Bibirku simpul; ciumanmu membebaskan segalanya
Sejak mengenal kehilangan,
kesedihan mengabadikan diri dalam ingatan
kugambar sebuah kota kecil
Di mana kehilangan, menjadi pintu-pintu rumah, yang tak pernah terbuka
***
Setelah kepergianmu,
kegembiraan masih datang sesekali; tapi kebahagiaan tak pernah kutemui sama sekali
Kelak, seseorang akan menyanyikan sebuah rekuiem
Dan di sajak ini,
seseorang yang lain telah siap dimakamkan, pada hatiku
Ada yang menarik di dalam hal-hal sederhana
Seperti cinta, yang membuat seseorang,
berbahagia dalam waktu yang lama
***
Rindu ini ialah sebuah percakapan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata,
yang mengikat mata untuk membahasakannya
Yang terbaik dari malamku adalah ketika kau memanggil-manggil aku,
dalam doa sebelum gelap melelapkanmu
selembut awan membalut langit, sejauh mata memandang bintang
Malam ini,
kukenang kau,
dari sunyi yang tumbuh di dadaku
***
Aku ingin menyelipkan setangkai bunga di telingamu, dengan sajak ini
tiada yang kau temukan lagi setelah ini; pada bahagia yang tak terperi dan dunia,
selambat-lambatnya laju waktu
Di tubuhmu kutemukan jalan-jalan setapak,
sungai-sungai mengalir; entah berhulu di mana, tapi aku tahu, ia bermuara
kita tidak benar-benar tahu siapa yang paling sedih,
pada sebuah waktu yang berselisih
***
Beginilah caraku menyalakan lampu dalam gulita kesedihan,
memantik seribu suluh cahaya dari puisipuisi sepi
Adalah pekat kopi, dengan pahitnya masing-masing
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H