Setiap ingatan di kepalaku adalah peta,
yang menunjukkanku ke arah pelukanmu
Aku ingin setiap saat memelukmu,
seperti sepi mengunjungi puisi
dan pada derasnya,
hujan bisa menjelma apa saja; seperti debu yang dihempas rintiknya, ia membentuk bayangmu
Dalam tungku matamu, aku kayu bakar penghangat sepimu
Kau tertidur pulas aku terbakar sendiri
malam ini, aku dan rindu duduk di teras rumah memandang hujan,
tiap tetesnya terus meremah bayangmu
Di langit Oktober, aku melihat hujan tenggelam di matamu,
bersama rindu dan sebait puisi sendu
Rintik pertama hujan mengetuk pelan pintu depan
"Aku pulang," kata kenangan
Lalu sajak ini aku tulis
Tuhan menciptakan rindu untuk memberi napas bagi sajak-sajakku
Sedihmu: pengintip puisi paling jeli
Kupeluk bintang yang menyisir rambutmu,
sebagai kunang yang berhias di cahaya matamu
Kelak, cinta akan bertahan pada tugur musim,
tak terhapus gerimis yang sebentar
tangkap kami, cinta, penjarakan kami di dalam waktu yang membahagiakan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H