"Tuan Rumah Tak Akan Berunding Dengan Maling Yang Menjarah Rumahnya" - Tan Malaka -
Sebelumnya, alasan saya menulis ini dikarenakan sebuah peristiwa di suatu warkop ketika saya berdiskusi dengan beberapa kawan, dan menuju ke suatu topik di mana saya menyebutkan nama Tan Malaka, saya terkejoet bahwasannya beberapa kawan saya tak pernah dengar dan tau siapa itu Tan Malaka hmmm.... Jadi tulisan ini teruntuk kalian para kaula muda agar tak lupa tokoh bangsa ini
Kehidupannya
Dua puluh tahun lamanya ia terpaksa mengembara di beberapa negara serta hampir tiga tahun menghuni pelbagai rumah tahanan di negeri sendiri. Bak ensiklopedia berjalan, wawasannya luas, pemikirannya tajam nan cerdas, namun hidupnya tak pernah berada di titik kemapanan. Hidupnya ia dedikasikan untuk perjuangan bangsa Indonesia.Â
Sosok pahlawan nasional yang namanya jarang bahkan tak pernah disebut dalam pelajaran sekolah. Tak heran, namun miris mengetahui masih banyak orang, khususnya generasi muda yang tak mengenal siapa Tan Malaka. Nama ini acapkali identik dengan "gerakan kiri", namun apa yang diwariskan Tan Malaka lebih dari itu semua bro...
Lelaki dengan nama asli Sutan Ibrahim ini lahir di Suliki, Sumatra Barat pada 2 Juni 1897. Datuk Tan Malaka adalah nama gelar bangsawan yang ia peroleh. Ayah Tan Malaka, H.M Rasad merupakan seorang karyawan pertanian yang juga tokoh islam setempat, ibunya bernama Rangkayo Sinah. Pada tahun 1908, ia masuk sekolah guru Kweekschool di Bukit Tinggi.Â
Dalam bukunya, Tan Malaka: Merajut Masyarakat dan Pendidikan Indonesia yang Sosialistis, Syaifudin menggambarkan sosok Tan Malaka sebagai siswa yang bandel, namun cerdas.Â
Ada kejadian unik yang mungkin telah banyak diceritakan orang, pada 1913 setelah Tan Malaka lulus ia ditawari untuk memilih antara sebuah gelar atau seorang gadis untuk menjadi tunangannya. Namun, ia lebih memilih gelar datuk hingga penghujung hidupnya, ia membujang....
Pada Oktober 1913, ia pergi ke Belanda untuk bersekolah di Rijkskweekschool. Di negeri kincir angin inilah, ia mulai tertarik tentang Revolusi Bolshevik Rusia dan mulai membaca berbagai literatur Karl Marx, Friedrich Engels, Vladimir Lenin serta pustaka Marxis lainnya.Â
Semakin ia mempelajari Revolusi Sosialisme, semakin pula ia jatuh cinta akan pemikiran barat khususnya pemikiran orang Jerman pada waktu itu. Bahkan dalam "Tan Malaka: A Political Personality's Structure of Experience", Rudolf Mrazek menyebutkan Tan Malaka pernah mendaftar Angkatan Darat Jerman namun ditolak karena AD Jerman tidak menerima calon tantara WNA. Tahun 1919 ia lulus dan kembali ke Sumatra untuk mengajar anak-anak kuli di perkebunan teh.Â