Mohon tunggu...
batu tulis
batu tulis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas dan pengamat kehidupan sehari-hari

Dinamika dalam masyarakat yang terwakili dalam berbagai isu baik politik, sosial maupun ekonomi menjadi tema yang tak habis-habisnya untuk dibahas

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menunggu Pansus DPR untuk Penyalahgunaan Wewenang Menteri Bahlil Lahadalia

13 Maret 2024   18:00 Diperbarui: 13 Maret 2024   18:10 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Kegerahan pada pelaku usaha tambang terhadap dugaaan penyalahangunaan wewenang Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia dalam urusan pencabutan dan pengaktifan izin Usaha Pertambangan dan mulai menyentuh kalangan DPR. Hal itu  bisa dilihat dari adanya wacana agar para anggota dewan yang berkantor di Senayan tersebut menginisiasi pembentukan panitia khusus (Pansus) guna mengusut penyimpangan yang terjadi.

Wacana itu semakin deras karena desakan yang datang juga berasal dari berbagai kalangan masyarakat dan LSM. Salah satunya berasal dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Seperti dinyatakan Lucius Karus salah satu peneliti lembaga ini bahwa pembentukan pansus tersebut sangat penting untuk mengusut dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Menteri Bahlil dalam pencabutan dan pemberian ijin tambang.   "Ide pembentukan Pansus dalam mengusut adaya potensi penyalahgunaan wewenang untuk kasus izin tambang harus didukung, apalagi ini maksud dan tujuannya untuk mengawasi kebijakan pemerintah, "katanya.

Latar belakang kisruh masalah perizinan yang berpusat kepada sang menteri berawal dari Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 1 ayat 38 menyebutkan bahwa menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan menteri yang berwenang memberikan dan mencabut izin terkait tambang.

Maka dalam wacana pembentukan pansus tersebut, ujar Karius hal itu bisa menjadi peluang dan pintuk dalam membongkar adanya  dugaan praktek penyalahgunaan kekuasaan dalam hal pemberian dan pencabutan ijin tambang. Apalagi sebelumnya dikatakan bahwa masalah dan isu perizinan dalam pertambangan sudah jadi masalah lama dan klasik yang tak pernah tuntas. Hal itu terjadi karena adanya dugaan keterlibatan keterlibatan elit dalam sengkarut ijin tambang, kendati sudah banyak dibahas namun solusinya tak pernah ada yang bisa tuntas.

Maka dengan adanya wacana Pansus tersebut, dia menyebut bisa jadi alat tepat dalam membongkar dugaan keterlibatan Menteri Bahlil dalam pemberian dan pencabutan ijin tambang karena jangkauan pihak yang berurusan dengan hal tersebut, tidak hanya satu kementerian/embaga saja.

Apalagi urusan izin dan kewenangan tersebut sifatnya lintas sektorral, sehingga melalui pansus diharapkan ada solusi yang diberikan. Terlebih dengan keberadaan anggota DPR di dalamnya yang juga dari berbagai komisi yang punya korelasi dengan kasus yang  hendak didalami dalam sengkarut perijinan pertambangan ini," kata Lucius.

Tak cuma terkait  penyelidikan dugaan penyimpangan yang dilakukan pejabat negara, pembentukan Pansus ini juga bisa membuka peluang bagi perlunya penataan ulang kebijakan  tata kelola pertambangan karena ada dugaan Menteri Bahlil melampaui kewenangannya.

Hanya saja, DPR perlu menjelaskan duduk perkara dan kaitan persoalan pemberian dan pencabutan ijin tambang tersebut. Sesudahnya lagi, perlu ada kejelasan tentang maksud dan hasil yang hendak dicapai dari upaya DPR itu. Ini dengan tujuan agar pembentukan pansus hanya terkait kepentingan politik sesaat. "Harus juga dipastikan bahwa DPR bukan bagian dari sengkarut ijin tambang yang terjadi sehingga Pansus atau apapun nanti alat yang dibentuk DPR tak justru menjadi alat yang akan dijadikan tempat untuk mencuci kesalahan anggota DPR sendiri," katanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun