Pilpres usai sudah, gegap gempita dan kehebohan para fans pendukung paslon mulai surut, minimal dering di notifikasi WA dan media sosial lainnya walaupun masih ada ekses silang pendapat dan silang sengketa paska pemilu, namun para stakeholders pemilu dominan sepakat bahwa segala urusan carut marut pelaksanaan pemilu wajib diselesaikan melalui mekanisme perundang undangan.
Dengan perolehan hasil suara yang didapat masing masing kontestan usai pemilu tentu saja ada yang tersenyum, ada yang meringis bahkan ada yang menangis, sebagai konsekuensi sebuah pertandingan untuk memperoleh kepercayaan rakyat, ada yang menang dan ada yang kalah, lazim saja dalam berdemokrasi.
Dengan kemenangan (walau sementara hanya secara quick count) paslon nomor 2, rakyat pendukung mulai berharap pada janji kampanye yang pernah ditawarkan oleh paslon nomor 2 ini yang menjadi viral yaitu program makan siang gratis, mungkin maksudnya program tambahan asupan gizi pada anak anak sekolah untuk memperbaiki kesehatan pertumbuhan anak Indonesia dan mengurangi angka stunting.
Pokoknya, secara cita cita program ini bagus juga, tentu untuk tujuan Indonesia sehat dan sejahtera, namun dalam pelaksanaan nya tidak semudah mengucapkan janji.
Program makan siang gratis yang dijanjikan oleh pasangan calon dalam kampanye dan debat pilpres mengundang perdebatan panas diantara peserta pemilu. Banyak soal, mulai dari perdebatan soal sumber anggaran, mekanisme pelaksanaan, pertanggungjawaban program sampai soal data peserta makan siang gratis yang dijanjikan.
Walaupun secara omon omon ada istilah atau narasi "tidak ada makan siang yang gratis" namun dalam pelaksanaan pemerintahan yang lalu sebetulnya sudah ada pelaksanaan makan gratis ini yang dianggarkan melalui APBN maupun APBD.
Sejak tahun 2011 yang lalu pun dikenal Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS) yang diluncurkan dalam rangka pencapaian tujuan nasional yang terkait dengan pengentasan gizi buruk pada anak usia 6 - 14 tahun, termasuk memperbaiki ketahanan fisik anak sekolah dan mengurangi angka putus sekolah.
Tentu saja program makan gratis ini tidak ditujukan kepada anak anak sekolah yang sudah tercukupi nutrisi nya di keluarga yang telah sejahtera atau anak yang terlanjur obesitas, kelebihan gizi.
Kementerian Dalam Negeri sendiri mengeluarkan sebuah pedoman untuk pelaksanaan makan gratis ini melalui Permendagri Nomor 18 tahun 2011. Pembiayaannya dilakukan melalui APBN dan penyediaan anggaran melalui APBD di pemerintah daerah masing masing.
Namun walau penting, belakangan program makan gratis bagi anak sekolah ini tidak begitu mendapatkan perhatian publik, barulah kembali viral dalam masa kampanye, saat diutarakan dalam bentuk janji politik disaat pemilu. Selalu saja begitu, publik hanya menaruh perhatian pada topik topik politis dan kurang memperhatikan substansi sebuah program atau janji janji.
Dalam pelaksanaan PMTAS yang lalu, mungkin sebagian masyarakat bahkan tidak mengetahui eksistensi program ini. Itulah sebabnya, walau tidak ada evaluasi dan pertanggung jawaban atas keberhasilan program pemerintah yang lalu ini, publik sepertinya tidak begitu ambil peduli, substansi program seolah dilaksanakan tanpa akuntabilitas dan mengundang tanya.
Di saat pelaksanaan PMTAS yang lalu banyak hal yang semestinya menjadi catatan yang digunakan bagi pelaksanaan program makan siang gratis seperti yang sudah dijanjikan.