Setelah menghabiskan waktu selama delapan jam di kereta dari Jogja, akhirnya kami tiba di Stasiun Baru Malang pada pukul delapan pagi. Kami memutuskan untuk numpang mandi di WC umum stasiun terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan menuju Probolinggo karena badan rasanya sudah terasa sangat lengket akibat tidak mandi dua hari. Ternyata butuh waktu lama untuk dapat giliran mandi, karena keadaan di stasiun cukup ramai pengunjung yang baru saja turun dari kereta. Saya bahkan harus menunggu seorang Ibu yang mandi plus memandikan dua orang anaknya! Masuk akal.. 'touch down' Malang! Pada pukul sepuluh pagi, setelah selesai mandi dan sedikit berdandan agar terlihat keren ala backpacker kaya, kami melanjutkan perjalanan menuju terminal Arjosari, Malang, dengan menyetop angkot dengan kode AL di depan stasiun, sesuai petunjuk yang kami peroleh dari Mbah Google. Dari terminal, kami menaiki bis dengan rute Malang-Banyuwangi. Ada perasaan was-was saat kami memutuskan untuk naik bis ini. Apalagi teman saya yang menjadi ‘seksi Google’ ini tampak agak ragu-ragu. Akhirnya terjadi kejadian lucu disini. Teman saya yang sudah browsing internet bertanya pada Pak Kondektur sebelum kami naik bis, “ Pak ini bis ke Banyu Angi tidak?” Pak Kondektur menjawab ‘tegas-tegas keren’ dengan berkata, “Iya, ini ke Banyuwangi!” Kemudian beliau balik bertanya, “Emang sampean mau kemana?”. Teman saya menjawab, “Ke Banyu Angi, Pak. Ini turun disana ngga?” “Ya, ini memang kesana. Naik, naik!” tegas Pak Kondektur. Saya sebenarnya mencium sesuatu yang agak aneh disini, apakah yang dimaksud teman saya ini memang Banyuwangi, atau memang daerah yang kami tuju untuk mencapai Bromo bernama Banyu Angi. Setahu saya, Bromo tidak terletak sampai jauh ke Banyuwangi. Tapi karena bukan saya yang mengurusi urusan per-browsing-an, akhirnya saya take it for granted sajalah. Di atas bis, saya coba tanya lagi ke teman saya, ” Ini kita mau kemana sih?” “Kita mau ke Banyu Angi, nama terminalnya Probolinggo” jawabnya. Hoo..akhirnya saya tenang setelah mengetahui Banyu Angi adalah nama sebuah terminal. Setelah duduk di bis yang berjalan beberapa kilometer, Pak Kondektur berkeliaran menagih ongkos. Akhirnya tibalah giliran kami. “Kemana?” Tanya Pak Kondektur. Saya jawab dengan pede, “Banyu Angi, Pak!” Pak Kondektur membalas, ”90 ribu (untuk dua orang)”. Saya kaget sekali dan melihat ke arah teman saya sambil berkata dalam hati, “Busyet ko mahal buanget!” Namun akhirnya saya tetap mengeluarkan uang dan membayar 90 ribu rupiah. Saat Pak Kondektur berlalu setelah menagih ongkos dan sampai di bagian depan bis, teman saya berkata sambil melihat BB-nya, “Wah salah, Bay! Bukan Banyu Angi, tapi Bayu Angga!” O walah jon, jon..ternyata teman saya salah ingat. Akhirnya dengan malu-malu saya colek Pak Kondek, “Pak ini ke Bayu Angga ngga?” “Emang sampean mau kemana???” Ia malah balik bertanya dengan nada seperti orang ngajak berantem. “Bayu Angga, Pak.” kami menjawab sekali lagi. “Emang sampean mau kemana?” aduhai beliau bertanya sekali lagi dengan nada bicara layaknya seorang rocker gaek. “Ke Bromo, Pak!” akhirnya kami jawab to the point saja. “O walah, Dek, Dek..Makanya saya tanya tadi mau kemana, biar jawab yang jelas. Keliru ini” kata Pak Kondek. Saya kaget bukan kepalang, bersiap-siap untuk turun. Tapi saya tanya sekali lagi, “ini turun di Bayu Angga ngga, Pak?” Beliau menjawab sambil mengembalikan beberapa uang saya, “Makanya tadi bilang yang jelas, mau ke Bromo. Iya ini lewat Bayu Angga.” Perbincangan panas ini ternyata menarik perhatian seluruh penumpanng bis. Saya baru sadar ternyata mereka semua memandang ke arah kami dan mungkin bertanya, “Ini orang berdua dari mana sih? Ko udik banget! Hahaha. Ah tapi tidak apalah, toh akhirnya saya lega sekali, ternyata ini bis yang benar untuk menuju Bromo. Ongkosnya pun ternyata tidak semahal yang tadi, yaitu hanya 28 ribu untuk dua orang. Akhirnya kami duduk manis di bis menunggu turun di terminal Bayu Angga. Perjalanan dalam bis selanjutnya hanya dimeriahkan oleh pengamen-pengamen bersuara fals yang sambung-menyambung turun naik dengan ucapan pembukaan, “Ya maaf Bapak-bapak, Ibu-ibu..Pengamen lagi, pengamen lagi.. Selamat siang di dalam bis yang sedang menuju kotaku Pasuruan, Probolinggo dan sekitarnya..” Lantas mereka mulai bernyanyi. *** Pukul setengah dua, kami tiba di terminal Bayu Angga, Probolinggo. Panas menyengat luar biasa, meskipun kota ini berada di kaki pegunungan. Badan lemas sekali rasanya. Oh iya kami baru ingat, ternyata dari pagi belum sempat ‘bertemu’ nasi. Akhirnya kami mampir dulu di kompleks perwarungan di sebelah terminal untuk makan siang, sekalian mencari kendaraan yang disebut bison oleh Mbah Google. Kendaraan ini konon katanya banyak parkir di dekat terminal, memiliki ciri-ciri berwarna hijau, dan hobinya suka ngetem. Kenapa kami mencari kendaraan ini? Karena menurut Mbah Google, kendaraan inilah yang kan mengantar kami naik ke Bromo sana. Setelah selesai makan, kami menemukan sosok bison ini, yang ternyata adalah mobil ELF (kalo kata orang Pandeglang) berdasarkan kriteria yang sudah dijabarkan Mbah Google. Saat mau naik, ternyata penumpang masih kosong. Alamat menunggu lama, akhirnya kami memutuskan untuk solat Dzuhur dulu dan bertanya pada sopir, dimanakah mesjid terdekat. Mas sopir menyuruh seorang anak muda sekira siswa kelas tiga SMP untuk mengantar kami ke mesjid terdekat tidak jauh di belakang warung. “Masnya santai aja dulu ya, nanti kalo udah mau berangkat kami kabarin” katanya. Ternyata benar, setelah kami solat dan beristirahat sejenak, sang kondektur tiba dengan membawa pesan bahwa mobil sudah siap berangkat. "Capcus ciyn!" (tapi dia tidak bilang begitu kok) Bah! Setelah sampai di tempat perngeteman, ternyata mobil belum mau berangkat. “Santai dulu aja mas di luar, kira-kira dua orang lagi lah. Nunggu di dalem, panas.” Kata pemuda ini dengan logat bicara orang Bali. “Kenalan dulu, nama saya Feri. Nanti saya yang nyopirin” tambahnya. Di dalam mobil saya lihat sudah cukup banyak penumpang, plus tiga orang bule: dua orang duduk di belakang dan satu orang duduk di depan. Tidak lama kemudian, datang tiga orang pemuda-pemudi. “Nah, sudah ada tiga orang ni, yuk kita berangkat!” kata Feri si sopir bison. Semua penumpang ditumpuk sedemikian rupa sebelum mobil berangkat. Teman saya kebagian duduk di bagian pojok paling belakang mobil, sedangkan saya duduk di depan, berdua dengan seorang bule. Mobil sudah penuh luar biasa, namun tepat saat mobil hendak berjalan, datang seorang nenek membawa barang bawaan banyak plus seorang pemuda. Aih, ini artinya penumpang akan lebih di-press sampai padat. Feri sang sopir menginstruksikan si bule untuk geser sedikit ke kanan, mendekat ke sisinya. Si bule pun menyuruh saya untuk memangku nenek yang baru datang tadi. WOW! Namun setelah diatur sedemikian sehingga oleh kondektur, hasil akhirnya adalah: saya duduk bertiga di depan di samping Pak Sopir yang sedang bekerja untuk membantu mobil agar tidak baik jalannya. Saya duduk di tengah, diapit seorang pemuda asal Jombang di kiri, dan seorang bule di kanan. Lamanya perjalanan kata Feri sekitar 1,5 jam. Oke Bromo, kami datang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H