listrik naik, tagihan wifi meroket, dan kebutuhan rempah dapur pun membludak. Mustahil, jika kita berwisata.
Wisata bukan lagi prioritas bagi kita. Asupan nutrisi dan aliran uang menjadi prioritas saat ini. Walau tanpa kehadiran korona sekali pun.Â
Mau apa, jika wisata dibuka? Liburan? Mikir dulu deh. Saldo rekening aja udah tinggal 6 digit. Batal berangkat ke Raja Ampat. Jadwal ulang ke Bromo.
Selain masalah keuangan yang defisit. Hingga ngutang sana sini, terutama di bank. Ada satu lagi, yakni keselamatan.
Keselataman berada di puncak tertinggi harapan dan doa pada Tuhan. Selamat dari persebaran virus korona. Selamat dari tindak kriminal. Selamat dari kecelakaan lalu lintas. Selamat dari hal-hal negatif lain. Sebab, dengan kita selamat maka hidup terselamatkan.
Alhasil, akan menimbulkan problem baru. Apalagi, urat nadi rupiah kita tak sekencang dulu.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!