Jauh sebelum menikah dan masih tinggal di kampung, saya sudah membiasakan membuang sampah pada tempat yang memang telah disediakan. Setelah kemudian saya tahu bahwa sampah itu digolongkan menjadi sampah organik dan non-organik, saya pun terlibat aktif memilah sampah tersebut. Memisahnya sehingga kemudian memudahkan para tukang sampah dalam pengangkutan.
Bertahun-tahun saya terapkan demikian, berharap cara itu turut serta ikut membantu mencegah kerusakan lingkungan. Namun belakangan saya sadar, cara itu tidak terlalu efektif. Tidak terlalu efektif sebab ternyata sampah yang dari sudah capek-capek kita milah, begitu sampai di TPA ya kembali bercampur.
Hal itu saya ketahui, setelah melakukan liputan jurnalistik di TPA Kota Batam. Betapa kagetnya saya, setelah melihat truk-truk sampah yang lewat, semua sampah yang ada di dalam truk kembali bersatu. Bercampur. Baik yang organik maupun yang non-organik. Saya membatin, "sudah capek-capek para ibu-ibu---termasuk saya---di rumah memilah dan memisahkan sampah organik maupun non-organik, tapi setelah di TPA toh sampah-sampah itu tetap dicampur begitu saja.
Sampah-sampah yang sedikit memiliki nilai ekonomi, biasanya diperlukan oleh para tukang sampah agak lumayan. Diletakkan di bagian depan. Selebihnya, ya dicampur begitu saja.
***
Selepas dari liputan itu, saya memasang tekad yang agak kuat. Bahwa tidak hanya cukup sampai pada memilah sampah menjadi dua bagian. Lalu dilekatkan begitu saja di bak penampungan sampah di depan rumah. Harus ada perlakuan agak istimewa dan sedikit tambahan pekerjaan. Sebab kalau hanya pakai cara-cara lama, memisahkan sampah organik dan non-organik akan tetap percuma.
Yang kemudian saya lakukan adalah, memastikan betul-betul sampah-sampah yang masuk ke bak adalah yang sudah tidak bisa "kondisikan" lagi. Sampah-sampah yang masih bisa saya olah, dalam artian masih bisa saya manfaatkan, saya tidak buang. Melainkan saya simpan. Atau saya langsung serahkan kepada yang memang memerlukan.
Seperti misalnya, sisa-sisa makan. Saya sudah menghubungi peternak lele tak jauh dari rumah saya. Setiap sore---kadang malam-ia datang mengambil sampah sisa makanan. Pun begitu dengan kantong-kantong kresek sisa belanjaan di pasar. Kantong-kantong kresek itu saya kumpulkan, lalu saya "sumbangan" ke warung kecil di samping rumah saya.
Begitu juga dengan sampah-sampah lainnya. Saya pastikan yang kemudian masuk dalam bak itu adalah sampah yang sudah tidak bisa kondisikan lagi. Cara-cara itu saya terapkan tentu saja untuk menjaga lingkungan dari limbah domestik. Karena tentu saja setiap hari kita berhadapan dengan sampah-sampah yang punya potensi merusak lingkungan jika tidak dikondisikan dengan baik. Apalagi kemudian membuang sisa-sisa botol minuman ke sungai/laut.
Peran Elnusa Petrofin Dalam pemanfaatan Energi Berkelanjutan
Isu yang santer belakangan ini muncul adalah semakin rusaknya lingkungan akibat tentu saja dari aktivitas industri maupun pencemaran yang dihasilkan kendaraan bermotor. Maka, kemudian muncul banyak harapan agar dapat memanfaatkan energi yang berkelanjutan. PT Elnusa Petrofin sebagai salah satu mitra Pertamina punya komitmen besar itu. Komitmen bagaimana agar energi terbarukan bisa kemudian menjadi alternatif.