Mohon tunggu...
Serungke Nate
Serungke Nate Mohon Tunggu... -

terus berkarya dan berusaha ..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hari Pelajar Internasional

19 November 2012   17:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:03 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

"Mahasiswa Bersatu Tuntut Pendidikan Gratis, Ilmiah, Demokratis dan Bervisi Kerakyatan"

Hari Pelajar Internasional berawal dari tewasnya Jan Opletal, mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Charles di Praha ketika melakukan demonstrasi melawan pendudukan fasis Jerman di Ceklosovakia. Aksi demonstrasi yang dimulai pada ulang tahun kemerdekaan Cekoslovakia (28 oktober 1939) berakhir dengan bentrokan antara mahasiswa dan Nazi yang mengakibatkan meninggalnya Jan Opetal pada 11 November 1939. Jan meninggal akibat tembakan tentara Nazi di perutnya. Akibatnya pada tanggal 17 November 1939, Reichsprotektor Ceko (perwakilan Nazi), Konstantin von Neurath menutup semua Universitas dan Perguruan Tinggi, lebih dari 1200 mahasiswa dikirim ke kamp konsentrasi dan mengeksekusi sembilan mahasiswa (termasuk profesor) dan akhirnya tragedi ini dijadikan Hari Pelajar Internasional. Hari Pelajar Internasional telah menjadi simbol bagi perjuangan mahasiswa di berbagai Negara.

Kapitalisme telah membawa dunia ke dalam "one-dimensional man" yang cenderung meminggirkan suara-suara lokal. Perkawinan kapitalisme dengan Globalisasi telah menghasilkan kapitalisme global yang sekarang ini tidak lagi bertumpu pada liberalisme tetapi pada neoliberalisme. Kapitalisme yang berbasiskan pada pasar bebas tidak lagi hanya dipakai dalam konteks untuk mengatur ekonomi sebuah negara tapi ekonomi global. Ini yang mengakibatkan munculnya si kaya dan si miskin. Dimana pasar bebas lebih menekankan pada kompetisi. Masa Globalisasi Kapitalisme masa dimana dominasi dan eksploitasi dilakukan secara masif, ekspansif dan mendunia dibawah satu sistem aturan main ekonomi Neoliberal.

Komersialisasi dalam dunia pendidikan merupakan salah satu sektor yang saat ini menjadi lahan bagi para kapitalis (pengusaha) untuk menanamkan modalnya. Karena pendidikan sebagai kebutuhan orang banyak sehingga setiap individu wajib membayar pendidikan untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur jalan nya untuk memenuhi kebutuhan pasar sebagai pekerja murah.

Hari Pelajar Internasional yang jatuh pada tanggal 17 November merupakan gelombang perlawanan terhadap kapitalisasi pendidikan. Di Inggris, Kroasia, Jerman. Semua negara tersebut menuntut pendidikan gratis, dan menentang kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan dilakukan oleh sejumlah mahasiswa, pelajar, orang tua dan dosen. Mereka memboikot kampus sebagai bentuk perlawanan mereka terhadap kebijakan negara. Kesadaran atas diri mereka (pelajar) yang dijadikan "customers" bagi keuntungan para pemilik modal menjadi satu magnet kekuatan persatuan berlawan. Mengapa pelajar menjadi Customer ? Karena untk dapat mengakses pendidikan mereka diharuskan membeli jasa pendidikan. Kemudian untuk memperpanjang usia pendidikan mereka harus membayar yang namanya SPP dan SKS tiap semester , dan jika mereka tidak membayarnya, maka mereka akan dihapus dari daftar pelanggan jasa pendidikan. Semakin tinggi jenjang pendidikan nya maka semakin mahal harga jasa pendidikannya. Maka dapat dikatakan bahwa komersialisasi atas komoditi pendidikan menjadikan pelajar-mahasiswa menjadi "customer" merupakan praktik konkrit dari kapitalisasi pendidikan.

Keberadaan Undang-undang Pendidikan Tinggi juga akan semakin mengancam kehidupan demokratisasi kampus. Bahkan Undang-undang ini merupakan NKK/BKK jilid II yang bersifat diskriminatif. Yaitu terdapat diskriminatif antara organisasi intra dan ekstra kampus. Pada pasal 77 (3) yang hanya diakui adalah organisasi mahasiswa intra kampus. Sheingga organisasi ekstra kampus tidak diakui, tidak mendapatkan hak-haknya, akan terancam dibekukan dan dibubarkan. Pasal ini jelas bertentangan dengan kemerdekaan menyampaikan pendapat dan sebagai hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-undang nomor 9 tahun 1998. Kemudian pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan bahwb "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun