Salam Kompasiana,
Di awal tulisan ini saya perlu membuat penegasan terlebih dahulu untuk menghindarkan para rekan rekan pecinta kanal bola dari tuduhan atau fitnah yang hanya akan menambah dosa dosa kita. Penegasannya adalah bahwa saya bukan IPLers secara saya punya p*l*r sendiri. Saya juga bukan Jenggaler karena saya tinggal di Jalan Durian berarti saya durianer. Saya bukan pula Halmaer karena saya lebih suka catur jadi saya lebih pantas disebut caturer. Saya hanyalah seorang penggemar sepak bola biasa.
Tulisan ini terinspirasi artikel saudara Pesa Pesa yang juga berbicara tentang prestasi sepak bola Indonesia. Saya sungguh salut dan respect pada saudara PP juga rekan yang lain seperti Aldi doank dan yang lainnya yang masih tetap optimis dan sabar menanti prestasi itu datang. Untuk saya pribadi, sabar itu telah pupus seiring bertambahnya usia. Optmisme itu telah terkikis oleh abrasi ketidakpercayaan pada pengurus bal2an negara ini. Mimpi2 tentang berkibarnya merah putih di world cup ternyata hanyalah sebuah utopia. Pernah berharap cukup piala AFF saja tapi harapan kerdil itupun dibubarkan para penjudi keparat walaupun itu katanya. Ahh...anda terlalu pesimis. Benar saya terlalu pesimis. Tapi suatu kewajaran menurutku. Usia saya hampir setengah abad. Berarti hanya tersisa lima belas tahun ,sesuai harapan hidup orang Indonesai, untuk menanti prestasi itu. Adakah kompasioner di sini yang bisa memberi jaminan masuknya nama Indonesia di jadwal pertandingan PD dalam waktu lima belas tahun kedepan. Jangan katakan bawha semuanya "on the track"Â karena saya sudah mengikuti track ini separuh hidup saya. Track ini hanya membawa sepakbola Indonesia berjalan terus tanpa ada tujuan. Jangankan terminal besar seperti stasiun World Cup, stasiun2 kecil pun semacam stasiun AFF, SEAG tak pernah disinggahi.Pernah ada masa gerbong itu melambat di saat ada masinis baru tetapi nasinis itu ternyata sama saja bahkan akhirnya menjadi co-masinis lama.
Silahkan anda semua mengatakan saya BSH karena saya memang sakit hati melihat keadaan ini. Anda boleh juga mengatakan saya terlalu pesimis, putus asa, nyungsep, desperate atau apalah. Saya akan menerima dengan lapang dada. Saya hanyalah seorang pecinta sepakbola negeri ini yang merindukan prestasi sepak bola bangsa ini yang ternyata hanyalah sebuah UTOPIA.
salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H