Mohon tunggu...
Cahaya Hati
Cahaya Hati Mohon Tunggu... -

A woman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Depresi? Kurang bersyukur Sih…(Apa Iya?)

13 Agustus 2014   01:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:42 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya bukan dokter jiwa. Tapi akhir-akhir ini banyak sekali yang membahassarjana S2 lulusan UI, Ignatius Ryan Tumiwa, yang mengalami depresi dan meminta pemerintah melegalisasikan bunuh diri. Saya tidak ingin membahas tentang bunuh dirinya. Saya hanya kurang nyaman dengan stigma yang diberikan pada penderita depresi. Seolah-olah mereka yang depresi tidak mensyukuri anugerah yang Maha Kuasa, tidak mau bersosialisasi, terlalu menginginkan yang muluk-muluk, tidak beriman dan sebagainya. Atau kalau ada artis yang mengalami depresi langsung dikaitkan dengan eksploitasi di masa kecil, gaya hidup yang tidak benar dan sebagainya. Padahal depresi pada seseorang bisa jadi merupakan masalah klinis, seperti adanya ketidakseimbangan neurokimiawi di otak atau ketidakseimbangan hormonal dalam tubuh. Kesulitan hidup yang merekaalami bisa menjadi pemicu depresi atau kesulitan-kesulitan hidup mereka  justru berawal karena penyakit depresi itu. Kita harus tahu yang mana sebab dan yang mana akibat sebelum mengadili (itupun kalau ingin menjadi hakim).Penanganan depresi itu sendiri tidak mudah. Tidak sekali berobat lalu langsung sembuh. Saya tahu ini karena beberapakali bersentuhan dengan depresi langsung atau tidak langsung.

Saat melanjutkan kuliah di sebuah negara asing, saya berkenalan dengan seorang Indonesia yang sedangberkunjung untuk beberapa bulan ke negara tersebut. Seorang wanita yang sangat cerdas, berlatar pendidikan tinggi dan hebat sertaberasal dari keluarga yang tidak kekurangan sesuatu apapun. Kebetulan dia sudah menjadi ibu. Dia menginap di apartemen saya untuk keperluan berwisata ke suatu tempat keesokan harinya. Ada yang aneh saya rasakan saat bersama dia. Saat malam saya berangkat tidur, dia masih terjaga. Saat saya bangun subuh hari, dia juga masih terjaga. Dalam perjalanan di bis malam, saya terbangun beberapa kali dan dia juga masih terjaga. Ada apa dengan teman baru saya ini? Ternyata dia mengidap bipolar disorder.Yang ditandai dengan episode depresi dan episode maniak. Yang saya saksikan itu adalah episode maniak, dimana dia tidak bisa tidur, punya energi tinggi dan sangat bersemangat. Setelah cukup lama berteman, dia berterus terang tentang penyakitnya itu. Dia bercerita tentang episode depresifnya yang seram.

Sangat mudah menghakimi dia,“Tuh kan pendidikan tinggi, kekayaan, kecerdasan tidak bisa memberi kebahagiaan”. Atau ucapan seperti ini, “ Bapaknya terlalu sibuk cari uang sih. Tidak memberi perhatian saat dia kecil. Jadinya dia depresi seperti ini” Atau “Terlalu ambisi sih orangnya jadinya depresi”. Ungkapan-ungkapan seperti ini bisa berasal dari ketidaktahuan atau malah jangan-jangan dari kesombongan dan rasa iri hati.

Apakah maniak-depresifnya itu karena dia tidak dekat pada Tuhan? Dia sudah malang melintang mengunjungi kyai-kyai dan menginap di pesantren-pesantren untuk medapatkan nasehat dan ketentraman. Keluarganya pun sangat religious. Apakah dia tidak punya attitudes yang baik dalam menjalani hidup? Dia bangkit dan bangkit terus walaupun penyakitnya mencoba menenggelamkan dia. Apakah dia tidak berusaha mengobati penyakitnya itu? Dia sudah bertualang dari dokter ke dokter untuk mendapatkan kesembuhan (keluarganya sangat berada untuk membiayai). Akhirnya, keluarga kecilnya tidak terselamatkan, pendidikan lanjutannya gagal dan banyak cita-cita yang harus dia kubur. Dia sering curhat pada saya. Saya sebagai sahabat yang baik mencoba mengirimkan bahan-bahanberupa video dan bacaan yang bisa membangkitkan semangat. Seperti video seorang anak muda yang kehilangan tangan dan kaki sejak kecil lalu menjadi motivator dan mengajari orang tentang rasa syukur. Tapi teman saya tidak suka, “Mbak tidak mengerti. Jangan kirimi saya hal-hal yang seperti itu.”

Yah, saat itu saya memang sok tahu dengan keyakinan bahwa cukup dengan kata-kata dan video motivasi teman saya bisa lebih sehat kalau dia mau. Saya sok tahu menganggap teman saya ini kurang punya attitudes yang baik. Padahal penyakitnya itu berasal dari dalam tubuhnya yang tidak bisa dia kontrol, sama seperti penyakit jantung, penyakit kanker atau infeksi oleh virus.Kita tidak tahu siapa yang diputuskan untuk mendapat penyakit-penyakit itu selama hidup di dunia ini. Bersyukur sajalah bahwa kita dan keluarga kita sehat jasmani dan rohani. Tapi, “Please don’t kick people when they are down”

Bagaimana rasanya depresi? Saat kuliah yang sama sebelum bertemu teman diatas, di negara asing yang budaya dan sistem sosialnya sangat jauh berbeda dengan Indonesia, saya menemukan diri sendiri kehilangan semangat dan sedih. Tapi kehilangan semangat dan sedih yang berbeda, rasanya ada sesuatu yang dingin menjalar dalam hati. Rasanya seperti berada didalam sumur yang gelap.Hari-hari terasa kosong dan hampa. Saya merasa sepi di tengah keramaian. Apa-apa yang biasanya saya senangi tidak lagi memberikan kebahagiaan. Melihat cahaya matahari pagi, malah rasanya sakit di dada.Ibadah juga tidak memberikan ketentraman. Ada sesuatu yang salah. Something was very wrong.

Karena tidak punya akses yang bagus ke dokter, saya mendiagnosa dan mencoba mengobati sendiri dengan bantuan bacaan-bacaan. Menurut bacaan, depresi bisa diakibatkan oleh kekurangan mineral-mineral tertentu maka saya berburu suplemen mineral-mineral tersebut dan mengkonsumsinya rutin selama beberapa waktu. Alhamdulillah, perasaan tidak berdaya itu hanya hinggap sebentar. Itu depresi yang ringan… Depresi yang berat? Bisa bertahun-tahun untuk menemukan kombinasi pengobatan dan perawatan yang tepat karena setiap orang bereaksi berbeda terhadap obat dan perawatan yang sama. Itupun kalau penderita memiliki uang untuk membiayai perawatan yang tidak murah.

So, saya hanya menghimbau, kalau Anda beruntung dalam hidup ini, sehat jasmani dan rohani, count your blessings and be gentle to other souls. You don’t know what they have been through.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun